Sawitri (2): Meninggalkan Kemewahan

16 Nov 2015

Sawitri sangat kagum kepada pola pikir serta sikap hidup Setiawan dalam menghadapi tragedi kehidupan. Oleh karenanya dalam hati Sawitri berani berkata, inilah pilihanku, ‘saudara tuaku’ yang nanti bakal mengayomi aku.

Pilihan Sawitri telah bulat. Ia meninggalkan keraton beserta dengan seluruh kemewahannya untuk menemukan pria idaman hati. Demi tujuan tersebut Sawitri sengaja menghindari keramaian-keramaian yang identik dengan hal-hal keduniawian. Ia memilih melewati jalan setapak yang berada di tengah hutan maupun lereng-lereng pegunungan, yang hanya dilewati oleh penduduk setempat. Jika harus berjalan di jalan besar, Sawitri berusaha secepat mungkin memotong jalan untuk kemudian kembali menuju jalan setapak. Hal tersebut dilakukan agar dirinya tidak menarik perhatian orang-orang yang lewat di jalan raya.

Bila hari menjelang gelap, Sawitri mencari rumah penduduk untuk menumpang tidur. Jika ditanya asal usul serta tujuannya, Sawitri selalu mengatakan bahwa dirinya berasal dari kota, sedang mencari satu-satunya saudara laki-laki yang meninggalkan rumah pergi entah ke mana. Sawitri memang sengaja membangun sebuah angan, bahwa dirinya sedang mencari dan akan menemukan ‘saudara laki laki-laki’ yang mempunyai sorot mata teduh, budinya luruh, hatinya tulus dan sabar, sesuai dengan gambaran pria idamannya.

Berhari-hari bahkan sudah melewati hitungan bulan, Sawitri meninggalkan Kota Raja. Banyak rintangan menghadang, baik secara lahir maupun batin. Namun hal itu tidak menyurutkan niatnya. Ia berkeyakinan bahwa di tempat seperti inilah ia bakal menemukan mutiara yang tersembuyi. Seorang pria pilihannya, rendah hati, cerdas serta berbudi luhur jauh dari nafsu-nafsu duniawi.

Keyakinan yang kuat dan niat yang bulat pada akhirnya membuahkan hasil. Ketika pada suatu pagi ia bertemu dengan seorang brahmana muda tampan bertutur halus bernama Setiawan. Ia adalah anak Begawan Jumatsena di pertapaan Argakencana. Setelah perkenalan itu, beberapa hari Sawitri tinggal bersama mentrik-mentrik di pertapaan tersebut. Maksudnya ingin mengenal Setiawan dengan lebih dekat, serta menjajagi seberapa dalam pemahamannya perihal hidup dan kehidupan.

Dari kedekatannya, Sawitri tahu bahwa ayah Setiawan semula adalah raja yang dikalahkan dan menjadi buta. Tentu saja Setiawan pun semula putra raja, bahkan dapat dikatakan calon pengganti raja. Jika kemudian Setiawan terpaksa mengikuti ayahnya ke hutan belantara yang sunyi, hal tersebut bukan berarti bahwa ia tidak mampu lagi bersyukur dalam hidupnya. Walaupun mengalami keterpurukan dalam hidupnya, banyak hal yang masih dapat dia syukuri, salah satunya adalah perjumpaannya dengan Sawitri.

Sawitri sangat kagum kepada pola pikir serta sikap hidup Setiawan dalam menghadapi tragedi kehidupan. Oleh karenanya dalam hati Sawitri berani berkata, inilah pilihanku, ‘saudara tuaku’ yang nanti bakal mengayomi aku. Pilihan Sawitri kemudian disampaikan kepada kedua orang tuanya. Sungguh mengejutkan. Banyak yang menyayangkan, mengapa Sawitri memilih seorang petapa yang tinggal di daerah terpencil, jauh dari kota raja. Namun bagaimana lagi, orang tuanya telah memberi kebebasan, dan putrinya telah menjalankan kebebasan itu.

Menindaklanjuti pilihan anaknya, Prabu Aswapati mengumpulkan para brahmana kerajaan untuk diminta masukannya tentang Setiawan. Dari ‘sidang agung’ tersebut diwacanakan bahwa Setiawan tidak berumur panjang. Para brahmana meramalkan bahwa usia Setiawan tinggal setahun lagi. Oleh karena itu sebaiknya Sawitri mengalihkan pilihannya tidak pada Setiawan.

Namun Sawitri bergeming dengan pilihannya. Panjang maupun pendek umur manusia tidak bergantung pada banyaknya angka tahun. Dikatakan berusia panjang, jika seluruh hidupnya berkenan di hadapan Allah. Waktu satu tahun merupakan waktu yang sangat berharga jika dinikmati dan disyukuri bersama orang yang sangat dicintainya. Sawitri berjanji setia mendampingi Setiawan sampai akhir hayatnya.

Karena keteguhan Sawitri, pada akhirnya Prabu Aswapati dan para brahmana merestui perkawinan mereka.

Herjaka HS

EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 17-11-15

    Jakarta Biennale 201

    Gelaran seni rupa dua tahunan Jakarta Biennale kembali hadir, mengusung tema Maju Kena Mundur Kena : Bertindak Sekarang. Jakarta Biennale 2015 ingin... more »
  • 17-11-15

    Aturan Sewa Menyewa

    Buku mengenai aturan sewa menyewa tanah di Kerajaan Surakarta ini memang terlihat sudah lawas. Maklum, buku berbahasa Belanda ini terbitan Yogyakarta... more »
  • 16-11-15

    Godlob Dipentaskan D

    Cerpen ini menarasikan dan menampilkan tokoh-tokoh yang berkubang dalam tragedi kemanusiaan berupa perang. Setting tempatnya adalah medan pertempuran... more »
  • 16-11-15

    Sawitri (2): Meningg

    Sawitri sangat kagum kepada pola pikir serta sikap hidup Setiawan dalam menghadapi tragedi kehidupan. Oleh karenanya dalam hati Sawitri berani... more »
  • 16-11-15

    Peresmian Patung Sap

    Untuk mengenang jasa Sapto Hoedojo, tepat pada hari pahlawan, 10 November 2015, di pelataran Giri Sapto, diresmikan patung Sapto Hoedojo. Patung ini... more »
  • 16-11-15

    Entek Alas Entek Oma

    Peribahasa ini bermaksud menggambarkan keadaan atau situasi tentang orang yang sudah kehabisan kekayaan atau harta sehingga ia tidak punya apa-apa... more »
  • 14-11-15

    Tapa Ngali Sebagai A

    Sebagai awalan dari rencana “merti sungai” oleh warga Dusun Glondong, Kelurahan Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, yang akan... more »
  • 14-11-15

    Selasa Kliwon Hari B

    Selasa Kliwon, 17 November 2015, kalender Jawa tanggal 4, bulan Sapar, tahun 1949 Jimawal, hari baik untuk berbagai macam keperluan. Namun tidak baik... more »
  • 14-11-15

    Karyawan PT Frisian

    Mereka sangat antusias belajar gamelan. Apalagi masing-masing kelompok, tidak hanya bermain gamelan, tetapi juga mencoba menembangkan syairnya, yaitu... more »
  • 14-11-15

    Museum Sonobudoyo Ul

    Bertepatan dengan hari jadi yang ke-80 tahun di bulan November 2015, Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta mengadakan program kunjungan gratis sehari... more »