SIMON HATE DALAM 'PERCERAIAN ADAM DAN HAWA'

SIMON HATE DALAM 'PERCERAIAN ADAM DAN HAWA'Menyebut nama Simon Hate, orang tidak akan segera mengenalnya. Apalagi anak-anak muda, yang baru memulai kegiatan kesenian. Namun bukan berarti nama Simon Hate tidak dikenali. Seniman di Yogya, khususnya sastra dan teater, setidaknya yang aktif pada tahun 1980-an, pastilah mengenal nama Simon Hate. Aktivis LSM, biasanya mengenal nama Simon Hate. Karena setelah tidak lagi aktif di teater, dia lebih banyak melakukan kegiatan sosial melalui LSM.

Rupanya sebagai penyair, Simon Hate, selain masih menyimpan puisi-puisi yang pernah dituliskan, dia masih ‘rajin’ menulis puisi, setidaknya disela-sela kesibukannya di LSM. Sejumlah puisinya dikumpulkan dalam antologi puisi yang berjudul ‘Perceraian Adam dan Hawa’.

Untuk kembali ‘menghadirkan’ Simon Hate ditengah pergaulan sastra dan kebudayaan, sejumlah temannya yang aktif di teater Dinasti, menyelenggarakan pembacaan puisi-puisi Simon Hate, Jum’at (2/12) lalu di Karta Pustaka, Jalan Bintaran, Yogyakarta.SIMON HATE DALAM 'PERCERAIAN ADAM DAN HAWA'Teman-temannya yang membacakan puisi-puisi karya Simon ialah, Isti Nugroho, Eko Winardi, Agus Istianto, Bambang Susiawan, Joko Kamto. Selain itu kawan karib Simon, bahkan seniornya, yaitu Halim Hade, ikut membacakan puisi Simon. Kalangan muda yang ikut membacakan dan bukan dari Dinasti dan tidak mengenal Simon Hate sebelumnya, kecuali saat akan membacakan puisinya malam itu, Naomi Srikandi, ikut tampil membacakan puisi Simon Hate.

“Barangkali saya yang kuper, sehingga saya tidak mengenal mas Simon sebelumnya” kata Naomi mengawali sebelum membacakan puisi Karya Simon.

Bagi anak muda yang tidak mengenal Simon Hate dan hadir dalam acara pembacaan puisi-puisi karya Simon Hate, kesaksian Emha Ainun Najib, sahabat dekat Simon, barangkali bisa mulai mengenal siapa gerangan Simon. Kesaksian Emha disampaikanSIMON HATE DALAM 'PERCERAIAN ADAM DAN HAWA'dalam bentuk rekaman audio visual, karena yang bersangkutan tidak bisa hadir, sebab sedang berada di luar kota.

Menurut Emha Ainun Najib, Simon tidak punya kebutuhan untuk dihormati, bahkan dia tidak punya kebutuhan untuk diakui. Jangankan sebagai penyair, sebagai Simon sendiri saja dia tidak harus diakui. Maka dia tidak pernah memperjuangkan diri, tidak pernah menonjol-nonjolkan diri, bahkan dia tidak berkarier dibidang kepenyairan.

“Yang utama pada Simon itu karena dia sanggup memerdekan diri dari gejala-gejala dunia yang berlangsung, yang pasti dia masuk pada kesanggupan dia untuk memilih menjadi seperti dia yang ada sekarang ini. Kesanggupan untuk merdeka, kemerdekaan transendensial, kesanggupan untuk menjadi manusia sebagaimana dia yakini dan pilih. Jadi saya kira, nomor satu pada Simon adalah kebenaran dia dalam memilih nilai yang diaSIMON HATE DALAM 'PERCERAIAN ADAM DAN HAWA'jalankan. Dan dia menjalani pilihannya itu dengan sungguh-sungguh. Setia menjalani berpuluh-puluh tahun. Setia dalam keadaan sehat dalam sakit seperti tahun-tahun terakhir. Dan dia tidak pernah menagih terhadap siapapun karena dia ikhlas terhadap apapun” kata Emha.

Sebagai penyair sekaligus aktivis, Simon agaknya mulai menyadari, bahwa zaman sudah berubah dan tidak lagi bisa disikapi dengan pandangan lama. Melalui puisinya yang berjudul ‘Potret Diri 2004’, Simon seperti telah menyadari akan ‘kekalahan’ dirinya, atau kekalahan bagi para aktivis dan pejuang. Mari kita dengarkan puisi Simo Hate yang berjudul ‘Potret Diri 2004’:

Aku tak bisa lagi melawan!
Aku tergantung kepada tuan-tuan!
Aku sendiri di Jakarta
Di depan computer:
e-mail, internet, English
Istri dan anak di Yogya:
Apa kabar? Apakah si bungsu masih demam?

Kucoba menulis article, concept paper, project proposal,
curriculum vitae!
Kucoba menjual diri!
Di Jakarta: everything is allright!
Apakah masih ada
panggilan sejarah?
Bangsa ini sedang terpuruk, Bung!
Apakah masih mungkin:
Go to hell with your aid!
Sementara anak sakit dan butuh biaya sekolah,
istri mengirim short message service
belanja bulan ini kapan dikirim?

Tak guna lagi tanda tanya, sayang
Kepalaku sudah penuh teka-teki:
Tanda seru!

Martabat terlalu mahal sekarang
kita sudah jadi eksemplar:
angka dalam statistik buku
laporan hasil program pembangunan!

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta