(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-59)

Ada kalanya sebuah dolanan tidak dikenal di suatu daerah tertentu, tetapi dikenal oleh daerah lainnya. Hal itu sering terjadi di masyarakat Jawa yang memiliki wilayah cukup luas, mulai di DIY, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur. Begitu pula dengan sebuah nama dolanan Sekitan yang jamak dimainkan oleh anak-anak di wilayah Kabupaten Sragen, Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah, tempo dulu sekitar dekade 1970-an, adalah hal biasa. Berdasarkan pengalaman penulis ketika kecil, dolanan ini hampir merata dimainkan oleh anak-anak di berbagai tempat di wilayah ini. Namun begitu, kiranya dolanan ini tidak ditemui di daerah Yogyakarta. Begitu pula kata ini juga tidak dijumpai di kamus Jawa. Biarpun tidak ditemui bukti tertulis, tetapi suatu masyarakat pernah memainkannya.

Sementara dolanan yang mirip dengan Sekitan adalah Jethungan atau Dhelikan. Ketiganya mengandung unsur permainan berlari dan bersembunyi. Hanya bedanya, dalam dolanan Sekitan, menggunakan alat bantu kreweng (pecahan Tembikar), sementara dolanan Jethungan atau Dhelikan, tidak menggunakan alat bermain berupa kreweng. Cara mengawali pun sama, dengan hompimpah dan dilanjutkan dengan sut.

Dolanan Sekitan dan dolanan yang sejenisnya, juga biasa dimainkan pada waktu masih terang, baik pagi, siang, dan sore hari. Kadang dimainkan pada malam hari, ketika bulan purnama. Sementara anak-anak yang bermain, memang didominasi oleh anak laki-laki. Tetapi kadang-kadang anak perempuan juga ikut bermain, walaupun dolanan ini lebih membutuhkan kekuatan fisik berlari dan kekuatan mental. Usia bermain sekitar 7—12 tahun, sebaya usia anak SD. Waktu libur bisa memainkan dolanan ini setiap saat. Jika waktu sekolah, biasanya mengambil waktu di siang hari atau sore hari. Waktu malam hanya diambil jika saat bulan purnama dan cuaca cerah.

Dolanan ini, berdasarkan pengalaman penulis masih sering dimainkan oleh anak-anak setempat di sekitar tahun 1970-an hingga 1980-an. Dekade sebelumnya juga sudah banyak dimainkannya. Hanya di dekade 1990-an hingga sekarang, sudah sangat jarang dimainkan, setelah banyaknya tuntutan kegiatan sekolah, banyaknya pilihan dolanan modern dan berkembangan hiburan televisi dan media elektronik lainnya.

Nama Sekitan sendiri diambil dari kata Sekit yang mendapat akhiran /-an/. Kata sekit biasa dipakai untuk menebak anak yang diketahui sembunyinya. Misalkan pemain A bersembunyi, kemudian tertebak pemain dadi. Maka pemain dadi akan berkata, “Sekit A”. Dari sinilah kemudian terkenal dengan nama dolanan Sekitan.

Tempat yang dipakai untuk bermain Sekitan umumnya harus luas dan banyak tempat sembunyi. Bisa dimainkan di halaman kebun, halaman depan, atau di tanah lapang. Yang jelas, tempat untuk menaruh kreweng harus di tempat yang datar dan cukup luas. Sementara tempat sembunyi di sekeliling tempat bermain bisa berupa pohon, semak-semak, kandang, rumah, meja kursi, dan sebagainya. Dolanan ini, minimal dimainkan oleh 3 anak, dan idealnya dimainkan sekitar 7 atau 8 anak. Jika terlalu banyak, kasihan pemain dadi. Kalau terlalu sedikit, kurang ramai suasananya.

Dolanan ini memerlukan alat bermain berupa kreweng (pecahan Tembikar). Setiap anak bisa membawa 1 alat gacuk, jika pemainnya banyak. Namun bisa pula setiap anak membutuhkan 2 atau 3 gacuk, jika yang bermain hanya 3 anak. Sedikit banyaknya gacuk yang dipakai sesuai dengan kesepakatan bermain dengan temannya. Kreweng-kreweng itu bisa dicari di sekitar rumah dan tidak usah membeli. Selain itu, anak-anak membutuhkan tempat bermain dengan ukuran luas sekitar 8 x 10 meter. Di sekitar teman bermain tersebut, juga harus banyak terdapat tempat sembunyi (seperti yang diuraikan di atas). Fungsi tempat bermain dengan ukuran 8 x 10 meter tersebut tempat anak-anak melempar kreweng-kreweng, sebelum permainan sembunyi dimulai.

Apabila anak-anak sudah siap bermain Sekitan, maka mereka harus berkumpul di lokasi bermain. Misalkan ada 8 anak, yaitu pemain A, B, C, D, E, F, G, dan I. Mereka masing-masing harus sudah menyiapkan 1 buah kreweng dengan ukuran bebas (biasanya diameter sekitar 5-10 cm, bisa bulat atau persegi).

bersambung

Suwandi

Berdasar Pengalaman Pribadi




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta