- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Berita-budaya»Semar dan Togog. Yin Yang dalam Budaya Jawa
06 Oct 2010 02:22:00Perpustakaan
Judul : Semar & Togog. Yin Yang dalam Budaya Jawa
Penulis : Ardian Kresna
Penerbit : Narasi, 2010, Yogyakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : 130
Ringkasan isi :
Kehidupan di dunia ini dapat dikatakan sebagai perwujudan peperangan antara dua kutub yang berbeda, antara kebaikan dan kejahatan, antara kekacauan dan ketertiban, antara benar dan salah dan lain-lain. Wayang adalah gambaran dari hasil tersebut. Wayang sebagai seni pertunjukan kebudayaan Jawa sering diartikan sebagai “bayangan” atau samar-samar yang dapat bergerak sesuai lakon yang dihidupkan oleh seorang dalang. Wayang sebagai hasil budaya Jawa di dalamnya memuat nilai-nilai pendidikan hidup yang lengkap. Tidak hanya nilai kepahlawanan, tetapi juga pendidikan moral, kesetiaan dan kejujuran beserta dilema-dilema kehidupan yang kesemuanya menggambarkan segala sifat dan perangai perjalanan manusia di muka bumi.
Di dalam cerita wayang, terdapat tokoh abdi yang peranannya sangat besar dan penting, karena selain abdi juga merangkap sebagai penasehat dan pamomong. Mereka, yaitu Semar beserta anak-anaknya (Gareng, Petruk dan Bagong) yang lebih dikenal dengan nama punokawan. Mereka mengabdi pada satria-satria yang berwatak baik. Abdi yang kedua adalah Togog yang ditemani Bilung, yang mengabdi pada tokoh-tokoh berwatak jahat. Dalam kisah wayang purwa, Semar dilahirkan atau terjadi dari putih telur, menunjukkan mitos bahwa Semar adalah makhluk tertua menurut pemikiran orang-orang Jawa. Semar tidak memiliki keinginan duniawi sebagaimana manusia pada umumnya. Hal tersebut adalah gambaran simbol kebijaksanaan yang tak terpengaruh oleh watak manusia lain, situasi dan kondisi di mana dia sedang berada. Semar memiliki bentuk fisik yang unik, seolah-olah simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol bumi. Semar selalu tersenyum tetapi bermata sembab, simbol suka dan duka. Wajahnya tua tetapi potongan rambutnya kuncung, simbol tua dan muda. Berkelamin laki-laki tetapi berpayudara seperti perempuan, simbol pria dan wanita. Penjelmaan dewa tetapi hidup sebagai rakyat jelata, simbol atasan dan bawahan.
Para punokawan dalam pagelaran wayang kulit purwa akan dimunculkan oleh dalang dalam babak kedua untuk mengisi babak goro-goro. Babak ini menggambarkan bencana alam yang disebabkan tindakan dewa atau manusia yang menyimpang dari ketentuan. Tetapi dapat juga akibat pengaruh sebuah tindakan yang luar biasa, seperti kekuatan yang timbul akibat seorang satria atau pertapa menjalankan laku samadi terlalu kuat, khusyuk dan lama. Selama goro-goro berlangsung, biasanya tokoh wayang raksasa yang melambangkan unsur kejahatan muncul dan menyebabkan penderitaan. Semar sebagai lambang penyeimbang ketentraman memiliki andil dan beban yang berat, karena tugasnya adalah mendampingi dan menjaga agar sang asuhan tetap teguh dalam pendirian. Tugas Semar adalah membuat keadaan stabil kembali tanpa menggunakan senjata/kekuatan fisik, karena yang lebih dipentingkan adalah petuah-petuahnya. Dapat digambarkan bahwa fungsi keterlibatan Semar adalah sebagai abdi, sekaligus orang tua asuh dan sumber kesaktian ilmu-ilmu luhur untuk merawat, membimbing, melindungi dan mengarahkan para satria untuk membuka jalan ke arah turunnya wahyu.
Togog, adalah saudara Semar yang lahir atau terjadi dari cangkang telur dan dianggap lebih tua.Tugas utamanya adalah mengingatkan satria yang diabdi sekaligus diasuhnya agar insyaf dari rencana-rencana buruknya dan kembali kepada kebenaran. Kendati tugasnya adalah menasehati dan mengingatkan, tetapi Togog tidak pernah memaksakan kehendak agar sang satria menuruti dan menjalankan nasehatnya. Semua keputusan sepenuhnya diserahkan kepada asuhannya, Togog hanya sekedar memberi gambaran tentang kekuatan lawan yang akan dihadapi dan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Tak jarang Togog justru terkena amarah bahkan diusir karena nasehat tersebut. Bila Togog bertemu Semar, tidak jarang ia mengeluh akan tugasnya yang sangat berat. Semar biasanya mengingatkan dan menguatkan hati saudaranya dengan nasehat-nasehat agar tabah dan tegar menjalani tugas tersebut. Dari sini kita lihat bahwa kewajiban Togog lebih berat karena dikelilingi oleh mereka yang berwatak jahat, daripada Semar yang dikelilingi mereka yang berwatak baik.
Dengan kebijaksanaan yang diperagakan oleh Semar dan Togog, kita dapat melihat cara pandang kosmologis yang lebih luas tetapi dalam cara pandang yang justru lebih sederhana, yaitu pandangan keseimbangan ekologis bagi alam sekitar. Pandangan hidup manusia Jawa akan membimbing masyarakat untuk mempertahankan hidup dengan kesadaran keseimbangan lingkungan. Semar menunjukkan berbagai cara untuk menyikapi ketimpangan yang dilakukan oleh manusia dan mengingatkan mereka untuk berperilaku sebagaimana mestinya. Sedangkan Togog mengingatkan atas perbuatan-perbuatan manusia yang mengarah kepada keburukan yang pada akhirnya akan menimbulkan malapetaka bagi kelangsungan kehidupan.
Tugas Semar dan Togog ini seperti konsep Yin dan Yang, sebuah konsep yang berasal dari Cina. Konsep Yin diartikan sebagai kegelapan dalam simbol warna hitam mengacu kepada misteri paruh waktu kehidupan perkembangan yang dijalani manusia dalam dunia jasmani atau fisik. Sedangkan Yang diartikan sebagai penerang dalam simbol warna putih mengacu kepada paruh waktu selanjutnya dalam sisi spiritual atau kejiwaan/batin. Keduanya saling berhadapan dalam pautan yang seimbang laksana roda yang berputar sebagai daur pertumbuhan yang menyeluruh. Simbol ini adalah lambang penyadaran akan hakekat kehidupan manusia tentang sifat yang telah menjadi kodrat keilahian tentang kebaikan dan keburukan yang akan senantiasa dihadapi dalam perjalanan hidup di dunia. Sikap hidup masyarakat di Jawa memiliki konsep yang terbagi dua kategori yang dipergunakan untuk mengatur semua unsur lahir dan batin sebagai tolok ukur perilaku untuk menilai segala sesuatu kategori itu adalah halus dan kasar. Dalam pemahaman Yin dan Yang adalah dengan simbol gelap dan terang yang keduanya bagaikan sebuah sisi mata uang yang saling berkaitan dan menempel satu dengan lainnya.
Semar dan Togog (sebagai gambaran Yin dan Yang dalam budaya Jawa), mengemban tugas utama sebagai pamomong para satria di muka bumi, keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda dalam melaksanakannya. Togog ibarat ulama, tugas utama adalah memberi peringatan dan penuntun menuju jalan kebaikan. Semar ibarat guru, tugas utama adalah membimbing murid kepada jalan kebaikan dan kepandaian. Namun tujuannya sama yaitu memberikan penyadaran kepada manusia agar keberadaannya dalam masyarakat luas dapat bermanfaat dan berhasil guna serta terhindar dari perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Teks : Kusalamani
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Omah Sandhuwuring Jaran(14/08)
- Mengenang Muslim Abdurrahman, Mengenang Islam Transformatif(14/08)
- Orang Gila Di Yogya(13/08)
- Saat Seniman Menafsirkan Tugu(13/08)
- Denmas Bekel(11/08)
- Satu Jam Belajar Gamelan(11/08)
Ini Tong Pu Hidup - Pameran Foto Orang Papua(11/08) - Kala Bendana(10/08)
- Tembung-Tembung Basa Krama Desa (10/08)
- Serimpi 25 di Mata Penulis Belanda dan Ilustrator Swedia(10/08)