Renita Sari
Ingin Jakarta Punya Broadway
Sebagai Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, ia terus berupaya menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap kekayaan dan keberagaman budaya Tanah Air. Mimpi besarnya, suatu saat Jakarta memiliki Broadway.
Renita Sari Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation,
foto : http://mix.co.id/
Jadwal kerjanya cukup padat, bertemu dengan banyak orang, rapat, rapat dan rapat. Begitulah kira-kira kehidupan sehari-hari ibu dua anak ini. Belum lagi bertemu dengan para seniman yang siap dengan proposal pertunjukan, lalu berdiskusi panjang lebar mengenai pertunjukan tersebut.
Tak heran, jika Renita Sari akhirnya berteman dengan beberapa seniman Tanah Air meskipun awalnya ia pernah kewalahan dengan obrolan para seniman ini. Yang pasti ia temukan visi dan misi yang sama dengan mereka yakni melestarikan dan mengembangkan seni pertunjukan dan budaya Indonesia.
Saat ditemui Tembi usai menjadi pembicara dalam temu wartawan di Gedung Kesenian Jakarta, baru-baru ini, Mojang Bandung ini mengaku sangat senang bisa terlibat dalam berbagai kegiatan pertunjukan seni dan budaya. “Aku enjoy, selain ini sudah menjadi komitmen Djarum untuk terus menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap seni-seni pertunjukan seperti ini,” paparnya.
Sejak 1992, divisi Bakti Budaya berdiri sudah ratusan pertunjukan budaya didukung dan digelar di berbagai kota, sebut saja Teater Koma ‘Sie Jin Kwie’, ‘Ali Topan The Musical’, Opera Diponegoro’, dan yang terbaru adalah ‘Timun Mas’ yang akan digelar akhir Juni ini.
Tidak mudah memang menumbuhkan rasa percaya dan suka masyarakat terhadap seni pertunjukan budaya seperti ini, apalagi masyakarat Indonesia sendiri bukannya tidak mampu membeli tiket pertunjukan. Faktanya berbagai pagelaran musik dari Barat yang datang ke Indonesia, bahkan dengan harga tiket jutaan, selalu sold out. Itulah tantangan Renita dan para seniman pertunjukan.
Renita Sari saat konferensi pers Sampek Engtay, foto : www.djarum.com
Tak hanya itu, Nita juga seringkali berhadapan dengan banyak kelompok seniman yang mempertanyakan, kenapa hanya kelompok yang itu-itu saja yang didukung. “ Jujur aja Djarum memang nggak berani mendukung kelompok yang tidak dikenal. Ibaratnya kita gambling, show-nya ditonton apa engga, kelompok yang kita dukung ya meski kredibel, namanya dikenal publik, dari sisi cerita juga komersil. banyak hal lah yang menjadi pertimbangan kami dalam mendukung sebuah pagelaran,” kata Nita. Publik juga harus berkontribusi dalam sebuah pertunjukan, salah satunya adalah dengan membeli tiket.
“Aku sempet riset ke berbagai negara mengenai seni pertunjukan, salah satunya ya mengunjungi Broadway. Di sana terlihat sekali pemerintah punya dukungan yang luar biasa terhadap kultur. Fasilitas, para seniman disubsidi pemerintah dengan budget yang besar, hasilnya pertunjukan yang baik, dan orang dari mana-mana datang untuk nonton,” ungkap wanita kelahiran 12 Februari 1974 ini.
Di Broadway, New York, Amerika Serikat, seni pertunjukan sudah menjadi industri, dimana harga tiket paling murah setiap pertunjukan itu 60 dolar AS. Untuk mendapat posisi duduk yang enak, kita harus menyiapkan 150 – 200 dolar AS. Dan masyarakat di sana dengan senang hati mengeluarkan dana untuk pertunjukan tersebut. “Bahkan tidak sedikit mereka menonton pertunjukan yang sama berulang-ulang,” tambah Nita, penyuka makanan cireng.
Pertunjukan di Indonesia tentunya masih belum bisa dikatakan ‘profitable’ namun Renita optimis kita sedang menuju ke arah sana. “Inilah tugas para kelompok seniman seperti, Teater Koma, Teater Garasi, Eki Dance Company dan lainnya untuk membuat penonton tidak takut masuk teater, kemudian mereka suka dan mereka oke mengeluarkan uang 200-300 ribu untuk pertunjukan,” katanya.
Sampai saat ini, Renita juga berupaya mengajak perusahaan-perusahaan lain agar mendukung juga program-program seperti ini. Kenyataannya, perusahaan swasta di Indonesia tidak begitu paham mengenai seni pertunjukan di sini. “Kita sering banget membawa dokumentasi acara dan mempersentasikan ke perusahaan-perusahaan lain. Banyak dari mereka nggak tahu kalau pertunjukan teater, drama musikal, juga bisa mendatangkan orang banyak, nggak cuma musik aja. Lumayan beberapa ada yang mendukung namun mereka tetap ada kriteria sesuai program CSR mereka,” papar ibu dua anak ini.
Renita Sari bersama para sahabat, foto : www.djarum.com
Wanita lulusan Stamford College Singapore, jurusan public relations ini mengatakan jelas ada hubungannya antara event budaya dengan membangun brand korporat. Lewat berbagai kegiatan budaya yang didukung ia ingin Djarum dikenal sebagai perusahaan yang punya kepedulian dalam pelestarian budaya, bukan hanya sebagai produsen rokok.
“Semua saling mendukunglah, pemerintah, publik dan perusahaan-perusahaan agar tercipta sebuah pertunjukan seni budaya yang dicintai masyarakatnya. Mimpi saya kita punya Jakarta Broaodway lah,” ujar Renita.
Temen nan yuk ..!
Natalia S.
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Kak Seto Akan Hadirkan Kembali Si Komo(07/05)
- Rizaldi Siagian Si Provokator Musik Tradisi(27/04)
- Indra Perdana Sinaga Lyla Siap Jadi Produser(05/04)
- Parlin Burman Siburian Alias Pay Siap Luncurkan Album Baru BIP Dengan Sistem Distribusi Baru(21/03)
- Cornelia Agatha Jadi Anak Band(08/03)
- Jadi Model Sudah, Penyanyi Sudah, Artis Juga Sudah, Penulis Iya, Jadilah Happy Salma Sutradra(26/02)
- Marcell Siahaan Pengacara, Penyanyi, dan Akting(18/02)
- Endah N Rhesa Berangkat ke Perancis Dengan Bekal Urunan Para Musisi(11/02)
- Pia Utopia Fellini Wajib Kunjung di Ruang Khusus Setiap Bangun Tidur(05/02)
- Tonny Trimarsanto Dengan Matang Di Pohon Si Mangga Golek(01/02)