- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Berita-budaya»Workshop Manajer Festival Memahami Persoalan Menggelar Festival
09 Dec 2011 09:12:00EFA (Asosiasi Festival di Eropa) dan LaSalle College of the Arts Singapore bekerjasama dengan AAPAF (Asosiasi Festival Seni Pertunjukan se-Asian), dan JakArt, dimana JakArt adalah salah satu pendiri AAPAF beberapa bulan lalu mengadakan training bagi para Festival Manajer Muda, sebuah program terbuka bagi siapa saja yang memiliki semangat, perhatian dan dedikasi untuk festival seni . Mereka yang bekerja di dunia manajemen seni pertunjukkan atau yang ingin bekerja di dunia manajemen seni pertunjukkan. Dari Indonesia, kemarin JakArt menunjuk Fawarti Gendra Nata Utami atau yang akrab disebut Fafa Utami mewakili Indonesia untuk Program Festival Manajer Muda ini. Fafa adalah wanita muda yang sudah makan asam garam menggarap berbagai festival di Solo. Sebut saja beberapa festival disana, Indonesia Performing Art Mart (IPAM), Solo International Etnic Music (SIEM), Solo International Performing Art (SIPA) dan masih banyak lagi lainnya.
Program Festival Manajer Muda ini berlangsung selama delapan hari di Singapura, kemarin, saat mengadakan workshop Manajer Festival Muda di SUBUD yang diprakarsai oleh JakArt, Fafa Utami bercerita pengalamannya selama 8 hari disana. “Selama disana aku banyak dapat pelajaran, bayangkan saja disana ada 35 manajer festival muda dari 20 negara, dengan berbagai macam persoalan dan latarbelakang masyarakat yang berbeda-beda. Belum lagi mentor-mentor yang bisa dibilang sangat ahli untuk urusan membuat festival, seperti Bernard Faivre d’Arcier, 15 tahun lebih menjabat sebagai direktur Festival antara lain: Festival d’Avignon, the Centre of the Centre National du Theatre, Rose Fenton, produser dan penasehat seni, anggota pendiri dan direktur the London International Festival of Theatre, saat ini sedang menangani proyek internasional Festival in Transition, dan yang lainnya.”papar Fafa.
Fafa bercerita, disana ia banyak mendapat formula-formula, wawasan dan inovasi-inovasi bagaimana membuat festival, dan artistik yang baik, memang dari sekian banyak ide dan metode-metode dari mereka disana tidak bisa diserap langsung dan diterapkan di Indonesia karena latar belakang masyarakat, sosial politik dan kebijakan lainnya yang sudah tentu berbeda di setiap negara. “Tapi menurut saya kalau tidak nekat ikut, saya tidak akan mengerti problem-problem festival dari setiap negara, dan bagaimana penyelesaiannya. Memang sih rata-rata memiliki kesulitan yang sama, masalah bagaimana menarik penonton, bagaimana mencari sponsor, bagaimana mencari fanding, dan lainnya di tiap negara,” ujarnya.
Dengan diadakannya workshop seperti ini, diharapkan Fafa di Indonesia ini semakin banyak festival seni dan budaya yang dibuat, bukan hanya dibuat tapi bisa bertahan lama seperti berbagai festival pertunjukkan seni dan budaya di negara-negara lain. Point utama adalah apa yang diwacanakan dan tujuannya apa dari sebuah festival yang ingin dibuat, tak lupa membuat festival yang unik dan berfungsi edukasi untuk masyarakat luas.
Natalia S.
Artikel Lainnya :
- Puisi Lama(16/01)
- Film Indonesia Dapat Sambutan Meriah Di Festival Film Locarno (15/08)
- DOLANAN GOWOKAN-2 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-33)(01/06)
- 17 Januari 2011, Kabar Anyar - MANTRA BERSETUBUH DENGAN MATAHARI(17/01)
- Pentas Sastra Di Balai Soedjatmoko, Solo(08/05)
- MOBIL BUNG TOMO, KINI BERADA DI MUSEUM SEPULUH NOPEMBER SURABAYA (07/01)
- Album Kerajinan Tradisional. Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat (26/09)
- Kiki Kwintanada Bangga Bermusik Dengan Mantan Murid(14/09)
- BACEMAN KEPALA KAMBING(16/06)
- GEREJA HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN, GEREJA BERWAJAH JAWA(30/09)