Akar-Akar Pohon di Jalan Jenderal Sudirman, Bantul
Gerakan untuk menghijaukan kota yang berlangsung di Jogja barangkali boleh menjadi contoh yang baik. Ruas-ruas jalan yang selama ini dikenal sebagai belantara beton, aspal, logam, dan kaca boleh dikatakan mulai dihiasi oleh hijaunya pepohonan. Sekalipun tidak lebat, namun boleh dikatakan cukup memberikan warna hijau dan memberi andil bagi penyerapan polusi udara.
Bukan hanya di Kota Jogja hal demikian berlangsung. Di kota-kota kabupaten pun hal demikian juga digalakkan. Salah satunya adalah di Kota Bantul. Ruas jalan utama di Kota Bantul, yakni Jalan Jenderal Sudirman dapat dikatakan cukup teduh oleh hijaunya pohon angsana yang ditanam di sepanjang kiri-kanan jalan ini. Di tengah terik matahari pun ruas jalan ini tetaplah teduh dan memberikan hawa sejuk. Diakui maupun tidak banyak orang merasakan kenyamanan yang menenteramkan jika melintas di jalan ini. Kesejukan yang nyaris sempurna ini terjadi karena tanaman angsana di tempat ini sudah cukup besar dan tinggi sehingga tajuknya dapat saling bertemu dan merapat di ketinggian. Kerapatan tajuk-tajuk tanaman ini seperti membentuk semacam payung alami yang menangkis terpaan sinar matahari. Tajuk yang rapat juga sangat memungkinkan untuk penyerapan polutan dalam volume yang besar.
Namun demikian, perakaran dari pohon-pohon angsana di ruas Jalan Jenderal Sudirman, Bantul ini wajib diperhatikan. Masalahnya, beberapa akar dari pohon-pohon besar ini mulai menonjol ke permukaan jalan. Hal ini menyebabkan pengaspalan jalan yang semula rata menjadi bergelombang. Jalan bergelombang seperti itu tentu saja berbahaya bagi para pengendara kendaraan khususnya kendaraan roda dua yang nota bene tidak sestabil kendaraan roda 4 atau lebih.
Jalan bergelombang akibat perakaran pohon angsana ini akan lebih menimbulkan bahaya di malam hari sebab orang tidak akan dapat memperkirakan di mana titik-titik jalan bergelombang tersebut. Banyaknya titik jalan bergelombang di ruas Jalan Jenderal Sudirman tetap berpotensi menimbulkan kecelakaan sekalipun orang yang melintasi jalan tersebut sudah hafal dengan Jalan Jenderal Sudirman. Lebih-lebih penerangan jalan di ruas jalan ini pada waktu malam hari juga tidak bisa sepenuhnya menerangi semua permukaan jalan akibat lebatnya dedaunan yang menaungi jalan.
Hal demikian mungkin menjadi semacam dilema juga. Barangkali penanaman pohon-pohon perindang ini pada awalnya dilakukan tidak dengan cukup dalam sehingga perakarannya menonjol ke permukaan jalan. Mungkin juga penanaman itu dilakukan cukup dalam ke dalam tanah, namun mungkin memang telah menjadi sifat dari perakaran pohon angsana yang berkecenderungan muncul ke permukaan tanah.
Barangkali penanaman pohon perindang jalan memang sangat diperlukan, namun mungkin juga harus selalu diperhatikan tentang pengawasan dan perawatannya sehingga daripadanya dapat dihindarkan segala hal yang menimbulkan resiko kurang aman. Ranting atau percabangan dari pohon angsana juga dikenal relatif ”getas” atau mudah patah sehingga kurang aman jika terjadi angin badai atau puting beliung. Namun pohon angsana juga memiliki beberapa kelebihan, di antaranya relatif mudah hidup, cepat pertumbuhannya, daunnya dapat digunakan untuk pakan ternak, kayunya mudah kering untuk kayu bakar, kayunya yang telah tua juga cukup baik untuk dibuat mebel, serta daya serap polusinya bisa mencapai 70 persen.
Mungkin yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mengatasi supaya perakarannya tidak menonjol ke permukaan jalan. Bagaimana caranya membuat percabangannya relatif aman dan tidak menimbulkan potensi bahaya patah jika diterpa angin kencang. Menyejukkan kota, siapa takut ?
a.sartono
Artikel Lainnya :
- 31 Maret 2010, Perpustakaan(30/03)
- DOLANAN JIRAK PENTHIL(26/07)
- DAFTAR BUKU PERPUSTAKAAN RUMAH BUDAYA Tembi(04/08)
- DHAKON(21/04)
- DHOKTRI-3 (DOLANAN ANAK TRADISIONAL-18)(20/10)
- Magersari dan Keistimewaan(10/09)
- Daftar buku(18/03)
- Aja Nggege Mangsa(28/08)
- Durgandini(05/10)
- 22 Nopember 2010, Klangenan - PENGUNGSI DAN RASA AMAN(22/11)