Apabila jumlah anak yang hendak bermain Jirak Penthil telah cukup anak dan siap semuanya, misalkan ada 10 anak, mereka segera menuju ke tempat permainan. Lokasi permainan bisa mengambil di halaman belakang rumah, depan rumah atau lapangan. Kalau bisa lokasi bermain agak teduh, sehingga anak-anak yang bermain merasa nyaman. Selain itu lokasi juga harus bersih dan tidak becek. Dolanan ini akan lebih baik jika dilakukan di lapangan atau halaman yang masih alami, yakni tanah. Bisa dilakukan di halaman bersemen, tetapi sangat jarang dilakukan karena gacuk akan mudah dan sering pecah.
Sebelumnya harus ada anak yang secara sukarela mencari sebuah gacuk dan 2 kreweng serta 2 kerikil sebagai alat bermain. Gacuk dan alat bermain ini bisa pula dicari saat telah terbentuk 2 kelompok bermain. Kemudian semua anak mencari pasangan masing-masing, misalkan pemain A berpasangan dengan pemain B, pemain C dengan D, pemain E dengan F, pemain G dengan H, dan pemain I dengan J. Masing-masing pasangan melakukan sut. Misalkan dari hasil sut, diperoleh kelompok menang dan kalah, seperti kelompok menang terdiri dari pemain A,C,E,G,I dan kelompok kalah terdiri dari pemain B,D,F,H,J.
Setelah itu, masing-masing kelompok menuju ke dua arah yang berlawanan, misalkan ke utara dan selatan atau ke barat dan timur. Dua kelompok membuat garis sejajar dengan jarak antar garis kira-kira 10 meter. Panjang garis misalkan sepanjang 3—4 meter. Kemudian, kedua kelompok tadi meletakkan masing-masing kreweng di sebelah luar garis, bisa menyentuh garis melintang tadi. Di atas kreweng kemudian ditaruh sebuah kerikil kecil. Jenis kerikil harus disepakati dengan bentuk bulat, agar kerikil saat tersenggol mudah jatuh. Setelah itu, pemain menang berhak memegang gacuk untuk memulai permainan. Bisa jadi, untuk menentukan kelompok yang main duluan dengan cara sut lagi. Kedua kelompok masing-masing diwakili oleh 1 orang, misalkan kelompok I diwakili pemain A dan kelompok II diwakili pemain B. Dari hasil sut, misalkan pemain A menang sut. Berarti kelompok I berhak main duluan.
Semua pemain di masing-masing kelompok agak berdiri jauh dari gasangan, kira-kira 3 meter. Hal ini dilakukan agar tidak mudah terkena gacuk yang dilemparkan oleh pihak lawan. Mereka boleh duduk, berdiri, atau jongkok, sambil menunggu giliran melempar gacuk. Setelah itu pemain A berdiri di belakang garis di kelompoknya sambil memegang gacuk. Ia bersiap-siap melempar gacuk ke arah gasangan lawan. Diusahakan lemparan gacuk mengenai sasaran sehingga kerikil di atas kreweng lawan bisa jatuh atau terpisah dari krewengnya. Apabila tidak mengenai sasaran, maka pemain A harus kembali ke tempat semula, berkumpul dengan teman-teman satu kelompoknya.
Lalu gantian salah satu kelompok II, misalkan pemain B maju. Sebelum melemparkan gacuk, ia mengambil gacuk yang masih berada di daerah permainannya. Apabila gacuk tadi sempat menghapus sebagian garis di daerah permainannya, maka sebelum ia bermain, boleh membetulkan garis tadi. Setelah itu, seperti pemain A, pemain B melempar di belakang garis di daerahnya diarahkan ke gasangan di kelompok I. Apabila pemain B bisa mengenai sasaran gasangan di kelompok I dan bisa menjatuhkan kerikil di atas kereweng, maka bersorak-soraklah pemain-pemain kelompok II. Berarti kelompok II bisa dikatakan memenangkan permainan ini. Maka semua pemain kelompok I sebagai kelompok kalah harus menerima hukuman. Mereka harus segera ke arah kelompok II dan berhak menggendong kelompok II sesuai dengan pasangannya masing-masing. Jarak menggendong biasanya dari tempat kelompok menang menuju garis kelompok kalah dan kembali lagi ke garis kelompok menang.
Setelah selesai menggendong, kelompok kalah kembali ke posisinya. Salah satu pemain harus membetulkan letak kerikil agar kembali di atas kereweng. Setelah itu salah satu pemain kelompok I, misalkan pemain C mendapat giliran untuk membawa gacuk dan melempar ke arah gasangan di kelompok II. Apabila lemparannya menjatuhkan kerikil lawan, berarti kelompoknya gantian sebagai pemenang dan berhak digendong kelompok II. Begitulah permainan seterusnya berjalan saling bergantian melempar dan menjatuhkan kerikil lawan dari kereweng landasannya. Permainan akan terus berlangsung hingga anak-anak merasa lelah atau ingin berganti permainan lainnya. Kelompok dikatakan menjadi pemenang apabila sering digendong kelompok kalah. Bisa posisi skor 5-3 dan seterusnya.
Begitulah permainan Jirak Penthil yang dilakukan anak-anak masyarakat Jawa di suatu daerah tertentu yang dikenal pada masa lalu. Permainan yang sangat sederhana, mudah dilakukan, dan tidak membutuhkan biaya. Yang jelas, dari permainan ini akan semakin mengakrabkan hubungan di antara anak-anak yang bermain.
Suwandi
Sumber: Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Groningen, Batavia: JB. Wolters’ Uitgevers Maatscappij NV., dan pengalaman pribadi
Artikel Lainnya :
- Tya Subiakto, Conductor Termuda Indonesia.(20/08)
- 22 April 2010, Kabar Anyar - MELALUI 'LAKU BATIN' SOSIOLOGI ATMAJAYA MEMBERI 'HARAPAN RAKYAT'(22/04)
- 15 April 2010, Primbon - Babaran(15/04)
- DENTING PIANO DAN HENTAK FLAMENCO DI Tembi(12/08)
- PANGERAN SUMENDI DAN LEGENDA TERJADINYA DUSUN SENDEN, PAKEM, SLEMAN(29/09)
- Nasi Uduk Dongkelan(30/01)
- DHAKON(21/04)
- Putri Boyongan(06/05)
- 5 April 2010, Kabar Anyar - RUANG SEPI SASTRA (DI) YOGYA(05/04)
- SLONDHOK RENTENG PAK MUL, CAMILAN KHAS LAIN DARI SLEMAN(28/09)