- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Bale-dokumentasi-aneka-rupa»SENTRA BATIK DI KABUPATEN BANTUL BATIK (12)
24 Feb 2009 11:04:00Ensiklopedi
SENTRA BATIK DI KABUPATEN BANTUL
BATIK (12)
Bantul adalah sebuah kabupaten di propinsi DI. Yogyakarta yang letaknya di sebelah selatan Yogyakarta. Semasa kerajaan Mataram dulu, Bantul termasuk salah satu wilayah kekuasaan kerajaan Mataram Islam. Letak sebagian kerajaan Mataram Islam khususnya di Pleret dan Kerta secara administrasi, sekarang masuk wilayah Kabupaten Bantul. Ketika kerajaan Kasultanan Yogyakarta, sebagai salah satu pewaris kerajaan Mataram Islam bertahta, Bantul juga masih menjadi wilayah kekuasaan kerajaan tersebut. Tidak ayal jika budaya di wilayah Bantul masih sama dengan budaya Kraton Kasultanan (Dinasti Mataram Islam) walaupun mengalami variasinya. Salah satu hasil budaya Bantul yang masih secorak dengan budaya wilayah kerajaan setempat adalah batik.
Batik yang berkembang di wilayah Bantul jelas tidak bisa dipungkiri merupakan perkembangan batik Kraton Yogyakarta. Sebab awal mulanya tradisi membatik berasal dari kraton yang berkembang ke wilayah sekitarnya. Beberapa wilayah di Bantul yang sampai saat ini menjadi sentra batik di antaranya adalah daerah Imogiri, Pandak, dan Pleret.
Imogiri adalah sebuah kecamatan yang terletak di sebelah timur Kabupaten Bantul. Daerah ini selain menjadi sentra kerajinan batik, juga terkenal dengan makam raja-raja Dinasti Mataram, terutama dari Kerajaan Kasunanan Surakarta dan Kerajaan Kasultanan Yogyakarta. Di tempat ini juga terkenal dengan minuman khas, yakni wedang uwuh dan sentra gurah. Kaitannya dengan sentra batik, di tempat ini juga berdiri sebuah Museum Batik yang lebih dikenal dengan nama Museum Batik Joglo Ciptowening Imogiri.
Daerah Imogiri yang terkenal dengan tradisi batiknya adalah Desa Wukirsari dan Girirejo. Kedua desa ini sudah mengenal tradisi membatik sudah sejak lebih dari satu abad yang lalu. Apalagi daerah tersebut dekat dengan kerajaan kuno di Kotagede, Pleret, dan Kerta sehingga tidak mustahil jika budaya membatik sampai ke daerah tersebut. Begitu pula ketika masa kerajaan tersebut masih jaya, kebutuhan akan sandang dari batik bagi para bangsawan kerajaan cukup tinggi sehingga membuat masyarakat umum ikut terlibat dalam pembuatan batik.
Walaupun tradisi membatik sudah hidup di daerah ini, bukan berarti mereka adalah para pengusaha batik. Sebab modal untuk membuat batik termasuk besar, sehingga kebanyakan dari mereka hanyalah sebagai buruh pembatik. Biasanya mereka mengambil kain mori sebagai bahan dasar membatik dari para pengusaha bermodal besar. Dari bahan inilah, kemudian para wanita pembatik kelompok rumah tangga mengerjakan proses membatik. Proses membatik yang dikerjakan hanyalah sampai proses nyerat yakni membatik pola dengan malam. Setelah itu kain yang telah dibatik dengan malam dijual kepada para pengusaha yang nantinya akan dilanjutkan dengan proses lainnya. Biasanya proses pencelupan dilakukan di daerah lain, bisa jadi ke kota Yogyakarta, karena mayoritas perajin batik di Imogiri belum banyak mengenal proses pencelupan.
Dari membatik pola dengan malam inilah para pembatik mendapatkan hasil jerih payahnya untuk satu lembar kain sekitar Rp 75.000 yang dikerjakan dua minggu hingga dua bulan, tergantung kerumitan motif yang dikerjakan. Sementara hingga saat ini hanya ada 2 pengusaha batik di wilayah Imogiri yaitu Ibu Sarjuni dan Ibu Sumarman. Sementara harga jual batik tulis khas Imogiri saat ini rata-rata sekitar Rp 100.000—Rp 300.000 per lembar. Pada umumnya kualitas batik tulis Imogiri cukup bagus dan tidak kalah dengan daerah lain, namun biasanya motif-motif batik dari daerah ini bukan motif-motif yang biasa dipakai oleh para bangsawan kerajaan Mataram baik Surakarta maupun Yogyakarta. Motif-motif batik khas Imogiri termasuk daerah Bantul lainnya seperti motif semen (modifikasi bentuk daun-daunan), ceplok (berbentuk bulat-bulat), geometri, nitik, gringsing, dan lereng. Sementara pewarnaan lebih ke warna biru karena menggunakan pewarna bahan-bahan alami seperti dari daun indigo.
bersambung
Teks dan foto : Suwandi
Artikel Lainnya :
- 5 April 2011, Djogdja Tempo Doeloe - PROSESI PEMAKAMAN SULTAN HAMENGKU BUWANA VIII, 1939(05/04)
- Pia Utopia Fellini Wajib Kunjung di Ruang Khusus Setiap Bangun Tidur(05/02)
- DOLANAN JIRAK-2 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-56)(29/03)
- 6 Nopember 2010, Jaringan Museum - SENAM BARAHMUS DI MUSEUM TANI JAWA INDONESIA(06/11)
- 25 Oktober 2010, Klangenan - MENGINGAT (INGAT) MALIOBORO(25/10)
- 25 September 2010, Kabar Anyar - KESAKSIAN ROMO DANANG ATAS KEHANCURAN, TAPI MASIH ADA ASA(25/09)
AYAM BAKAR SUKA-SUKA BACIRO YOGYAKARTA(23/03) - PAKAIAN PRIA JAWA MASA LALU (ABAD 18)(19/01)
- AYAM PANGGANG 3 BERKU(23/08)
- Bima Kandawa Mengajarkan Pancasila(02/06)