Bisma (1)

Pada saat Ganggawati menghadiri pasowanan agung di Kahyangan, tiba-tiba bertiuplah angin kencang yang menyingkapkan pakaian Ganggawati, sehingga separuh dari tubuhnya menampakkan kulitnya yang kuning bercahaya. Tak ayal, kejadian tersebut mengganggu konsentrasi para dewa-dewi yang hadir.

Bisma

Nama kecil Bisma adalah Dewabrata. Ia anak raja Hastinapura yang bergelar Prabu Sentanu dengan Bidadari Ganggawati, penguasa Sungai Gangga. Perkawinan yang pada mulanya membahagiakan tersebut berakhir dengan perpisahan, pada saat Bidadari Ganggawati melahirkan anak yang kesembilan yaitu Dewabrata. Oleh karena itu sejak masih bayi Dewabrata sudah berpisah dengan ibunya, karena Bidadari Ganggawati kembali ke Kahyangan.

Entah apa sebabnya, sejak usia kanak-kanak, Dewabrata suntuk bermain di Sungai Gangga. Mungkin dikarenakan sungai Gangga merupakan wilayah penguasa ibunya Batari Ganggawati, sehingga ada getaran kasih sayang seorang ibu yang dirasakan oleh Dewabrata.

Ketika terjalin hubungan mesra antara Dewabrata sebagai anak, dan Sungai Gangga sebagai ibu, mukjizat pun terjadi. Dewabrata kecil dengan enaknya dapat berjalan, berlari dan bermain di atas air Sungai Gangga. Sesekali ia membidikkan anak panahnya ke dalam air untuk mengambil ikan. Aliran sungai yang pelan bergelombang, dirasakan sebagai kain selendang Batara Ganggawati yang dipakai untuk menggendong dan meninabobokan dirinya. Semakin lama Dewabrata kecil bermain-main di Sungai Gangga, semakin rindu dirinya akan sosok ibu yang penuh cinta.

Atas desakan rasa rindu yangtak tertahankan, pada suatu malam purnama yang terang benderang, Dewabrata kecil bertanya kepada ayah Sentanu perihal perpisahan dengan ibunya. Pada mulanya Sentanu berniat menyembuyikan hal yang sebenarnya terjadi, namun melihat sorot mata Dewabrata kecil yang menampakkan kesungguhannya, Sentanu tidak sampai hati untuk selalu menghindar dari pertanyaan Dewabrata. Maka kemudian mulailah Sentanu bercerita.

Syahdan, pada saat Ganggawati menghadiri pasowanan agung di Kahyangan, tiba-tiba bertiuplah angin kencang yang menyingkapkan pakaian Ganggawati, sehingga separuh dari tubuhnya menampakkan kulitnya yang kuning bercahaya. Tak ayal, kejadian tersebut mengganggu konsentrasi para dewa-dewi yang hadir. Dewa Indra penguasa Kahyangan marah, Dewi Ganggawati diusir turun ke dunia. Nanti pada saatnya, Ganggawati diperbolehkan kembali ke Kahyangan jika telah menjadi seorang wanita yang utuh yaitu, bersuami dan melahirkan anak.

Dalam perjalanannya turun ke dunia, Ganggawati bertemu dengan delapan wasu. Wasu adalah kehidupan yang berada di “alam antara”, antara manusia dan dewa. Dalam pertemuan itu para wasu mengungkapkan penderitaannya.

“Duh sang Batari nan luhur budi, kami diusir dari alam para wasu untuk hidup kembali di alam manusia, karena berlaku tidak sopan terhadap guru. Kelak jika ada seorang wanita yang mau melahirkan kami secara berurutan, maka kami diperbolehkan kembali ke alam para wasu. Tolonglah kami Sang Dewi.”

Batari Ganggawati iba melihat penderitaan para wasu, maka dengan lembut ia berkata, “Ketahuilah, hai para wasu, sesungguhnya aku pun menjalani hukuman, karena dianggap bersalah di hadapan penguasa dewa. Jika disatukan hukuman kita dapat saling melepaskan dari penderitaan. Jika laku kalian untuk melepas penderitaan harus dilahirkan kembali, sementara laku yang aku jalani untuk melepaskan penderitaan diharuskan untuk melahirkan. Oleh karenanya janganlah berkecil hati, bila nanti telah tiba saatnya aku mendapatkan seorang suami, aku berjanji akan melahirkan kalian secara berurutan”.

Betapa gembiranya para wasu mendengar janji Ganggawati.

“Terimakasih sang Dewi, dalam penderitaan yang dalam, engkau masih mampu menolong penderitaan orang lain”

Sentanu berhenti bercerita, untuk memberi kesempatan kepada Dewabrata kecil merenungkan keluhuran budi ibunya, Batari Ganggawati.

Herjaka HS

Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta