Jono Gugun Blues Shelter

Meski saat itu ia belum punya pekerjaan, tapi bermodal keyakinan bahwa perkawinannya terjadi karena dijodohkan oleh Tuhan, Jonathan Peter Armstrong alias Jono nekat menikahi Fauziah.

Jono Gugun Blues Shelter, acara musik Tembi Rumah Budaya. Foto : Tembi Rumah Budaya
Jono in action!! Sangat yakin dengan grupnya, Gugun Blues Shelter, bisa go international

“Yang pertama harus ada cinta, duit bisa dicari.” Begitu prinsip keyakinan Jono menceritakan awal pernikahannya kepada Tembi.

Seperti juga dengan perkawinannya, Jono tampak meyakini perjalanan hidupnya dengan seni memang sudah digariskan. Darah seni mengalir dari ayah dan Ibunya. Dulu, ibunya adalah penari. Ayahnya suka main musik dan sebelum berprofesi sebagai pengusaha, ayahnya pernah bekerja sebagai kru sebuah grup band legendaris The Rolling Stones.

Mengikuti bisnis ayahnya, Jono dan keluarganya pernah tinggal di beberapa negara seperti, Bahrain, Argentina, Iran, Israel, Palestina, Kazakstan, Burma, Kamboja, Bangladesh sampai Indonesia tahun 1997, dan tinggal di daerah Condet, Jakarta Timur. Tahun 1998 saat kerusuhan marak terjadi mereka tinggal di Singapura.

Jono belajar musik sejak usia 7 tahun. Berbagai alat musik seperti gitar, piano, kajon (perkusi), suling, harmonika dan saxophone pernah ia pelajari. Ia sempat mendapat juara IV kompetisi saxophone kategori anak usia 8 tahun di Kolombia.

Tahun 1999 Jono kembali ke Indonesia. Keramahan masyarakat membuatnya betah tinggal di Indonesia karena menurutnya keramahan itu tidak ia rasakan di negara-negara lain yang pernah ia singgahi. Selain keramahan, ternyata bumbu penyedap juga jadi faktor utama yang membuatnya sangat suka Indonesia. Sampai-sampai Jono harus membawanya jika pergi ke luar negeri dan minta segera pulang jika bumbu penyedap itu sudah habis. “Aku bisa gemeteran kalo nggak ada (bumbu) itu,” kata Jono serius.

Tahun 2000 Jono bertandang ke tanah Rencong. Di sinilah ia bertemu dengan Fauziah yang sekarang menjadi istrinya, 6 bulan setelah mereka berkenalan.

Gugun Blues Shelter, Amphi theater, Sewon Bantul. Foto : Tembi Rumah Budaya
Gugun Blues Shelter saat tampil di Tembi Rumah Budaya

Di penghujung tahun 2003, Jono dipertemukan dengan Gugun oleh Katon Bagaskara di sebuah kafe di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Jono mulai nge-jam (main langsung tanpa latihan). Jono memainkan bass, Gugun pada gitar dan vokal, dan Iskandar pada drum. Dalam waktu 2 minggu terciptalah sinergi diantara mereka. Sinergi itu melahirkan kesepakatan untuk membentuk grup dengan aliran blues. Gugun yang membuat musik, lirik bahasa Inggrisnya dikerjakan Jono.

Awal tahun 2004 Gugun Blues Shelter mulai rutin tampil seminggu sekali di sebuah kafe di daerah Kemang, Jakarta Selatan, dengan honor satu juta rupiah sekali manggung. “Sebenarnya sih nggak cukup, tapi dicukup-cukupin lah,” ujarnya.

Untuk menambah penghasilan Jono mengajar privat bahasa. Jono dibayar Rp 50 ribu per jam per murid, setiap hari ada sekitar 3-4 murid. ”Lumayanlah untuk menghidupi anak dan istriku,” tutur Jono.

Musik blues yang dipilih pada awalnya memang sudah dipahami sebagai musik yang tidak banyak digemari di Indonesia. Tapi Jono bersama teman-temannya di Gugun Blues Shelter memang sudah sepakat bahwa musik inilah yang mereka suka mainkan. Kalau ada yang tidak suka, buat mereka nggak masalah.

Konsistensi dan kecintaan Gugun Blues Shelter mengusung blues membuahkan hasil. Prestasi internasional pun bisa mereka raih. Mereka terpilih untuk main di Hyde Park, Inggris, sepanggung dengan Bon Jovi dan Rod Stewart.

Sejak grup mereka go international, jadwal panggung mereka mulai padat. Tidak hanya jadwal manggung grup, kesibukan Jonopun meningkat. Jono merambah ke layar kaca. Rezekipun makin deras mengalir. Benih keyakinan yang ia tanamkan ketika menikah, kini telah berbuah.

Gugun Blues Shelter, blues band Indonesia. Foto : Tembi Rumah Budaya
Formasi Gugun Blues Shelter sejak 2007 : Bowie (drum), Jono (bas), Gugun (gitar & vokal)

Temen nan yuk ..!

ypkris

Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta