Bima Kandawa
Mengajarkan Pancasila

Untuk memperingati hari kesaktian Pancasila, Dewan Pimpinan Propinsi, Lembaga Pemantau Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta (DPP.LP3.NKRI.DIY), mengadakan pentas wayang kulit purwa di Tembi Rumah Budaya pada Kamis malam, 31 Mei 2012 dibawakan oleh dalang Ki Jumadi dari Piyungan Bantul Jogyakarta. Sebelum pentas wayang dimulai, ditempat yang sama diadakan seminar dan sarasehan Kebangsaan dengan tema Pancasila Sebagai Jati Diri dan Pemersatu Bangsa.

Dalam rangkaian acara peringatan hari Kesaktian Pancasila, Dewan Pimpinan Nasional LP3NKRI, Bapak Prof. Drs. Resi Seto Sunarto P, SH. MH. MM. Ph.D sebagai ketua umum mengatakan: berdasarkan azas filosofis-ideologis Pancasila sebagai dasar negara dan terumus dalam Pembukaan UUD 45. Sesungguhnya secara filosofis-ideologis-konstitusional, bangsa Indonesia menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan, dalam tatanan negara proklamasi, sebagai NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

Sebagai motivasi dari apa yang terkandung dalam perjuangan LP3NKRI, dapat menyegarkan kembali tentang negara dan wawasan kebangsaan memaknai adanya 4 pilar: Pancasila, UUD 45, konsepsi Bhineka Tunggal Ika serta demokrasi kemandirian Indonesia dalam bingkai NKRI, hal ini berarti bahwa moral dan etika kebangsaan berdasarkan Pancasila.

Berkait dengan keprihatinan yang ada, pentas wayang kulit dengan Cerita Bima Kandawa ini diharapkan agar seluruh komponen bangsa kembali kepada empat pilar utama menuju bangsa yang besar dan sejahtera.

Bima Kandawa Mengajarkan Pancasila
‘Bima Kandawa sedang mengajarkan lima laku utama kepada Anoman, Gatotkaca dan Antareja’

Lain di Indonesia, lain pula di Hastinapura. Prabu Duryudana, raja Hastinapura mengadakan pasowanan agung. Dipasowanan tersebut secara terbuka Prabu Duryudana mengungkapkan kecemasannya dan rasa tidak tentram kepada Patih Sengkuni, Pandita Durna dan Adipati Karno serta para narapraja lainnya. Kecemasan dan ketidak tentraman tersebut dikarenakan keberadaan Bima yang menjadi pandita dengan gelar Bima Kandawa di lereng gunung Jamurdipa. Bagi Duryudana, apa yang dilakukan Bima Kandawa hanyalah sebuah strategi untuk menghimpun kekuatan melalui para murid-murid yang berguru kepadanya.

Semakin banyak orang yang datang dan berguru kepada Bima akan semakin besar pulalah kekuatan Bima. Sekiranya kekuatan itu semakin besar dan kuat, tidak mustahil akan mengancam keberadaan dirinya dan negara Hastinapura. Oleh karenanya Prabu Duryudana memerintahkan kepada tiga pembesar negeri, untuk segera menyingkirkan Bima, sebelum kekuatan itu menjadi besar. Dipimpin oleh Adipati Karno, Durna, Sengkuni dan para prajurit Hastina, mereka berbaris menuju gunung Jamurdipa, tempat Bima menjadi pandita.

Bima Kandawa Mengajarkan Pancasila
‘Arjuna mengungkapkan kesedihannya kepada Gareng, Semar, Petruk dan Bagong karena kepergian Bima kakaknya’

Apa yang di cemaskan Duryudana ternyata tidak beralasan, setelah melihat dari dekat apa yang dilakukan Bima Kandawa. Menurut para murid yang diantaranya terdiri dari seorang raja (Raden Gatotkaca raja Pringgandani), sorang resi (Anoman, resi Kendalisada) dan seorang ksatria (Raden Antareja, ksatria Jangkar Bumi), Bima tidak menghimpun kekuatan untuk menyerang negara Hastinapura, tetapi Bima Kandawa mengajarkan ilmu yang berisi lima laku utama yang seharusnya dimiliki oleh para murid khususnya dan para kawula pada umumnya.

Lima laku utama tersebut adalah : (1) Menyembah Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing, (2) Mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi, tidak membeda-mbedakan dan memandang derajat, pangkat serta golongan. (3) Berusaha selalu bersatu padu dengan seluruh kawula dari berbagai komponen (4) Dalam menghadapi berbagai permasalahan, perlu dirembug melalui para wakil-wakil yang dapat dipercaya untuk mencapai kata sepakat, tanpa merugikan pihak manapun. (5) Para murid hendaknya menjadi ujung tombak untuk berjuang mewujudkan keadilan dan kemakmuran yang merata bagi seluruh kawula.

Walaupun apa dilakukan Bima Kandawa tidak seperti yang dituduhkan Duryudana, tetap saja Durna, Sengkuni, Adipati Karno menginginkan Bima Kandawa pergi meninggalkan lereng gunung Jamurdipa. Dikarenakan Bima tetap bertahan, Durna dengan penuh nafsu menusukan pusaka Cundamani ke dada Bima. Bima jatuh, sukma Bima meninggalkan raganya. Durna serta utusan Duryudana yang lain bersorak gembira melihat Bima tak berdaya.

Bima yang pergi tanpa pamit, membuat cemas dan bingung saudara-saudaranya. Puntadewa sebagai saudara tua Bima, mencemaskan keselamatan Bima yang hingga saat ini tidak ada kabar beritanya. Dibantu oleh Baladewa, Puntadewa meninggalkan kerajaan Amarta untuk mencari Bima. Tidak ketinggalan pula adik Bima yang bernama Arjuna, diikuti oleh Semar, Gareng Petruk Bagong. kesemuanya cemas mencari Bima.

Dalam kecemasan dan kebingungan karena belum menemukan Bima, Prabu Puntadewa dan Prabu Kresna berubah menjadi raksasa sebesar gunung. Sedangkan Baladewa berubah menjadi ular naga. Di tengah perjalan mereka bertemu dengan Arjuna dan keempat panakawan.

Bima Kandawa Mengajarkan Pancasila
Saat akhir pentas wayang kulit purwa, seorang dalang memainkan wayang golek. Wayang golek adalah sanepa dari kata ‘nggoleki’ atau mencari. Mencari makna dan nilai positif yang ada, untuk menyongsong hari baru, bersamaan dengan terbitnya matahari pagi.

Dikisahkan, Durna setelah berhasil memperdayai Bima, bertemu dengan dua raksasa besar dan ular naga. Durna ketakutan dan lari kembali ke tempat Bima yang tak berdaya. Dalam ketidakberdayaannya dapatkah Bima berbuat sesuatu untuk menyelamatkan Durna yang adalah gurunya?

Jika Bima tak berdaya, lalu bagaimana dengan ajaran lima laku utama yang telah ditanaman kepada murid-muridnya? Bukankah murid-murid Bima Kandawa terdiri dari raja, resi dan ksatria? Dimanakah mereka sekarang?

Masih hidupkah?

Ataukah mereka telah lupa lima laku utama yang pernah diajarkan oleh Bima Kandawa?

foto dan tulisan: herjaka HS




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta