Gunung Pasar, Jejak Awal Keraton Mataram

29 Jun 2015 Dinamakan Gunung Pasar karena menurut sumber setempat di atas puncak gunung ini selalu bergema suara ramai orang seperti di tengah pasar. Suara itu selalu terdengar terutama pada setiap hari pasaran Pasar Dlingo yang sejauh sekitar 2 kilometer dari puncak gunung tersebut.

Salah satu gunung atau bukit di Dusun Koripan I, Kelurahan Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dinamakan Gunung Pasar. Dinamakan Gunung Pasar karena menurut sumber setempat di atas puncak gunung ini selalu bergema suara ramai orang seperti di tengah pasar. Suara itu selalu terdengar terutama pada setiap hari pasaran Pasar Dlingo yang sejauh sekitar 2 kilometer dari puncak gunung tersebut.

Lokasi Gunung Pasar dapat dicapai melalui jalan di sisi kanan Kantor Kecamatan Dlingo pada jarak sekitar 2 kilometer. Hanya ada jalan setapak untuk mencapai puncak Gunung Pasar. Jalan setapak mendaki ini mempunyai bentang jarak sekitar 700 meter.

Selain memiliki latar belakang cerita tersebut, gunung ini dianggap penting oleh warga setempat karena diyakini memiliki kaitan dengan peristiwa penting pada awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam, yaitu turunnya wahyu raja. Ketika itu, Senopati melakukan semedi di daerah Lipura (sekarang Bambanglipuro, Bantul). Di tempat ini ia menerima wahyu yang dikatakan sebagai Wahyu Lintang Johar. Namun wahyu untuk menjadi raja tersebut kemudian terbang atau berpindah ke arah timur dan berhenti serta menghilang di lokasi yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Pasar.

Di puncak Gunung Pasar itulah kemudian terjadi pertemuan antara Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Giring, dan Senopati. Pertemuan itu melibatkan dialog yang pada intinya Ki Ageng Giring meminta kepada Ki Ageng Pemanahan agar keturunannya kelak boleh ikut mengenyam kekuasaan di Mataram. Hal ini berkaitan dengan pernah ditenggaknya air kelapa muda (degan ajaib) yang di dalamnya terdapat wahyu keraton/raja milik Ki Ageng Giring oleh Ki Ageng Pemanahan.

Menurut Rahmat alias Marto Reksoko (50) yang menjadi juru pelihara petilasan di Gunung Pasar, permintaan Ki Ageng Giring ini diulang-ulang terus sampai tujuh kali. Namun enam kali pemohonan Ki Ageng Giring tidak dijawab sama sekali oleh Ki Ageng Pemanahan. Pada permohonan ke-7 pun Ki Ageng Pemanahan hanya menjawab dengan kata “wallahualam.”

Entah kebetulan atau memang sengaja ditanam, di puncak gunung ini kemudian didapatkan tujuh batang tanaman besar yang pertumbuhannya saling merapat. Tanaman tersebut terdiri dari jenis jati, kesambi, ipik, preh, beringin, bibis, dan mahoni. Ketujuh batang tanaman ini dipercaya menjadi penanda akan tujuh permohonan Ki Ageng Giring kepada Ki Ageng Pemanahan tersebut. Akan tetapi dalam perjalanannya ketujuh batang tanaman itu kemudian mati terbakar dan tidak meninggalkan sisa.

Untuk menggantikan tanaman yang berfungsi sebagai monumen itu kemudian di puncak gunung dibangun tujuh buah nisan dalam bentuk dan ukuran yang sama. Kompleks batu nisan ini pada saat sekarang diberi pagar kawat sebagai pengaman sekaligus penanda lokasi.

Naskah dan foto:a.sartono

Nisan-nisan penanda tujuh pertanyaan/permohonan Ki Ageng Giring kepada Ki Ageng Pemanahan, difoto: Selasa, 23 Juni 2016, foto: a.sartono Jalan setapak mendaki Gunung Pasar di Dlingo, Bantul, difoto: Selasa, 23 Juni 2016, foto: a.sartono Nisan-nisan di puncak Gunung Pasar Dlingo dalam lindungan pagar kawat berduri dan strimin, difoto: Selasa, 23 Juni 2016, foto: a.sartono EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 16-11-15

    Godlob Dipentaskan D

    Cerpen ini menarasikan dan menampilkan tokoh-tokoh yang berkubang dalam tragedi kemanusiaan berupa perang. Setting tempatnya adalah medan pertempuran... more »
  • 16-11-15

    Sawitri (2): Meningg

    Sawitri sangat kagum kepada pola pikir serta sikap hidup Setiawan dalam menghadapi tragedi kehidupan. Oleh karenanya dalam hati Sawitri berani... more »
  • 16-11-15

    Peresmian Patung Sap

    Untuk mengenang jasa Sapto Hoedojo, tepat pada hari pahlawan, 10 November 2015, di pelataran Giri Sapto, diresmikan patung Sapto Hoedojo. Patung ini... more »
  • 16-11-15

    Entek Alas Entek Oma

    Peribahasa ini bermaksud menggambarkan keadaan atau situasi tentang orang yang sudah kehabisan kekayaan atau harta sehingga ia tidak punya apa-apa... more »
  • 14-11-15

    Tapa Ngali Sebagai A

    Sebagai awalan dari rencana “merti sungai” oleh warga Dusun Glondong, Kelurahan Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, yang akan... more »
  • 14-11-15

    Selasa Kliwon Hari B

    Selasa Kliwon, 17 November 2015, kalender Jawa tanggal 4, bulan Sapar, tahun 1949 Jimawal, hari baik untuk berbagai macam keperluan. Namun tidak baik... more »
  • 14-11-15

    Karyawan PT Frisian

    Mereka sangat antusias belajar gamelan. Apalagi masing-masing kelompok, tidak hanya bermain gamelan, tetapi juga mencoba menembangkan syairnya, yaitu... more »
  • 14-11-15

    Museum Sonobudoyo Ul

    Bertepatan dengan hari jadi yang ke-80 tahun di bulan November 2015, Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta mengadakan program kunjungan gratis sehari... more »
  • 14-11-15

    Nasi Rawon Komplit T

    Dagingnya yang sangat empuk dengan bumbu rawon yang demikian meresap membuat lidah terlena karena nikmat. Kecambah segar menjadi penjeda yang kompak... more »
  • 13-11-15

    Buku Yang Menyingkap

    Buku ini membicarakan tentang sejarah, peranan (sumbangsih) dan eksistensi Banyumas, juga bahasa sebagai ciri khas pembeda dengan daerah lain. Tidak... more »