Tembi

Yogyakarta-yogyamu»PASAR NITEN BARU, PASAR TRADISIONAL BERGAYA MODERN

21 Jan 2009 09:17:00

Yogyamu

PASAR NITEN BARU: PASAR TRADISIONAL BERGAYA MODERN

Secara resmi pedagang atau bakul di Pasar Niten, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul berpindah lokasi ke Pasar Niten Baru pada 23 Desember 2008. Pasar Niten Baru ini menempati tanah milik kas desa, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Semula tanah kas desa ini lebih sering digunakan untuk lahan penanaman tebu. Lahan yang berada di sisi timur Jalan Raya Bantul dan di sisi utara aliran Sungai Winongo ini kini menjadi pasar yang lebih strategis, luas, bersih, dan rapi dibandingkan Pasar Niten Lama.

Rata-rata pedagang atau bakul merasa senang dengan adanya Pasar Niten Baru ini. Mereka merasa lebih nyaman menempati lokasi yang bersih dan tertata rapi. Sekalipun demikian, ada juga yang mengeluh karena pendapatan mereka turun drsatis begitu menempati lokasi pasar yang baru. Hal ini bisa dimaklumi karena perpindahan lokasi biasanya juga berpengaruh pada volume transaksi. Di balik keluhan itu mereka tetap menyimpan optimisme yang besar bahwa di kemudian hari omset atau pendapatan mereka pasti meningkat. Tempat yang baru selalu membutuhkan adaptasi baru. Demikian argument mereka. Itu sesuatu yang wajar.

Pasar Niten Baru yang dibangun dengan bangunan modern ini menurut Mehdiyono (48) selaku Koordinator Pasar Niten Baru berasal dari dana APBN. Hal itu terlaksana karena berkat perjuangan Bupati Bantul, Drs. H. Idham Samawi. Hal itu ditempuh Pemda Bantul karena melihat kondisi Pasar Niten Lama yang sudah tidak memadai dan representative sebagai pasar tradisional yang sehat dan nyaman. Apa yang dilakukan Pemda Bantul ini mendapat sambutan yanga hangat dari sebagian besar dari para pedagang atau bakul. Selain itu masyarakat di sekitar Pasar Niten Baru pun menyambut kehadiran pasar baru ini dengan gembira.

Kehadiran Pasar Niten Baru ini membuka peluang usaha baru bagi warga di sekitarnya. Ada jasa parkir, buruh angkut, pedagang atau bakul baru yang boleh ikut berdagang di tempat itu. Langkah nyata untuk mengurangi pengangguran di sekitar lokasi pasar baru ini bisa dirasakan langsung oleh warga sekitar. Kehadiran Pasar Niten baru ini juga merangsang warga sekitar untuk membuka usaha atau pekerjaan baru, misalnya dengan membuka warung makan, kios, atau menjadi pengasong, dan sebagainya.

Sejak digunakan dari tanggal 1– 12 Januari 2009 (sekalipun peresmiannya belum dilaksanakan) retribusi yang berhasil dikumpulkan dari Pasar Niten Baru ini telah mencapai Rp. 1.934.650,-. Sedangkan untuk retribusi sampah yang berhasil dikumpulkan adalah Rp 60.000,-. Retribusi ini lansung disetorkan ke BPD Kabupateb Bantul per lima hari sekali.

Retribusi itu sendiri diambil dari setoran tariff retribusi pasar yang dibagi menjadi tiga, yakni tariff retribusi Kelas I adalah 40 rupiah per meter persegi, Los adalah 125 rupiah per meter persegi, Kios adalah 175 rupiah per meter persegi.

Pasar tradisional di Bantul tampaknya memang menjadi salah satu perhatian Pemda Bantul. Pasar tradisional ini menjadi tumpuan hidup sekian banyak masyarakat Bantul. Untuk itu perlu perhatian serius dalam penanganannya. Penataan dan pembangunan pasar tradisional dengan sentuhan modern menjadikan pasar tradisional lebih sehat dan nyaman tanpa harus kehilangan ruh ketradisionalannya. Pasar tradisional bagi masyarakat Indonesia tidak bisa tergantikan oleh mall atau supermarket. Ruh ketradisionalan itu telah melekat di dalam hati pedagang maupun konsumennya. Hal demikian tidak pernah bisa didapatkan di mall atau supermarket. Kedekatan emosional antara pembeli dan pedagang tidak pernah bisa ditemukan di pasar supermodern.

Kita tentu tidak bisa menawar sambil pegang sana pegang sini jika kita mengadakan transaksi jual beli di pasar supermodern semacam mall dan supermarket. Pasar jenis ini dirancang untuk menjadi gaya hidup yang mewakili segala kebutuhan hidup gaya modern. Tidak ada tawar-menawar. Tidak ada kemasan gaya udik semacam bungkus daun pisang, daun jati, dan sebagainya. Tidak ada pilihan. Semua telah disodorkan. Jika kita mau memilih sesuatu dan di tempat itu tidak ada, kita terpaksa keluar dari gedung pasar supermodern itu untuk menuju pasar supermodern lain.

Berbeda dengan pasar tradisional. Di sini banyak pilihan. Jika kita tidak menghendaki barang kelas I kita mencari barang kelas II, III, dan seterusnya. Bahkan sampai ke kelas rompesan ‘kelas kambing’ misalnya. Itu pun kita masih bisa menawarnya juga. Kita bisa membeli dengan mengecer atau bahkan nempil hanya dengan melemparkan uang receh yang kita miliki. Pendeknya, di pasar tradisional hal yang berkait dengan jual beli: apa pun ada, apa pun bisa. Itu pun kita masih bisa dengan menawar, bercanda, ngobrol dengan penjual atau pembeli lain. Keakraban semacam itu tidak akan kita jumpai di mall atau supermarket. Mall dan supermarket punya kelebihannyua sendiri, namun pasar tradisional yang berbasis masyarakat desa juga punya keunggulannya sendiri. Selamat datang Pasar Niten Baru, semoga kehadiranmu membawa kesejahteraan bagi banyak orang di Kabupaten Bantul.

sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta