Dolanan Wilwa-1
(Permainan Anak Tradisional-77)
Anak-anak sekarang mungkin sudah banyak yang tidak tahu jenis permainan ini. Bahkan mendengarnya pun mungkin juga baru kali ini. Namun bagi anak-anak yang tumbuh kembang di sekitar tahun 1970-an atau sebelumnya tentu sudah tidak asing lagi dengan jenis dolanan ini. Bahkan, persebaran ini cukup merata di wilayah DIY, Jawa Tengah, dan daerah-daerah lainnya. Mungkin juga namanya akan berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Ada yang menyebutnya dolanan Tawan. Sementara bagi anak-anak di masyarakat Jawa, dolanan ini dikenal dengan nama dolanan Wilwa. Ternyata istilah Wilwa kepanjangan dari “dijawil digawa”, yang artinya kurang lebih disentuh dan dibawa pergi.
Dolanan wilwa memang tidak bisa lepas dari tindakan sentuhan dan dibawa pergi. Artinya, anak dari kelompok mentas yang tertangkap akan bebas lepas dibawa pergi setelah disentuh oleh teman satu kelompok. Penyentuhan bisa bagian tangan, kaki, atau bagian badan lainnya. Biasanya caranya menyentuh dengan telapak tangan, seperti orang mencablek. Itulah sebabnya, dolanan ini disebut dengan istilah yang disingkat “wilwa”. Ini tidak jauh berbeda dengan istilah tawan. Artinya dalam dolanan ini selalu ada pihak yang ditawan atau ditahan, ketika dari kelompok pemain mentas/menang ada yang tertangkap saat dikejar. Anggota mereka yang ditangkap kemudian ditahan. Kadang ada yang diinterogasi untuk menunjukkan persembunyian teman lainnya. Jadi, dolanan ini seperti dalam perang-perangan, ada kelompok penyerang dan kelompok bertahan.
Entah sejak kapan dolanan ini mulai dikenal dan dimainkan oleh anak-anak zaman dulu. Yang jelas, sebelum 1939, dolanan ini sudah dimainkan oleh masyarakat. Terbukti istilah tersebut juga terdapat dalam kamus Jawa yakni “Baoesastra Djawa” karangan WJS. Poerwadarminta terbitan 1939.
Dolanan ini lebih didominasi oleh anak laki-laki daripada anak perempuan. Mereka berumur sekitar 10—15 tahun. Bahkan di zaman dulu, banyak anak-anak yang berumur lebih dari 15 tahun ikut bermain. Permainan akan lebih seru dimainkan pada malam hari, terutama saat bulan purnama. Memang setiap bulan purnama saat yang selalu ditunggu-tunggu oleh anak-anak zaman dulu untuk bermain. Karena pada zaman dahulu, belum ada listrik, sehingga penerangan mengandalkan sinar bulan purnama. Sinar yang temaram, sungguh pas untuk permainan ini. Suasana tidak begitu gelap tetapi juga tidak begitu terang. Hanya remang-remang. Sehingga permainan ini juga melatih keberanian anak-anak.
Dolanan Wilwa ini tidak banyak menggunakan peralatan bermain, kecuali hanya tempat yang luas. Keluasan tempat yang dipakai harus disetujui dulu oleh kedua kelompok. Bisa hanya terbatas pada satu pekarangan rumah, dua pekarangan, tiga, dan seterusnya. Bahkan yang lebih ekstrim, kadang menggunakan batas wilayah satu dhusun atau kampung. Bisa jadi itu terlaksana bila menjadi kesepakatan bersama. Jadi semakin luas wilayah yang digunakan akan semakin seru. Begitu pula dengan jumlah pemain setiap kelompok, semakin banyak semakin seru dan menantang.
bersambung
Suwandi
Artikel Lainnya :
- 21 Juni 2010, Klangenan - OBYEK WISATA PANTAI(21/06)
- JAMURAN WADER IJO DAN JUICE PEPAYA(06/09)
- BAHAN JAMU DI PASAR BERINGHARJO MELIMPAH(30/06)
- 2 Oktober 2010, Denmas Bekel(02/10)
- Sego Megono Khas Pekalongan(07/11)
- 28 Desember 2010, Kabar Anyar - PAMERAN TUNGGAL HERJAKA DI Tembi(28/12)
- REUNI UNTUK BANGKIT(23/04)
- 14 Maret 2011, Klangenan - SEJENAK MEMBUKA INGATAN: KEBUDAYAAN DAN YOGYAKARTA(14/03)
- Kitab Dewarutji Berisi cerita Bima berguru kepada Pendeta Drona(29/02)
- JUDUL BUKU(26/05)