Tembi

Yogyakarta-yogyamu»SADAPAN AIR KAMIJORO, SENDANGSARI, PAJANGAN, BANTUL, SALURAN IRIGASI BESAR DI JOGJA SELAIN SELOKAN MATARAM

01 Jan 2008 02:39:00

Yogyamu

SADAPAN AIR KAMIJORO, SENDANGSARI, PAJANGAN, BANTUL:
SALURAN IRIGASI BESAR DI JOGJA SELAIN SELOKAN MATARAM

Persoalan air merupakan persoalan yang amit vital bagi kehidupan seluruh makhluk hidup. Tidak aneh jika ada pepatah yang mengatakan bahwa di mana ada air di situ terdapat kehidupan. Untuk itu pulalah manusia di atas bumi ini selalu berusaha mengelola keberadaan air untuk menunjang dan mensejahterakan kehidupannya.

Sungai Progo yang berhulu di Jawa Tengah dan mengalir ke selatan kemudian menjadi batas wilayah Kabupaten Sleman dan Bantul di sisi timur dan Kulon Progo di sisi barat telah lama dimanfaatkan airnya untuk kehidupan manusia. Entah itu untuk sarana transportasi, irigasi sawah dan kolam, maupun untuk keperluan lain. Keberadaannya telah menginspirasi banyak pemikir untuk menyadap airnya guna memberikan kehidupan yang lebih baik bagi wilayah-wilayah yang membutuhkan banyak pasokan air.

Tidak mengherankan jika Sungai Progo disadap airnya di daerah Bligo, Ngluwar, Magelang, Jawa Tengah untuk kemudian airnya dialirkan ke timur (Sleman) dan berakhir di Sungai Opak. Sebelum itu dilaksanakan, ada semacam kepercayaan yang beredar di masyarakat Yogyakarta (atau Jawa) yang menyatakan bahwa jika Sungai Progo dan Sungai Opak dapat dikawinkan, maka rakyat Yogyakarta akan makmur. Pada waktu itu hal semacam itu dirasa mustahil terjadi mengingat jarak kedua sungai itu cukup jauh (27-kilometeran). Akan tetapi ketika hal itu diwujudkan dengan pembuatan saluran atau Selokan Mataram, warga Yogyakarta pun akhirnya tersadarkan, kemakmuran akan segera terwujud. Buktinya, sekian ribu hektar sawah atau lahan bisa terairi dengan baik. Debit air tanah di sekitar aliran Selokan Mataram juga meningkat. Itulah kemakmuran.

Hal yang sama terjadi juga dengan dibangunnya selokan, intake, atau penyadapan air di bagian hilir Sungai Progo, yakni di Kamijoro, Sendangsari, Pajangan, Bantul. Penyadapan air di wilayah ini mampu menyuplai irigasi pada 11 kecamatan di wilayah Kabupaten Bantul. Sedangkan jumlah kecamatan di Kabupaten Bantul ada 17. Itu artinya hampir 80 prosen kecamatan di Bantul bisa diairi melalui penyadapan atau intake di Kamijoro ini. Penyadapan air di Kamijoro ini dilengkapi dengan gejlig atau pintu air yang dapat diatur dengan sistem buka-tutup dengan menggunakan sistem ulir pada poros besi yang disambungkan daun pintu air gejlig. Dengan demikian, distribusi air ke wilayah hilir dapat diatur dari tempat ini.

Sungai Progo dipilih untuk disadap airnya karena sungai ini dianggap memiliki debit air normal, yakni debit air rata-rata yang dihitung di musim kemarau. Selain itu, Sungai Progo juga mempunyai keletakan yang dekat dengan Kabupaten bantul. Sungai ini di bagian selatan memang menjadi pembatas wilayah Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo. Selain itu penyadapan dilakukan di Kamijoro karena Kamijoro memiliki posisi lebih tinggi dari kecamatan-kecamatan (11 kecamatan) lain di Bantul. Dengan demikian telah diperhitungkan bahwa air yang berasal dari Kamijoro akan mampu menjangkau 11 kecamatan tersebut.

Jika kita simak saat ini pada sadapan Sungai Progo di Kamijoro ini terdapat onggokan besi yang jika dilihat bentuknya menunjukkan bahwa onggokan besi-besi tua itu dulunya merupakan mesin pompa air. Onggokan mesin pompa yang tidak lagi berfungsi ini memiliki merk Ruston Lincoln, England. Menurut sumber setempat mesin pompa ini dulunya berfungsi untuk mengaduk dan menyedot endapan lumpur di mulut saluran penyadapan yang dilengkapai semacam kolam untuk pengendapan lumpur atau material lain.

Selain berfungsi untuk penyuplai air di wilayah Bantul, penyadapan air Sungai Progo di Kamijoro ini juga sering digunakan untuk tempat bersantai dengan memancing atau sekadar duduk-duduk menikmati keindahan Sungai Progo atau alam sekitar.

Pada sadapan Kamijoro ini juga terdapat prasasti peletakan batu pertama yang ditandatangani oleh Sri Sultan Hamengku Buwana VIII dan Residen Jogja yang bernama P.W. Jonquiere. Peletakan batu pertama itu terjadi tanggal 28 Februari 1924. Bunyi prasasti tersebut adalah sebagai berikut.

Op den 28 sten Februari 1924
weerd deze eerste steen gelegd door
Z.H. den Sultan van Djokdjakarta HB VIII
En
Den Resident van Djokdjakarta
P.W. Jonquiere

Foto dan teks: a. sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta