ANDONG JOGJA: RIWAYATMU KINI

Istilah Andong di Jogja sudah demikian populer. Jenis kendaraan angkut tradisional ini bahkan untuk sekarang mungkin memang hanya dikenal di Jogja. Jenis kendaraaan ini memiliki 4 buah roda. Roda bagian depan berukuran lebih kecil daripada roda bagian depan. Roda depan dari Andong dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri seperti roda depan sebuah mobil. Andong ditarik oleh 1 sampai dengan 2 ekor kuda. Andong sebagai kendaraan tradisional di Jogja masih dipertahankan eksistensinya. Boleh dikatakan bahwa Andong menjadi salah satu ikon Jogja. Parkiran atau pangkalan Andong Jogja terletak di sepanjang Jalan Malioboro sisi barat. Andong Jogja akan mudah didapatkan antara jam 06.00-18.00 WIB.

Pada hari Kamis, 11 Agustus 2011 Tembi berkesempatan menaiki Andong Jogja. Dalam kesempatan itu Tembi juga berbincang dengan kusir yang bernama Saryoto (35). Menurut Saryoto yang merupakan penduduk dari Dusun Malangjiwan, Bangunharjo, Sewon, Bantul itu ia telah menjalani profesinya sebagai kusir Andong sejak 8 tahun yang lalu. Untuk menjadi kusir Andong ternyata harus dicapai oleh Saryoto dengan susah payah.

Saryoto mengaku tidak lulus SD. Orang tuanya tidak mampu membiayai sekolahnya. Sejak usia 12 tahun ia telah menjadi pencari rumput bagi seorang kusir Andong yang ada di desanya sekaligus membiayai sekolahnya sendiri yang dalam perjalanannya memang sangat tersendat-sendat. Upah dari buruh ngarit (mencari rumput) ini ditabungnya dan setelah uangnya terkumpul kemudian dibelikannya beberapa ekor meri (anak bebek). Meri-meri itu kemudian dipeliharanya hingga dewasa dan bertelur. Dari ternak meri kecil-kecilan ini Saryoto makin bisa menabung. Uang tabungannya kemudian dibelikannya seekor pedhet (anak sapi).

Ketika sapinya dewasa kemudian dijualnya dan dibelikannya sebuah Andong yang sudah rusak. Andong rusak itu dibelinya dengan harga Rp 1.550.000,- (satu juta lima ratus lima puluh ribu rupiah). Andong rusak ini kemudian dibangunnya kembali sehingga menjadi Andong yang layak jalan. Untuk membangun Andong ini ia menghabiskan dana sampai 3,5 juta rupiah.

”Untuk membangun Andong ini saya terpaksa melakukannya dengan amat sangat susah payah Mas.” demikian aku Saryoto kepada Tembi sambil tersenyum mengenangkan perjuangannya untuk memiliki sebuah Andong.

Setelah memiliki Andong Saryoto pun berusaha memiliki kuda. Untung juga selama itu ia tekun beternak bebek dan juga sapi. Dari hasil ternaknya itu ia bisa menabung dan akhirnya bisa membeli satu ekor kuda seharga 3,5 juta rupiah. Mulailah ia kemudian menjadi kusir Andong. Semua itu ditempuh Saryoto secara otodidak. Selama ini ia telah biasa melayani kusir Andong. Biasa ikut merawat dan memberi pakan kuda. Ia juga telah terbiasa menjadi pembantu kusir. Dari pengalaman-pengalaman itu Saryoto pun mampu menjadi kusir Andong yang mandiri.

Saryoto biasa mangkal di Jl. A. Yani (ujung selatan Malioboro) pada jam 06.30 dan baru pulang ke rumah pukul 18.00 WIB. Dalam sehari Saryoto biasa memperoleh penghasilan antara Rp 20.000,- Rp 50.000,-. Akan tetapi pada saat liburan sekolah dimana jumlah kunjungan wisata di Jogja meningkat tajam, ia mampu membawa uang ke rumah Rp 200.000,- dalam seharinya. Sebuah penghasilan yang membanggakan.

Sekalipun Andong mendapat saingan keras dari kendaraan bermesin seperti bus, taksi, ojek, dan sebagainya, namun bagi Saryoto hal itu tidak terlalu dirisaukannya. Pasalnya saat ini Andong bukan lagi menjadi alat angkutan umum. Namun lebih menjadi alat angkut eksotik. Bukan untuk tujuan kepraktisan dan efisiensi, namun lebih untuk kesenangan, kelangenan, atau semacam romantika. Untuk itu Andong memiliki pangsa pasarnya sendiri. Lebih kepada orang-orang yang memang menikmati berpesiar. Bukan pada orang-orang yang terburu-buru yang memburu kepraktisan, hemat, dan cepat.

Di tengah padatnya lalu lintas Jogja dan di tengah semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermesin di Jogja, Andong masih bertahan. Namun sampai kapan Andong sebagai jenis kendaraan tradisional dan menjadi salah satu ikon di Jogja ini masih akan mampu bertahan ? Kita semua tidak tahu. Hal demikian di samping tergantung pada dinamika zaman, juga sangat tergantung dari para pembuat kebijakan.

a.sartono

ANDONG JOGJA: RIWAYATMU KINI ANDONG JOGJA: RIWAYATMU KINI ANDONG JOGJA: RIWAYATMU KINI ANDONG JOGJA: RIWAYATMU KINI ANDONG JOGJA: RIWAYATMU KINI




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta