Tembi

Yogyakarta-yogyamu»UPACARA REBO PUNGKASAN WONOKROMO, PLERET, BANTUL, YOGYAKARTA

01 Jan 2008 06:40:00

Yogyamu

UPACARA REBO PUNGKASAN
WONOKROMO, PLERET, BANTUL, YOGYAKARTA

Latar Belakang

Pada masa lalu penduduk Kalurahan Wonokromo banyak yang terserang penyakit. Bahkan sakit ini menyerang hampir seluruh penduduk Wonokromo sehingga peristiwa itu disebut pageblug. Pada masa itu pula terdapat seorang kyai yang bernama Kyai Abdullah Fakih yang populer pula dengan nama Mbah Fakih atau Kyai Welit. Demikian menurut Bapak Gunawan (43) selaku Sekretaris BPD Desa Wonokromo dan Koordinator Kirab pada Upacara Adat Rebo Pungkasan yang dalam pembicaraannya dengan Tembi (27 Maret 2006) didampingi Bapak Haji Ishkak (51) 0selaku Ketua I Panitia Upacara Adat Rebo Pungkasan.

Kyai ini juga terkenal mampu mengobati berbagai penyakit. Tidak mengherankan jika banyak orang berdatangan di tempat Kyai Welit untuk meminta sarana bagi kesembuhannya. Dalam penyembuhan itu Kyai Welit biasanya memberikan rajah yang kemudian dimasukkan ke dalam air dalam wadah gelas. Air yang telah diberi rajah inilah kemudian digunakan untuk cuci tangan dan muka bagi si sakit. Tidak jarang pula air ini kemudian diminum. Biasanya setelah menggunakan air itu si sakit kemudian sembuh.

Akan tetapi ketika pasien yang datang kepadanya begitu banyak, maka Kyai Welit merasa kuwalahan. Untuk mengatasi hal itu ia mengambil ember yang diisi air. Rajah kemudian dimasukkan ke dalam air dalam ember tersebut. Air yang telah diberi rajah ini kemudian dituang di tempuran Sungai Opak dan Sungai Gajah Wong yang letaknya di sisi timur Masjid Wonokromo. Air yang telah diberi rajah dan telah dituang di dalam tempuran sungai itu kemudian digunakan untuk mandi atau cuci bagi orang-orang yang menderita sakit tersebut. Orang-orang atau penduduk Wonokromo yang terkena wabah itu pun sembuh dari sakitnya.

Kirab Lemper

Sebagai ungkapan rasa syukur karena masyarakat Wonokromo telah dibebaskan dari pageblug, masyarakat pun membuat makanan yang waktu itu termasuk jenis makanan andalan dalam hajatan masyarakat Jawa, yakni lemper. Bahkan sampai sekarang jenis makanan lemper ini seperti makanan wajib dalam setiap hajatan masyarakat Jawa, khususnya di desa-desa. Lemper yang dibuat masyarakat ini kemudian dibagikan kepada orang lain sebagai bentuk ucapan syukur dan suka cita. Pada masa lalu setiap menjelang Upacara Rebo Pungkasan ini masyarakat di sekitar jalan raya Wonokromo-Pleret banyak orang membuat kue lemper. Hal ini sebagai ungkapan rasa syukur dan bentuk penghormatan kepada Kyai Welit yang kemudian dikemas dalam acara Upacara Adat Rebo Pungkasan ini.

Peristiwa di atas kemudian dilanjutkan atau diteruskan oleh masyarakat Wonokromo hingga sekarang. Dalam perkembangan selanjutnya peristiwa itu kemudian dikemas dalam serangkaian peristiwa yang dipandang lebih menarik. Pada saat sekarang Upacara Rebo Pungkasan ini dimeriahkan pula dengan pasar malam yang bertempat di lapangan Desa Wonokromo. Pasar malam ini biasanya berlangsung seminggu sebelum dan setelah Kirab Lemper. Kecuali itu, kirab lemper ini pada akhirnya juga ditambahi berbagai acara lain yang dirasakan cukup menghibur dan memberikan manfaat bagi banyak orang, di antaranya adalah aneka perlombaan, donor darah, pengajian, dan sebagainya.

Perlu diketahui pula bahwa lemper raksasa yang dibuat itu membutuhkan 10 kilogram bersa ketan, 10 butir kelapa, daging sapi 2 kilogram plus bumbu-bumbu. Lemper raksasa ini berukuran panjang sekitar 2,5 meter dan berdiameter 60 cm.

Urutan Kirab Lemper

Mula-mula lempewr raksasa, lemper kecil, dan gunungan disemayamkan di Masjid Al Huda, Karanganom, Wonokoromo. Di tempat ini seluruh peserta kirab berdoa memohon perlindungan dan kemurahan Tuhan. Setelah serangkaian pidato sambutan lemper mulai disiapkan untuk dikirab dengan cara dipikul. Urutan prosesi kirab ini yang paling depan adalah dua orang penunggang kuda dengan pakaian tradisional Jawa, kereta yang ditumpangi pejabat tinggi Bantul (Bupati atau wakilnya) dan Camat Pleret, barisan musik, lemper raksasa, lemper kecil, barisan pembawa umbul-umbul, dan masyarakat.

Rute perjalanan ditempuh mulai dari halaman Masjid Al Huda Karanganom-Jalan Imogiri Timur-Jalan Wonokromo-Pleret, dan terakhir adalah di halaman Balai Desa Wonokromo. Di Balai Desa Wonokromo inilah lemper raksasa ini dipotong dan dibagi-bagikan kepada para pengunjung. Di samping itu, lemper-lemper ukuran biasa juga dibagi-bagikan dengan cara dilemparkan dari atas panggung. Di tempat inilah pengunjung yang jumlahnya dibuan memperebutkan lemper. Menurut kepercayaan siapa pun yang mendapatkan lemper ini akan berhasil dalam meraih cita-cita, sembuh dari sakit, gampang jodoh, dan sebagainya.

Tim Tembi: Agus Doni P, Didit Priyo P, Agus P Herjaka, Sartono K.




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta