Tembi

Berita-budaya»MUNGKINKAH, WALIKOTA YOGYA PEREMPUAN

09 May 2011 07:53:00

Pemilukada kota Yogya akan dilakukan 25 September 2011, artinya masih ada waktu untuk mencari calon yang akan dimunculkan. Hanya saja, sampai sekarang belum ada calon dari kalangan perempuan. Padahal di Yogya ada banyak perempuan yang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin. Tampaknya, partai tidak tertarik ‘melirik’ perempuan untuk ditampilkan dalam bursa pemilihan walikota di Yogya.

Setelah orde baru tidak lagi berkuasa, jabatan kepala daerah, termasuk walikota, dipilih di lokal setempat. Artinya, calon-calon dari lokal dimunculkan oleh partai dan diserahkan pada DPRD tingkat II untuk dipilih. Namun, setelah pilkada langsung, pemilihan walikota tidak melalui DPRD kota, melainkan masyarakat pemilih sendiri yang ‘menentukan’ pilihannya.

Selama ini, termasuk sejak era orde baru, jabatan walikota Yogya selalu dipegang oleh laki-laki. Seolah ‘belum ada tempat’ untuk perempuan. Memang, di era reformasi posisi walikota hanya boleh dijabat selama dua periode, setelah itu harus diganti dan tidak boleh mencalonkan lagi. Kalau ingin kembali mencalonkan, bukan sebagai walikota, melainkan sebagai wakil walikota. Jadi, turun jabatan dari walikota menjadi wakil walikota.

Calon Perempuan

Agaknya, walikota Yogya perlu dipegang perempuan. Di Yogya ada banyak tokoh perempuan yang memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Bisa dari kalangan akademisi, atau dari lingkungan lain. Atau juga, partai-partai yang memiliki kader perempuan dan mempunyai visi membangun kota Yogya, ada baiknya perlu untuk ditampilkan. Partai tidak perlu terjebak pada pandangan konvensional, bahwa calon walikota harus laki-laki. Lebih parah lagi, laki-laki yang memiliki kekayaan supaya bisa membiayai kampanyenya.

Saya memang sengaja tidak akan menyebut nama orang, atau organisasi perempuan dalam tulisan ini. Hal ini saya ambil, supaya saya tidak dituduh mengkampanyekan orang atau lembaga yang saya sebut. Tulisan ini, tidak lebih, untuk membuka ruang inspirasi pada partai-partai untuk mempertimbangkan perempuan dalam mencari calon walikota. Selain partai, lembaga-lembaga yang memiliki calon independen perlu juga mempertimbangkan perempuan menjadi calon independen, atau setidaknya ada perempuan yang berinisiatif mencalonkan dari jalur independen.

Kita perlu mengajak warga Yogya, yang akan menggunakan hak suaranya, untuk membuat ‘sejarah baru’ walikota Yogya dipimpin perempuan. Dengan cara ini, sekaligus kita ‘mengajak’ partai-partai untuk mencalonkan perempuan sebagai walikota. Hal ini perlu diambil, supaya ada perubahan paradigma dalam hal memilih calon pemimpin.

Karena, selama ini, hampir-hampir minim sekali –kalau terlalu ekstrim dikatakan sama sekali tidak pernah— perempuan dipertimbangkan sebagai calon walikota. Dari dua periode yang lalu, perebutan walikota didominasi laki-laki. Partai-partai sendiri tidak memunculkan perempuan sebagai calon walikota.

Kiranya, tahun 2011 ini, saatnya perubahan kepemimpinan walikota Yogya dipegang oleh perempuan. Saya berharap partai-partai sudah mulai bersedia berubah dalam memilih calon walikota Yogya, dan mempertimbangkan perempuan untuk menjadi calon walikota Yogya.

Yogya kota multikultural

Selama ini orang telah mengenal Yogya sebagai wilayah mulitukultural. Bermacam etnis tinggal di Yogya. Bermacam kesenian, tradisional dan modern hidup dan tumbuh di Yogya. Aneka jenis makanan dari bermacam daerah mudah sekali ditemukan di Yogya. Beragam model pakaian mudah didapat di Yogya. Masing-masing saling mengisi dan menghormati., sehingga pakaian tradisioanl tidak terancam dengan hadirnya pakaian gaya modern. Jenis makanan khas Yogya gudeg tidak merasa tersaingi meski jenis menu dari etnik lain mudah ditemukan di Yogya. Sepeda onthel tidak hilang dari Yogya, meski kendaraan bermotor telah mendominasi. Situasi seperti itu sangat kondusif untuk Yogya dan perlu terus dijaga. Selain masyarakat yang menjaganya, diperlukan figur yang bisa ‘ikut’ menjaga dan tidak ‘melukai’ warga masyarakat yang telah (berusaha) menjaganya. Karena situasi multikultural, memerlukan dekapan yang ‘hangat dan penuh kasih’, figur seorang ibu, tampaknya tepat untuk dipilih. Maka, calon walikota, tidak lain perlu dicari perempuan, yang bisa menampilkan diri sebagai ibu, yang penuh kasih, penuh cinta dan sangat setia pada kota dan warganya.

Apalagi kita tahu, kota Yogya terdiri dari kampung-kampung. Berbeda dengan kota kabupaten, yang memiliki dusun-dusun terpencil. Kota Yogya, semua kampungnya ada di (tengah) kota. Tidak ada yang terpencil sebagaimana dusun-dusun. Semua kampung di Yogya, meski lokasinya ‘terjepit’ misalnya, tetapi mudah dijangkau, sehingga seorang perempuan tidak kesulitan untuk ‘blusukan’ dari satu kampung ke kampung lainnya. Apalagi antar kampung-kampung jaraknya tidak terlalu jauh, sehingga satu hari bisa ‘mengunjungi’ beberapa kampung.

Kampung-kampung di Yogya, ada banyak potensi dan sumberdaya manusia. Kecuali itu memiliki sejarah kampung, sehingga ada orang yang mencoba menulis babad kampung. Potensi-potensi seni tradisional atau modern bisa ditemukan dikampung-kampung. Apa yang dimiliki di kampung-kampung perlu ‘dikabarkan’ keluar, dan perempaun biasanya mampu dan telaten melakukannya.

Dalam kata lain, perempuan dan kampung merupakan sisi lain dari mata uang yang sama. Karena kampung bisa memiliki makna, lantaran aktivitas kaum perempuan yang tinggal di kampung.

Walikota Perempuan

Membangun kota Yogya, artinya membangun kampung-kampung, dan bukan berarti menggusur kampung-kampung. Menciptakan ‘ruang yang luas’ pada kampung-kampung di Yogya, artinya membuka kampung-kampung pada jejaring diluarnya. Karena kampung-kampung di Yogya sudah padat penduduk. Membuka jejaring artinya sekaligus memberdayakan potensi ekonomi dan kultural warga Yogya untuk merespon jejaring, sehingga apa yang sudah dilakukan oleh warga masyarakat yang tinggal di kampung-kampung mempunyai nilai hidup bagi warganya.

Sekedar menyebut contoh, sungai Code yang oleh warganya diimajinasikan sebagai obyek wisata dan ada merti code di sana, artinya upaya ‘memperluas ruang’ sudah dilakukan oleh warga yang tinggal di tepi sungai code, dan memaknai sungai Code secara kultural dan ekonomis, sehingga mempunyai nilai hidup. Hal yang sama juga terjadi di sungai Winongo, yang dibuat arena wisata dengan membuat fasilitas permainan di tepi sungai Winongo.

Pendek kata, warga masyarakat yang tinggal di kampung-kampung sudah berupaya ‘memperluas ruang’ dengan cara yang lain. Dengan demikian walikota tinggal mendorong dan membuka jejaring, agar ‘ruangnya semakin luas’.

Walikota perempuan, saya kira memiliki ketrampilan untuk mendorong dan memotivasi warganya terus berkreasi. Walikota perempuan, sebagai ‘ibu’ akan dengan setia dan penuh kasih mendampingi ‘anaknya’ untuk berhasil.

Maka, perlu diupayakan walikota Yogya adalah seorang perempuan. Namun, karena di Yogya ada banyak (tokoh) perempuan, para pemilih perlu jeli dan teliti dalam memberikan suaranya pada perempuan. Perlu mengenali reputasinya,pendidikannya, latar belakang hidupnya, integritasnya, kualitas kejujurannya. Kecuali itu, karena Yogya kota multikultural, sikap tidak diskriminatif adalah hal yang penting.Hal-hal seperti itu bukan datang dengan tiba-tiba, pasti berasal dari pengalaman, selain pemahaman dari pengetahuan yang luas. Pengalaman dari keluarga, yang mengajarkan keterbukaan dan demokrasi, saya kira menjadi landasan. Karena, seperti kata Soejatmoko, kebutuhan demokrasi bukan hanya didasari pengetahuan mengenai demokrasi, melainkan merupakan perluasan dari dalam. Artinya, pengalaman demokrasi yang melekat dalam dirinya dan dirasakan baik untuk pertumbuhan dan kualitas hidup, perlu diperluas kepada relasinya.

Meski hal-hal yang disebutkan di atas bisa diterapkan pada laki-laki, tetapi pada konteks tulisan ini saya lebih menekankan untuk perempuan. Namun, kalau memang partai tidak (mau) menampilkan calon perempuan, dan tidak ada pula dijalur independen, hal-hal yang telah disebutkan di atas bisa dipertimbangkan untuk memilih walikota laki-laki.

Tapi, ada baiknya menampilkan walikota perempuan untuk Yogya.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta