Dolanan Layangan-2
(Permainan Anak Tradisional-78)
Bahkan sekarang ini, dolanan layang-layang bukan hanya sebagai permainan saja, tetapi sudah menjadi suatu hobi bagi penggemarnya. Banyak kelompok yang bermain layangan bermunculan, salah satunya adalah kelompok “Le Tong Kite” yang muncul di Yogyakarta. Kelompok lain bernama Persatuan Olahraga Seni Layang-Layang Mataram (PORSELAM). Kita yakin setiap daerah memiliki kelompok bermain layangan dengan nama yang beragam pula. Mereka berpandangan, dolanan layangan bukan hanya sebagai permainan belaka, tetapi sudah mengarah pada keindahan bentuk. Mereka berusaha mendesain berbagai bentuk layangan seindah mungkin untuk memuaskan batin. Mereka akan semakin senang apabila banyak orang melihat keindahan layangan hasil kreasi yang diterbangkan. Bahkan sekarang sering diadakan lomba atau festival layang-layang.
Di Yogyakarta, dolanan layangan ini sering disebut “Ngundha Layangan”. Ngundha berarti menaikkan layang-layang ke udara. Dalam permainan ini, memang hanya sebagai hiburan, artinya tidak diadu dengan layangan lain. Biasanya apabila layangan diberi ekor, maka sebagai tanda bahwa layangan itu hanya diudarakan saja. Lawan sudah tahu kode itu dan tidak akan menyangkutnya. Sementara jika layangan tidak ada ekornya, pertanda siap diadu dengan layangan lain, istilah lainnya “sangkutan” atau “uluran”. Inilah serunya bermain layangan. Layangan yang diadu, kemenangan biasanya ditentukan oleh bagusnya benang atau pandainya si pemain layangan. Penentu lain adalah jenis layangan dan pengaruh angin. Jika keempatnya mendukung biasanya layangan akan menang tarung. Jika ada layangan yang putus, maka keasyikan sendiri bagi anak-anak yang memperebutkan layangan putus. Sampai jauh pun kadang dikejar bersama-sama. Siapa cepat dia dapat. Kadang-kadang anak-anak tidak lupa membawa genter atau stik kayu panjang agar mendapatkannya.
Istilah dalam dolanan layangan pun beraneka ragam, seperti: rongeh, bering, ngethek, nyiruk mbacut, dan sebagainya. Sementara motif gambar layangan juga bermacam-macam, seperti: Jalak Uren, Kathokan, Kalungan, Gethuk Mambu, Srempangan, Iket-Iketan, Kotangan, Encik-encikan, Semarangan, dan lain sebagainya. Setiap pemain layangan bebas memilih motif gambar sesuai dengan selera. Layangan itu termasuk yang sederhana. Sedangkan yang modern, biasanya dibuat bersusun, besar, dan inovatif.
Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa anak-anak masyarakat Jawa sudah mengenal dolanan ini sebelum tahun 1939-an. Bahkan di zaman pemerintahan raja Jayabaya, seperti tercantum dalam “Babad Jaman Kediri”, dikisahkan bahwa telah ada layangan besar dilukis dan dibuat oleh pelukis besar Prabangkara. Layangan tersebut dalam menerbangkan Prabangkara ke angkasa. Setelah sampai di tanah, sang pelukis menceritakan pengalamannya. Setidaknya dari cerita itu konsep layangan sudah ada sejak zaman Kediri.
bersambung
Suwandi
Sumber: 33 Permainan Tradisional yang Mendidik, Dani Wardani, 2010, Yogyakarta: Cakrawala; Permainan Tradisional Jawa, Sukirman, 2004, Yogyakarta: Kepel Press; Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Batavia; Pengamatan dan Pengalaman Pribadi
Artikel Lainnya :
- CANDI DONOTIRTO CANDI DI TENGAH KOTA JOGJA(11/01)
- 26 Februari 2011, Denmas Bekel(26/02)
- ANCAMAN DAN BERKAH DARI BANJIR LAHAR DINGIN DI JOGJA(24/11)
- Paririmbon Sunda (05/12)
- 23 Juli 2010, Kabar Anyar - MUSEUM MENJADI OBJEK JURNALISTIK KAUM MUDA(23/07)
- 23 September 2010, Kabar Anyar - ENERGI GARIS NASIM(23/09)
- Konser 17 Tahun Glenn Fredly Menangis(07/09)
- SEGO GODOG MBAH COKRO(03/08)
- Dewi Sinta(16/09)
- ANCAK-ANCAK ALIS-1 (DOLANAN ANAK TRADISIONAL-15)(18/08)