Tembi

Berita-budaya»MASIH ADA SEPEDA DI YOGYA

23 May 2011 07:07:00

MASIH ADA SEPEDA DI YOGYABeberapa hari lalu, seorang tua, umur 80 tahun mengendarai sepeda dijalur lambat di ring road utara Yogya. Entah kenapa, tiba-tiba pengendara sepeda itu diserempet mobil dan terjatuh. Seperti kisah-kisah yang sering terjadi, mobilnya hanya berhenti sejenak, untuk kemudian terus pergi, tanpa merasa perlu mengantar yang ditabrak ke rumahnya. Malah, seringkali bisa ditemukan, mobilnya langsung kencang tancap gas.

Begitulah nasib pengendara sepeda di Yogya. Ia betul-betul tidak memiliki ‘haknya’ menggunakan jalan raya. Seolah jenis kendaraan bermesin yang hanya memiliki jalan raya. Bersepeda dengan pelan, memiliki resiko yang tidak aman. Bisa kita bayangkan, mengendarai sepeda dengan hati-hati bisa mendapatkan celaka justru dari ketidak hati-hatian pengendara kenadaraan bermesin. Ironis.

Di Yogya, meski penuh sepeda motor dan mobil, tetapi masih bisa ditemukan sepeda onthel. Jumlahnya tidak sedikit, cukup banyak.Hanya saja, untuk aktivitas keseharian, hanya sedikit sepeda yang melintasi jalan raya. Tetapi untuk kepentingan aktivitas lain, misalnya wisata atau berbentuk performance lainnya, di Yogya mudah sekali ditemukan komunitas sepeda. Pojok, paguyuban onthel Jokja hanyalah salah satu dari beberapa komunitas sepeda lainnya.

Untuk kepentingan ritual, misalnya sepeda gembira, di Yogya memiliki peserta yang cukup banyak. Karena sifatnya ritual, tentu saja ada keamaan dari aparat lalu lintas, sehingga kecil kemungkinan terjadi lakalantas sepeda.

Pada hari-hari tertentu, utamanya Sabtu malam, di Yogya, khususnya di titik nol km, bisa ditemukan bermacam komunitas kuno yang menjajarkan kendaraan kunonya. Sepeda onthel salah satunya. Selain itu, di Yogya bisa ditemukan sepeda kreasi dari anak-anak, yang bentuknya sebagai sepeda ‘tidak lazim’, karena format sepedanya tinggi, bahkaMASIH ADA SEPEDA DI YOGYAn melebihi tinggi mobil. Melihat anak-anak mengendarai sepeda onthel tinggi barangkali membayangkan bagaimana naik dan turunnya. Tapi mereka mempunyai cara sendiri untuk mengatasi hal yang dikawatirkan orang lain.

Setiap Sabtu malam, di Yogya kita bisa melihat sejumlah sepeda onthel menghiasi kota Yogya. Dari pinggir kota, sepeda onthel masuk kota Yogya secara berkelompok dan mereka bertemu disatu tempat, untuk saling berkumpul dan memajang sepeda mereka ditrotoar. Perjalanan mereka dari rumah ke suatu tempat yang telah disepakati sekaligus menandai lalu lintas di Yogya tidak sepi dari sepeda onthel. Lalu lintas di Yogya tidak kosong dari sepeda onthel.

Hal yang mungkin perlu dimengerti, bahwa wisatawan yang datang ke Yogya, jika berkeliling ke desa, lebih memilih mengendarai sepeda onthel. Apalagi pedesaan yang masih rindang pepohonan sehingga bisa menangkal sinar matahari membuat sejuk mengendarai sepeda di desa-desa. Tidak heran pula, ada yang membuka wisata sepeda onthel untuk keliling desa sambil menikmati hijaunya sawah, atau berhenti untuk minum kelapa muda yang dipetik langsung dari pohonnya. Situasi seperti ini, kiranya terasa eksotik bagi orang kota yang puluhan tahun tidak lagi tinggal di desa.

Untuk sepeda yang dikendarai di jalan raya yang sudah penuh kendaraan, yang perlu dihimbau, atau malah ‘diawasi’ agar hati-hati mengendarai kendaraan bermesin jika berpapasan atau hendak meMASIH ADA SEPEDA DI YOGYAnyalib sepeda onthel. Dalam kata lain, pengendara kendaraan bermesin perlu menghormati pengendara sepeda onthel agar tidak celaka karena tingkah pengendara kendaraan bermesin yang tidak hati-hati.

Lebih parah lagi, sudah tidak hati-hati, tanggung jawabnya rendah, sehingga tidak merasa perlu bertanggung jawab pada korban kecelakaan. Di Yogya, banyak pengendara kendaraan bermesin yang etikanya rendah, mau menang sendiri dan maunya didahulukan. Sepertinya jalan raya telah dimiliki pemamai kendaraan bermesin.

Dari melihat perilaku berlalu lintas pemakai jalan yang menggunakan kenadaraan bermesin, yang tidak hirau terhadap pemakaian jalan lainnya, dalam hal ini pengendara sepeda onthel dan pejalan kami, kita bisa mengatakan, kebanyakan para pengedara kendaraan bermesin, kulturnya belum menyesuaikan dengan jenis kendaraan yang dipakainya. Masih seperti ‘orang kampung’, yang kampungan, bukan orang kampung yang memiliki sopan santun dan tatakrama.

Kita tahu, di Yogya masih ada sepeda, bahkan pernah ada kampanye supaya warga Yogya, berangkat kerja atau sekolah menggunakan sepeda. Kampanye yang simpatik tentu saja, hanya saja, anak-anak muda sekarang lebih memilih sepeda motor daripada sepeda onthel.

Sekali lagi, untuk menghindari pengendara sepeda onthel yang sudah hati-hati menjadi korban laka lantas, para pengendara kendaran bermesin mestinya, atau harusnya, memberi ruang dan menghormati pengendara sepeda. Bukan malah ‘menjadikannya korban’ untuk ditinggal lari.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta