Tembi

Makanyuk»GEPLAK JAGO DI GOSE

15 Sep 2009 09:11:00

Makan yuk ..!

GEPLAK JAGO DI GOSE

Geplak Jago tergolong jagoan di Yogya. Geplak ‘old crack’ sejak 1967 ini, menurut pemiliknya Haji Fauzan Jafar (71 tahun), kini diproduksi sebanyak 1 ton per hari. Rasa geplaknya merupakan campuran gurih kelapa dan manis gula, dua komponen utama pembuatan geplak. Geplaknya tampil dalam bulatan warna-warni, yakni hijau, coklat, kuning, merah jambu dan putih.

Jalan hidup Pak Jafar nampaknya memang di geplak. Awalnya, pada tahun 1967 ia dan istrinya mencoba membuat geplak. Pak Jafar berasal dari Pendowoharjo Sewon, sedangkan istrinya dari Badegan, daerah yang sempat kondang sebagai penghasil geplak. Saat itu ia tidak punya pekerjaan, dan melihat peluang usaha geplak karena amat sedikit pembuat geplak yang masih aktif. Banyak pembuat geplak yang pensiun. Pembuat geplak tersisa yang ia tahu hanya Mbah Poi yang berjualan di Stasiun Bantul. Ia bertanya-tanya kepada para tetangganya, mantan pembuatgeplak, bagaimana cara membuat panganan khas Bantul ini.

Untuk modal, Pak Jafar lantas menjual satu-satunya sepeda onthel merek Fongers miliknya. Saat itu tenaganya hanya sepasang suami istri ini. Usahanya berkembang pelan-pelan. Rata-rata produksi geplaknya 10 kg per hari. Karena sudah tidak punya sepeda, setiap hari Pak Jafar jalan kaki ke Stasiun Bantul, naik kereta api ke Stasiun Dongkelan. Dari sana ia menjajakan geplaknya dari pintu ke pintu. Termasuk pembeli tetapnya adalah pengusaha batik Cokro Suharto, yang terus memberi spirit untuk memproduksigeplak.

Salah satu kelebihan geplak Pak Jafar adalah bisa awet sampai dua minggu, sementara geplak yang ada sebelumnya hanya bertahan lima hari. Tapi Pak Jafar menjamin, geplaknya tidak menggunakan bahan pengawet.

Ikhitiar terus dilakukan. Bu Jafar juga mengasong geplaknya di kereta api, mulai dari Kuda Putih (Yogya-Solo) sampai Patas Pandanaran (Solo-Semarang), bahkan Gaya Baru (Yogya-Jakarta). Ia juga sempat berjualan di Pasar Klewer Solo yang baru dibuka. Rejeki nomplok menimpa Pak Jafar saat diminta menyediakangeplak sebanyak 50 kg per hari selama tiga bulan untuk kru film ‘Janur Kuning’. Dengan modal dari keterlibatannya di pembuatan film ini, Pak Jafar meningkatkan usahanya. Untuk tambahan modal, ia juga meminjam dana dari BRI.

Ia rajin mengikuti pameran yang diselenggarakan Pemda. Geplak Jago semakin lama semakin dikenal. Banyak toko yang menjadi pelanggannya. Pada tahun 1980an, ia sempat ke luar negeri meninjau mesin pembuat roti. Ia tertarik tapi batal membeli karena harganya terlampau mahal. Tapi mengetahui cara kerja mesin tersebut, Pak Jafar lantas memesan tiga mesin pembuat geplak di Jalan Kaliurang dengan harga jauh lebih murah. Saat itu bisa dikata ia merupakan satu-satunya pengusaha geplak yang menggunakan mesin. Produksinya per hari melonjak.

Permintaan juga datang dari luar negeri. Pada tahun 1987-88 ada 30an negara yang meminta sampel. Tapi tidak bisa dipenuhi karena masa awet panganannya tidak bisa sampai berbulan-bulan. Geplaknya beredar di kawasan Yogya, termasuk di Sukoharjo dan Magelang.

Namun roda kehidupan memutar usahnya ke titik nadir. Pada tahun 1992 usahanya jatuh. Penyebabnya adalah persoalan kredit bank yang carut-marut dengan Bank Bapindo yang kolaps. Pinjaman baru sebagian terkucur untuk memugar bangunan tempatnya sekarang di selatan perempatan Gose Bantul. Dana sebagian lagi untuk mengembangkan dan memperlancar usahanya belum terkucur tapi Bapindo terlanjur sekarat. Akibatnya dengan tertatih-tatih ia harus membayar kredit ratusan juta rupiah sambil terus menjalankan usahanya. Sampai tahun 2002 saat utangnya lunas, geplak Jago bisa dikatakan jalan di tempat. Setelah itu, Pak Jafar memutuskan untuk berangkat naik haji. Sepulangnya dari tanah suci, ia kembali menekuni Jago-nya.

Roda nasib membawanya kembali ke atas. Kini jumlah karyawannya 130an orang. Semuanya terlibat dalam produksi. Ditambah 10 orang pelayan toko. Semua anaknya ikut terjun membantu.

Tahun ini bersama sejumlah rekannya, ia mendirikan Asosiasi Pengusaha Produk Olahan Pertanian (Appop) yang bertujuan melakukan inovasi dan pengembangan panganan hasil pertanian, semacam jamur, pisang, ketela, kelapa dan lainnya. Hasil awalnya, ada sembilan kelompok yang mendapat kucuran kredit dari bank.

Obsesi Pak Jafar memang mengembangkan usaha panganan tradisional. Untuk itu ia mengharapkan peran pemerintah dalam membina dan mengembangkan pengusaha panganan tradisional, seperti yang selama ini gencar dilakukan pemerintah terhadap pengusaha kerajinan. Peran itu dirasanya masih sangat kurang.

Dalam perkembangannya, Jago telah memproduksi panganan selain geplak. Mulai dari peyek, jenang, bakpia, yangko, rengginang, wajik klitik, dan terakhir ini, ampyang kelapa. Menurut Pak Jafar, ia mencoba menghidupkan lagi ampyang kelapa yang lama menyurut.

Jago tidak hanya singkatan dari Jafar Gose tapi memang jago panganan tradisional dari Bantul.

.a. barata




Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta