Alih Fungsi, Jalan Sepur Pun Jadi Jembatan Kampung
Jembatan yang dibuat dari bekas jembatan kereta api ini kini menyuguhkan wujud yang unik. Profilnya masih menampakkan ciri-ciri sebagai jembatan kereta api, tetapi fungsinya menjadi seperti jembatan biasa.
Besi panjang bekas jalan sepur masih tersisa, tapi sudah ditimpa beton
Seiring dengan perkembangan zaman, sarana dan prasarana transportasi mengalami perubahan. Kereta api atawa sepur, yang pada masa lalu pernah menjadi primadona angkutan darat yang murah, efisien, merakyat, dan aman, pun akhirnya tersaingi oleh jenis-jenis kendaraan lain. Pesawat terbang, bus, dan lain-lain bisa dikatakan mengambil alih peran kereta api. Bahkan juga peran-peran kereta pengangkut tebu yang di Jawa dikenal dengan nama lori, leri, dan monthit itu pun sekarang telah tergantikan perannya oleh truk.
Profilnya masih mencirikan sebagai jembatan kereta api
Akibatnya, jalur-jalur sepur pun mati. Bentangan besi baja panjang tersebut merana ditinggalkan penggunanya. Jalur-jalur rel ini pun banyak yang kemudian berubah fungsi, begitu pula stasiun-stasiun kecil. Ada cukup banyak lokasi bekas jalur rel yang kemudian di atasnya didirikan bangunan. Entah itu berwujud toko, ruko, kios, gubuk, pos ronda, warung, puskesmas, kantor tertentu, dan sebagainya. Pendirian bangunan di atas bekas jalur rel kereta ini marak di berbagai tempat di Yogyakarta.
Dari sekian jalur rel kereta yang berubah fungsi adalah bentangan jembatan yang melintang di atas Sungai Winongo, Bantul, Yogyakarta. Lokasi jembatan yang dulu menjadi jembatan kereta api ini berada di sisi barat dari Jembatan Winongo, Jalan Bantul, Niten, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, pada jarak kurang lebih 800 meter.
Awas! Hati-hati melintas, karena tiada pagar jembatan
Bekas jembatan untuk perlintasan kereta api di atas Sungai Winongo ini sekarang dijadikan jembatan biasa. Bentangan besi baja di atas rel itu ditutup begitu saja dengan semen cor. Penutupan cor itu tidak sempurna dari ujung ke ujung jembatan dan tidak meliputi seluruh bidang lebar jembatan. Dengan demikian sebagian besi rel masih kelihatan. Demikian pun balok-balok kayu penopang rel juga masih kelihatan di masing-masing sisi kiri dan kanan jembatan.
Barangkali pemfungsian jembatan kereta api seperti ini menjadi jembatan penyebarangan kendaraan biasa dan pejalan kaki memang terasa menjadi lebih efisien dibandingkan dengan membangun jembatan baru. Toh si sepur tidak lagi akan melintasi jembatan tersebut.
Meniti jembatan kereta api tidak perlu takut lagi tertabrak sepur,
tapi berpotensi nyemplung ke sungai
Jembatan yang dibuat dari bekas jembatan kereta api ini kini menyuguhkan wujud yang unik. Profilnya masih menampakkan ciri-ciri sebagai jembatan kereta api, tetapi fungsinya menjadi seperti jembatan biasa. Orang pun tidak perlu takut akan berpapasan dengan kereta api sekalipun profil jembatan ini masih mencirikan sebagai jalan sepur. Sayangnya jembatan ini tidak memiliki pengaman (pagar) di masing-masing sisinya sehingga cukup rawan bagi pelintas yang kurang berhati-hati atau kurang terampil mengendara. Ingin mencoba melintasi jembatan seperti ini ?
Ke Yogya yuk ..!
a.sartono
Artikel Lainnya :
- 11 Mei 2010, Djogdja Tempo Doeloe - PENYIMPANAN PADI DI TAHUN 1930-AN(11/05)
- Puisi, Tari, Seni lukis RoKancane(31/05)
Warung Makan Khas Thailand Pattaya Jagonya Tomyam(03/03) - KREASI DI JOGJA TAK ADA MATINYA(22/02)
- Memilih Hari Untuk Minggu Depan(25/10)
- LEMBAGA PEMERHATI BATIK DI YOGYAKARTA BATIK (19)(14/04)
- SADAR atau TIDAK SADAR PADA FUNGSI DRAINASE(14/10)
- 12 April 2011, Ensiklopedi - DOLANAN PATHON(12/04)
- MURUKI BEBEK NGLANGI(06/12)
- Magersari dan Keistimewaan(10/09)