Puisi, Tari, Seni lukis Ro'Kancane

Puisi, Tari, Seni lukis Ro'Kancane

‘Ro’Kancane’ berasal dari kata karo kancane, merupakan kosa kata bahasa Jawa, yang artinya bersama teman(-teman). Ro’Kancane ini merupakan komunitas di facebook yang anggotanya berasal dari lintas seni dan disipilin ilmu. Senin malam (28/5) lalu komunitas ini menyelenggarakan satu acara, yang menghadirkan interaksi dari tiga jenis kesenian yang berbeda, yakni puisi, tari dan seni lukis, dan diakhiri dengan diskusi membahas puisi-puisi Indrian Koto. Acara diselenggarakan di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasumantri UGM di gedung Purna Budaya, kompleks Bulaksumur, UGM.

Acaara diawali dengan pembacaan puisi oleh dua pembaca puisi wanita sekaligus adalah penyair muda, yaitu Retno Iswandari dan Evi Idawati. Keduanya membaca puisi dengan gaya yang berbeda, tetapi memiliki ekspresi yang mengagumkan. Keduanya menunjukkan sudah terbiasa membaca puisi di panggung.

Indrian Koto tampil sesudah kedua pembaca selesai. Ia membaca puisi karya sendiri, misalnya salah satu yang dibaca berjudul ‘Yogyakarta: Kelahiran Kedua’. Dalam membaca Koto disertai oleh seorang penari dan seorang pelukis dari Sanggarbambu. Keduanya menafsirkan puisi Koto yang sedang dibacakan. Tentu saja, penafisran tari dan seni lukis berbeda. Seorang penari terus menggerakan tubuhnya seolah sedang menafsirkan kata demi kata dari puisi yang dibacakan Koto. Dan disebelah yang lain, pada pojok belakang, Rifsika, seorang pelukis sedang menggoreskan tinta hitam, penuh ekspresif di atas kertas. Terkadang, Rifsika menggerakan tangannya ke atas, seperti sedang mengekspresikan sesuatu yang ditangkap dari kata-kata puisi untuk dipindah ke simbol-simbol garis dan warna.

Puisi, Tari, Seni lukis Ro'Kancane

Penari dan pelukis, sedang melakukan reproduksi karya seni, yang berangkat dari karya seni yang lain. Puisi, sebagai karya sastra, yang menggunakan kata, direproduksi oleh jenis seni lain dengan menggunakan idiom gerak dan garis.

Acara ini dihadiri tak kurang dari 100 hadirin dari kalangan anak muda dan generasi yang sudah tua, termasuk dekan FIB ikut hadir dalam acara ini. Karena ruangnya teralalu luas untuk diskusi, sehingga jarak antara penampil dan auidince begitu terasa. Komunitas Ro’Kancane, seolah seperti ‘berjarak’ dengan anggotanya, hanya karena setting diskusinya.

“Ruang diskusi ini menjadi berjarak karena terlalu luas, mestinya kita lesehan sehingga terasa akrab’ kata Faruk Tripoli, yang memandu diskusi.

Iman Budhi Santosa, seorang penyair Yogya, yang hidupnya diperuntukan untuk sastra, khususnya puisi, bertindak sebagai pembahas puisi Indrian Koto, yang jumlahnya hanya 5 biji. Bagi Iman Budi, melihat 5 biji puisi sebenarnya tidak bisa menilai kreativitasnya, tetapi karena sebelumnya dia sudah membaca puisi-puisi Indrian Koto yang lain, sehingga Iman Budhi bisa melihat bagaimana puisi-puisi Koto.

“Saya masih sering melihat puisi Koto berbicara secara verbal, setidaknya dari segi judul. Dari segi isi cukup bagus, tetapi judulnya sama sekali tidak puitis seperti judul puisinya “Yogyakarta: Kelahiran Kedua” kata Iman Budhi Santosa.

Puisi, Tari, Seni lukis Ro'Kancane

Sebagai penyair Iman Budhi Santosa tahu, bahwa puisi adalah dunia yang sepi. Karena itu, mendalami dunia yang sepi dengan sungguh2, bagi Iman Budhi akan melahirkan puisi yang berangkat dari sumur. Karena puisi-puisi tentang Yogya seringkali tidak berangkat dari sumur Yogya, melainkan lebih menempatkan sebagai ‘orang asing’ yang sedang di Yogya.

Apa yang dilakukan oleh Komunitas Ro’Kancane ini merupakan langkah awal, dari kegiatan kebudayaan yang akan dilakukan di wilayah utara dalam hal ini mengambil lokasi di kawasan kampus UGM.

“Karena kegiatan selama ini banyak dilakukan dikawasan selatan, seolah wilayah utara adem ayem saja. UGM yang berada di wilayah utara perlu memberikan kontribusi pada kegiatan kebudayaan’ kata Faruk Tripoli, salah satu deklarator komunitas Ro’Kancane.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta