Enthong, Alat Dapur Teman Setia Nasi

Author:editorTembi / Date:19-03-2014 / Fungsi utama enthong adalah untuk mengaduk beras yang sedang ditanak sekaligus sebagai alat untuk mengambil nasi yang sudah masak ke dalam wakul maupun saat hendak menuangkan nasi dari wakul ke piring makan.

Seri Alat dapur masyarakat Jawa, sumber foto: Suwandi/Tembi
Aneka macam ukuran enthong koleksi
Museum Tembi Rumah Budaya

Namanya cukup sederhana, enthong. Masyarakat Jawamenggunakannya untuk menanak nasi dan persiapan makan. Maka keberadaannya pasti ada di setiap dapur tradisional dan meja makan.

Enthong biasanya terbuat dari kayu berbentuk lonjong dan dibuat pipih. Sementara pangkalnya dibuat mengecil yang berfungsi untuk pegangan. Fungsi utama enthong adalah untuk mengaduk beras yang sedang ditanak sekaligus sebagai alat untuk mengambil nasi yang sudah masak ke dalam wakul maupun saat hendak menuangkan nasi dari wakul ke piring makan.

Ukuran enthong bermacam-macam, ada yang kecil, sedang, dan besar. Ukuran kecil, panjang sekitar 15-20 cm. Sementara yang besar bisa berukuran panjang hingga 45 cm.

Besar kecilnya enthong disesuaikan dengan kapasitas tempat memanak beras atau tempat nasi. Jika menanak nasinya untuk ukuran rumah tangga, pada umumnya menggunakan enthong kecil. Begitu pula saat nasi sudah tanak dan ditempatkan dalam wakul. Namun, apabila menanak nasi untuk hajatan yang membutuhkan tempat menanak berukuran besar, misalnya dandang, maka menggunakan enthong besar.

Seri Alat dapur masyarakat Jawa, sumber foto: Suwandi/Tembi
Enthong besar di dalam Kukusan

Jenis kayu yang digunakan untuk membuat enthong biasanya dipilih jenis kayu yang awet dan kuat, seperti kayu jati, kayu nangka, kayu sawo, kayu asam, dan glugu (batang pohon kelapa). Namun kadang-kadang dipilih kayu yang ada di sekitar lingkungan, bisa kayu mlandhing, kayu sengon, dan jenis kayu lainnya. Dipilih jenis kayu yang awet dan kuat, agar enthong lebih tahan lama dan tidak mudah rusak.

Hingga saat ini, tentu saja masyarakat Jawa masih menggunakan alat memasak satu ini sebagai perlengkapan dapur dan peralatan makan. Biasanya enthong di dapur, termasuk enthong yang sudah agak usang. Sementara enthong yang digunakan di meja makan, termasuk enthong yang kualitasnya agak bagus. Pembedaan itu hanya untuk menampilkan kepantasan saja. Apalagi jika ada tamu yang diundang dan diajak makan, tentu saja jenis enthong yang masih bagus yang dipakai di meja makan.

Walaupun sekarang ini enthong tradisional yang terbuat dari bahan kayu masih mendominasi di kalangan masyarakat Jawa, tetapi pembuatannya mengalami perkembangan. Enthong yang dibuat saat ini biasanya lebih halus, karena menggunakan mesin bubut dalam finishing-nya. Demikian pula enthong produksi sekarang, biasanya ada yang dibuat cekung sedikit di tengahnya, dan di bagian pinggir tetap rata.

Selain dari kayu, dewasa ini juga muncul berbagai jenis enthong modern. Bahannya dari jenis logam aluminium, kuningan, stenlis, maupun plastik. Harganya juga bermacam-macam sesuai dengan bahannya. Namun fungsinya tetap sama, untuk menanak nasi dan pelengkap wakul di meja makan.

Selain sebagai alat dapur, ternyata bagi masyarakat Jawa, enthong termasuk alat dapur yang juga dipercaya sebagai alat sugesti dan juga pernah muncul dalam cerita rakyat Jawa. Enthong menjadi alat sugesti yang sering digunakan oleh masyarakat Jawa untuk menyembuhkan orang yang “kemlekaren” atau istilah bahasa Indonesianya ‘kekenyangan’.

Seri Alat dapur masyarakat Jawa, sumber foto: Suwandi/Tembi
Enthong kecil di atas wakul

Kadang-kadang, sering dijumpai anak-anak masyarakat Jawa di zaman dahulu yang terlalu bernafsu ketika ada banyak makanan. Nah, begitu banyaknya makanan, kadang-kadang anak lupa kapasitas perutnya, sehingga kelebihan makan. Akibat makan banyak, perut menjadi kekenyangan, sehingga perut terasa sakit dan kurang enak badan.

Pada kondisi demikian, biasanya orangtua tidak tega melihatnya. Maka untuk mengurangi rasa sakit akibat kekenyangan, orangtua segera mengambil enthong (atau irus), lalu diletakkan di perut si anak yang kemlekaren. Sambil seolah-olah mengambil sebagian makanan di perut, orangtua berkata yang intinya, “Sini makanannya di perut saya kurangi pakai enthong, mudah-mudahan rasa kemlekarennya hilang”. Demikianlah tadi doanya. Biasanya tidak lama kemudian rasa kekenyangan akan hilang, dan anak tidak akan merasa sakit perut lagi.

Enthong ternyata juga pernah hadir dalam sebuah kisah cerita rakyat di Jawa Tengah, berkaitan dengan terjadinya Telaga Rawa Pening. Konon, ketika banjir bandang menggenangi sebuah desa, sang nenek menyelamatkan diri dengan menaiki perahu lesung dan dayung yang terbuat dari enthong. Hal ini dilakukan nenek tersebut, setelah seorang anak kecil berpesan kepadanya. Ternyata anak kecil yang berpesan itu, sebelumnya pernah diberi makan oleh sang nenek, setelah semua penduduk desa itu tidak mau memberi makanan kepada anak kecil yang dianggap gembel tersebut. Akhirnya, sang nenek bisa selamat berkat menaiki perahu lesung dan dayung enthong.

Naskah & foto:Suwandi
Sumber: Sumintarsih dkk, 1990/1991 “Dapur dan Alat-Alat Memasak Tradisional DIY” Jakarta: Departemen P&K.

Ensiklopedi Aneka Rupa

Latest News

  • 27-06-14

    Siswa Sekolah Kriste

    Anak-anak yang terlihat dalam foto tersebut merupakan muri sekolah di Kaliceret, Salatiga. Waktu itu sekolah yang dibuka oleh para misionaris ini... more »
  • 27-06-14

    Arsip seniman, Sudah

    Sastrawan Iman Budi Santosa menganjurkan agar seniman, sebagai langkah pertama, mengumpulkan arsip dari dirinya sendiri. Langkah berikutnya adalah... more »
  • 27-06-14

    Rumah Gempa di Sangk

    Melalui tajuk ‘Melankolia’ lima perupa dari Malang, Jawa Timur, masing-masing Antoe Budiono, Gatot Pujianto, Iwan Yusuf, Joni Ramlan dan Keo Budi... more »
  • 26-06-14

    Vandalisme di Yogyak

    Upaya pembersihan dan pembenahan yang dilakukan pemerintah, pelajar, kelompok-kelompok tertentu, dan warga biasa sering terasa sia-sia karena begitu... more »
  • 26-06-14

    Didik Nini Thowok: L

    Kekhasan Didik adalah tari cross gender, artinya tarian yang dibawakan oleh penari yang jenis kelaminnya berlawanan. Tarian putri dibawakan oleh... more »
  • 26-06-14

    Teka Katon Raine Lun

    Pepatah ini secara lebih luas mengajarkan bahwa hendaknya orang bersikap ksatria, jujur, terbuka, sportif, dan bertanggung jawab. Atau tidak ada yang... more »
  • 25-06-14

    Gule Rakyat yang Ser

    Benar-benar harga rakyat karena untuk seporsi nasi gule hanya dibanderol Rp 4.000 dan secangkir teh Rp 1.000. Jadi untuk sekali makan dan minum di... more »
  • 25-06-14

    Sejarah Perkembangan

    Judul : Sejarah Perkembangan Arsitektur Kota Islam Banten. Suatu Kajian Arsitektural Kota Lama Banten Menjelang Abad XVI sampai dengan Abad XX... more »
  • 25-06-14

    Jose Immanuel Bingun

    Malam itu ada banyak wisatawan asing dan wisatawan Nusantara yang secara khusus menyaksikan pergelaran wayang golek di Tembi. Sebagian dari wisatawan... more »
  • 24-06-14

    Olga Lydia Senang Be

    Artis bedarah oriental Olga Lydia mengaku sangat senang berkunjung ke museum. Tidak hanya museum di dalam negeri, jika ada kesempatan ke luar negeri... more »