Vandalisme di Yogyakarta Tak Pernah Mati

Author:editorTembi / Date:26-06-2014 / Upaya pembersihan dan pembenahan yang dilakukan pemerintah, pelajar, kelompok-kelompok tertentu, dan warga biasa sering terasa sia-sia karena begitu usaha mereka selesai para vandalis beraksi kembali. Seperti main kucing-kucingan.

Coretan vandalisme di Jembatan Kleringan, patah tumbuh hilang berganti, difoto: Sabtu, 21 Juni 2014, foto: a.sartono
Coretan di Jembatan Kleringan, patah tumbuh hilang berganti

Yogyakarta dikenal sebagai kota kesenian dan pendidikan. Kedua ikon ini barangkali memberikan gambaran atau imajinasi bahwa kota ini sarat dengan urusan keintelektualan dan peradaban. Namun coretan-coretan di tembok-tembok, jembatan, jalanan, pepohonan, dan lainnya di kota ini sepertinya bertentangan dengan dua ikon itu.

Aktivitas vandalisme ini jelas menghilangkan kesan indah, asri, dan bersih yang selama ini dibangun pemerintah (kota/kabupaten). Apa yang dikatakan sebagai vandalisme ini ternyata juga tidak hanya menyasar di wilayah perkotaan, namun juga di sudut-sudut dusun.

Upaya pembersihan dan pembenahan yang dilakukan pemerintah, pelajar, kelompok-kelompok tertentu, dan warga biasa sering terasa sia-sia karena begitu usaha mereka selesai para vandalis beraksi kembali. Seperti main kucing-kucingan. Bahkan terkesan sengaja mengejek dan mempermainkan pekerjaan serta niat baik pemerintah maupun masyarakat umum.

Vandalisme di Jembatan Kereta Api Kleringan, Yogyakarta, berpayah-payah di jembatan hanya untuk vandalisme, difoto: Sabtu, 21 Juni 2014, foto: a.sartono
Vandalisme di Jembatan Kereta Api Kleringan

Umumnya aktivitas vandalisme ini dilakukan di tengah malam atau dini hari ketika warga pada umumnya lelap dalam tidur. Pada saat itulah mereka keluar untuk melakukan aksinya yang boleh jadi dalam anggapan mereka sebagai bentuk representasi dari keberanian, kegagahan, dan eksistensi. Mereka tidak mau menyadari atau mungkin belum sampai pada taraf memahami bahwa apa yang mereka lakukan sebenarnya adalah merusak.

Mungkin ada banyak alibi atau alasan yang dikemukakan oleh para pelaku vandalisme. Barangkali mereka menganggap bahwa hal itu merupakan salah satu bentuk ekspresi bebas mereka dalam olah seni. Bebas ruang, bebas material, bebas teknik, bebas gagasan, dan seterusnya. Barangkali juga mereka menganggap bahwa dinding dan segala macam yang terbuka dan “menganggur” di kota adalah semacam fasilitas publik yang boleh digunakan secara bebas.

Vandalisme di Yogyakarta, foto: a.sartono
Corat-coret macam ini tentulah menimbulkan kejengkelan bagi pemilik rumah

Mereka mungkin tidak mau mengerti bahwa apa yang mereka lakukan itu menimbulkan gangguan. Gangguan pemandangan. Gangguan kebersihan, kecantikan, dan keasrian. Bahkan tidak jarang akibat dari aktivitas vandalisme ini juga sering menimbulkan ketegangan, kejengkelan, dan kemarahan orang lain. Sebab tembok rumah, jembatan, dan lain-lainnya itu dibuat bukan untuk tujuan-tujuan demikian. Mungkin juga mereka sengaja melakukan itu untuk mengganggu dan menimbulkan kejengkelan orang lain atau memprovokasi.

Sering juga apa yang mereka torehkan menjadi penciri khusus dari komunitas tertentu mereka yang mungkin sedang bersaing atau bahkan bermusuhan dengan komunitas lain. Apa yang mereka torehkan kadang menjadi semacam pemancangan bendera, penguasaan ruang atau wilayah, bahkan semacam bentuk provokasi khusus kepada komunitas lain.

Nyamankah dengan berbagai coretan vandalisme ini, difoto: Sabtu, 21 Juni 2014, foto: a.sartono
Nyamankah dengan berbagai coretan vandalisme ini

Mestinya, Yogyakarta bisa meminimalisasikan hal-hal yang menimbulkan kerusakan dan gangguan bagi banyak pihak. Keindahan kota yang dirusak oleh aksi vandalisme jelas mengganggu imajinasi, pandangan, dan kesan orang akan Yogyakarta. Kesadaran untuk mengekang diri agar tidak beraktivitas vandal mungkin harus selalu ditekankan agar mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan tidak memberikan manfaat hakiki apa pun bagi diri mereka, kelompok, dan kota/wilayah tempat mereka tinggal dan hidup.

Ke Yogya yuk ..!

Naskah dan foto: A. Sartono
 

Yogyakarta Yogyamu

Latest News

  • 30-06-14

    Batik Kontemporer. T

    Judul : Batik Kontemporer. Teknik Batik sebagai Media Transformasi Budaya  Penulis : Lucky Wijayanti, Benny Gratha  Penerbit :... more »
  • 30-06-14

    Sekolah Gajahwong, S

    Orangtua siswa sebagian besar berprofesi pemulung dan buruh. Menurut koordinator pendidikan Sekolah Gajahwong, Faiz Fakhrudin, sekolah ini didirikan... more »
  • 30-06-14

    Rekaman Video Tsunam

    Selain koleksi film tsunami Aceh, Museum Penerangan Jakarta juga memamerkan koleksi unik, berupa mesin ketik manual beraksara Jawa. Mesin ketik ini... more »
  • 30-06-14

    Denmas Bekel 30 Juni

    more »
  • 28-06-14

    Hari Keberuntungan O

    Dewa yang menaungi Wuku Kuruwelut adalah Batara Wisnu yang menggambarkan terang pandangannya serta berwawasan luas dan bijaksana. Orang Kuruwelut... more »
  • 28-06-14

    Sajian Spesial Menu

    Paket menu ketiga dinamakan Takjil Kurma Ramadan, yang punya variasi isi lebih banyak. Paket ini berisi satu mangkuk jenang monte, dua butir kurma,... more »
  • 28-06-14

    Mas Cebolang Kaget I

    Setelah mengenal lebih dekat dengan para wanita yang ditinggal para lelakinya, Mas Cebolang ingin mengetahui seperti apa kehidupan para lelaki yang... more »
  • 28-06-14

    Dalang Muda Mainkan

    Malam itu Ki Gondo Suharno, yang sekaligus menjadi ketua Sukra Kasih, mementaskan lakon “Jayengrana Kalajaya”. Iringan gending dengan syair-syair... more »
  • 28-06-14

    Museum Penting tapi

    Dengan melihat museum, pengunjung dapat terkesan betapa hebatnya orang pada zaman dahulu yang dengan kreativitas dan daya inovasi dapat menciptakan... more »
  • 27-06-14

    Siswa Sekolah Kriste

    Anak-anak yang terlihat dalam foto tersebut merupakan muri sekolah di Kaliceret, Salatiga. Waktu itu sekolah yang dibuka oleh para misionaris ini... more »