Tembi

Yogyakarta-yogyamu»RAMUAN JAMU CEKOK KULON KERKOP YOGYAKARTA, SUDAH EKSIS SEJAK 1875

01 Jan 2008 07:54:00

Yogyamu

RAMUAN JAMU CEKOK KULON KERKOP YOGYAKARTA:
SUDAH EKSIS SEJAK 1875

Ramuan herbal untuk pengobatan sudak dikenal masyarakat Jawa sejak zman lampau. Ramuan herbal seperti itu oleh masyarakat Jawa dikenal dengan nama jamu yang dalam bahasa krama disebut jampi. Pengertian jamu kurang lebih sama dengan pengertian obat.

Salah satu tempat di Yogyakarta yang menyediakan ramuan herbal atau jamu ini adalah sebuah kios jamu yang dikenal dengan nama Kios atau Warung Jampi Asli Jamu Cekok Kulon Kerkop yang beralamatkan di Jl. Brigjend. Katamso no. 132 Kampung Dipowinatan, Kalurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta Dinamakan Warung Jamu Cekok Kulon Kerkop karena tempat ini dulunya berdekatan dengan kerkop (kerkoff ‘kuburan orang Belanda) yang kini menjadi kompleks Purawisata.

Penamaan Kulon Kerkop lebih mengacu pada pengertian lokasi keberadaan warung, bukan nama warungnya itu sendiri. Penamaan Kulon Kerkop sebenarnya ditujukan untuk lebih memudahkan orang untuk datang atau mendatangi lokasi penjualan jamu yang dimaksud.

Cekok adalah sistem pengobatan atau pemberian ramuan jamu yang dilaksanakan dengan mengucurkan perasan ramuan jamu ke dalam mulut seseorang. Biasanya dalam melaksanakan pengobatan dengan sistem cekok ini orang yang dicekoki cenderung tidak mau meminum sendiri ramuan jamunya dengan berbagai alasan. Umumnya orang-orang yang dicekoki adalah anak-anak atau balita. Hal ini dilakukan karena hampir semua balita tidak menyukai rasa jamu yang agak pahit atau getir.

Untuk melaksanakan pencekokan biasanya tangan, kaki, dan kepala balita dipegangi. Sedangkan mulutnya dibuka dengan paksaan. Ketika mulut balita tersebut terbuka, maka ramuan jamu cekok yang telah dibungkus dalam kain penyaring dalam bentuk bulat sebesar bola pingpong diperas, air perasaanya dikucurkan ke dalam rongga mulut balita tersebut. Akibatnya balita yang dicekoki umumnya menangis. Kecuali itu, air perasaan jamu cekok akan meluncur ke dalam kerongkongannya. Oleh karena proses pemasukan air ramuan jamu cekok ini dengan cara dipaksakan atau terpaksa, balita yang bersangkutan biasanya akan sedikit tersedak. Selain itu, dapat dipastikan balita tersebut menangis karena merasa disakiti.

Jamu Cekok Kulon Kerkop ini diam-diam ternyata telah berusia hampir dua abad. Usia yang tidak main-main. Warung ini ternyata telah berdiri sejak tahun 1875. Pendirian warung jamu ini semula dirintis oleh Kertowiryorahardjo. Untuk mendapatkan bahan-bahan ramuan jamunya Kertowiryorahardjo terpaksa membelinya di Demak. Ia harus menempuh perjalanan ke sana selama 3 hari tiga malam dengan berjalan kaki. Maklum, saat itu transportasi dengan kendaraan bermesin dari Yogya ke Semarang-Demak nyaris belum ada. Jalanan menuju ke sana pun masih berupa jalan tanah (setapak). Bayangkan sendiri jika Anda melakukan hal yang sama. Betapa letih dan pegalnya ! Hal seperti itu terpaksa dilakukan Kertowiryorahardjo karena bahan-bahan jamu yang ada di Yogyakarta waktu itu tidak sekomplet di Demak.

Dari sekian resep jamu yang dijual di Warung Jamu Cekok Kulon Kerkop ini, Jamu Cekok-lah yang paling banyak dicari orang. Jamu Cekok yang biasa dicari biasanya adalah jamu yang ditujukan untuk mendongkrak nafsu makan anak-anak, mengobati cacingan, batuk, sawan, pilek, dan demam.

Jika kita membawa balita ke tempat ini dan mengatakan tentang keluhan penyakitnya, maka tukang jamunya akan dengan cekatan meramu sekian komponen jamu sebagai sarana bagi pengobatannya. Perlu diingat bahwa jamu di tempat ini disediakan dalam keadaan segar (basah). Jadi, jika ramuan jamunya tersisa maka akan dibuang. Hal ini dilakukan karena jamu basah memang tidak bisa bertahan lebih dari satu hari.

Zaelali (76) selaku pewaris generasi ke empat dari usaha jamu ini menyatakan bahwa untuk membuat ramuan jamu dia mesti jeli mengamati cuaca. Jika cuaca mendung dan potensial untuk turun hujan ia akan mengurangi volume pembuatan jamu. Sebab jika turun hujan umumnya pasien yang datang juga sedikit. Demikian pula sebaliknya.

Menurut Zaelali jika dihitung rata-rata dalam seharinya ada 50-an anak balita yang dicekokkan di warung jamunya. Jika satu porsi jamu cekok dipatok harga Rp 2.000,-, maka pendapatan yang diperolehnya dalam sehari adalah Rp 100.000,-. Itu belum termasuk pendapatan dari penjualan jamu yang digunakan untuk orang dewasa dan ramuan-ramuan jamu yang dibawa pulang.

Zaelali sendiri tidak tahu mengapa dari sekian resep jamu yang diwarisinya itu hanya jamu cekoklah yang paling laris atau dipercaya cespleng oleh pelanggan. Mungkin itu memang rahasia resep andalan yang diwariskan oleh moyangnya, Kertowiryorahardjo. Tentu saja hal ini sangat disyukuri oleh Zaelali yang kini mempekerjakan 4 orang karyawan di warungnya. Bahkan menurut pengakuan beberapa pasien mereka lebih senang meminumkan jamu cekok untuk mengobati penyakit anak-anaknya daripada obat produk pabrik yang sarat dengan bahan kimia. Mereka cemas dengan berbagai dampak yang ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia tersebut. Terbukti juga banyak pasien yang sudah kebal obat pabrik masih bisa tertolong dengan jamu produksi Kulon Kerkop ini.

Satu hal yang istimewa dari warung ini adalah sifat kesederhanaannya. Demikian bersahaja. Warung berukuran mungil sekitar 1,60 m x 4 m ini dapat dikatakan minim polesan. Tampil apa adanya sehingga mengesankan kejadulannya. Kesederhanaan itu merambah juga dalam sistem pembayarannya yang demikian murah. Itu pun jika pelanggan terpaksa ngutang masih tetap diikhlaskan. Bisa dibayar ketika minum jamu lagi di kemudian hari. Tidak perlu agunan atau jaminan. Lho ? Memang. Demikian bersahaja dan nyedulur dengan pelanggannya. Membayar kurang boleh mengutang. Hebat kan ?!

Selain jamu cekok untuk balita, di Warung Jamu Cekok Kulon Kerkop yang juga dilengkapi dengan papan identitas Jampi Asli Lama ini juga menyediakan menu-menu jamu untuk dewasa yang jika dihitung jumlahnya lebih dari 30 jenis ramuan. Mulai dari galian pria, galian wanita, pegel linu, watukan, cabe puyang, kunir asem, pahitan, dan sebagainya.

Zaelali menegaskan bahwa ramuan jamunya sama sekali tidak ditambahi unsur bahan kimia. Semuanya herbal alami. Selain itu ia menegaskan bahwa ia tidak buka cabang. Warung jamunya mulai buka sejak jam 06.00 – 20.00 WIB. Bagi Anda yang ingin berbadan sehat, bergairah, hilang letih lelah dan merasa greng, mungkin ada baiknya juga Anda sesekali mencoba jamu Kulon Kerkop ini. Siapa tahu Anda cocok.

foto dan teks : a. Sartono k.




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta