Serimpi 25 di Mata Penulis Belanda dan Ilustrator Swedia

Serimpi 25 di Mata Penulis Belanda dan Ilustrator Swedia

Apa yang disebut sebagai tarian mungkin telah ada sejak manusia mengenal peradaban. Di Jawa kesenian tari dalam wujudnya yang paling awal mungkin dapat dilacak pada relief-relief percandian, salah satunya di panil-panil relief Candi Borobudur yang ditengarai dibangun abad ke-8 Masehi. Mungkin saja tari dalam bentuk awalnya dapat juga dilacak dari legenda atau kisahan tentang Siwa menciptakan/merajai dunia yang dikenal dengan Siwa Nataraja, atau kisahan tentang Brahma yang menciptakan bidadari yang kemudian menari lemah lembut dalam pola-pola gerak seperti tanpa bobot mengalir dalam keindahan nan elok. Dapat juga hal tersebut dilacak dari sumber-sumber lain.

Kesenian tari di Jawa merupakan sesuatu yang penting. Hanya saja kesenian ini terutama yang dianggap sebagai sakral, halus, rumit, njlimet, dan anggun umumnya pada masa lalu hanya ditarikan di dalam lingkungan keraton (njeron beteng). Contoh dari jenis tari yang hanya boleh ditarikan di lingkungan keraton adalah Tari Serimpi dan Bedaya. Dengan demikian, dua jenis tari ini pada awalnya merupakan dua jenis tari yang relatif bersifat tertutup untuk umum. Hal demikian menyebabkan dua jenis tari ini relatif kurang dikenal masyarakat awam, khususnya pada tahun-tahun sebelum menginjak abad 19-20.

Serimpi 25 di Mata Penulis Belanda dan Ilustrator Swedia

Tanggal 17 Agustus 1918 berdirilah perkumpulan tari yang dinamakan Kridha Beksa Wirama di Yogyakarta. Salah satu sentana dalem yang mempelopori berdirinya perkumpulan ini adalah Gusti Pengeran Haryo Tedjakoesoema yang direstui oleh Sultan Hamengku Buwana VIII. Dengan demikian, jenis-jenis tarian dari dalam keraton pun (termasuk Tari Serimpi dan Bedaya) menjadi semakin populer di kalarangan rakyat, bahkan bagi bangsa asing.

Tahun 1925 ada seorang Belanda yang bernama Mevrouw Beata Anna van Helsdingen-Schoeevers menuliskan (mengarang) buku tentang seni Tari Serimpi dan Bedaya dari Surakarta saat itu. Ia menghubungkan tari-tarian itu dengan tari-tarian yang terekam pada relief Candi Borobudur dan Prambanan. Van Helsdingen juga menuliskan dengan cukup runtut tahapan-tahapan untuk menjadi penari Serimpi dan Bedaya di dalam keraton. Bahkan juga mengenai kostum penarinya. Van Helsdingen menuliskan semuanya itu dalam bahasa yang indah dan puitis. Buku karya persembahan Van Helsdingen itu juga dilengkapi dengan ilustrasi dari seniman Tyra de Kleen plus beberapa foto. Buku itu sendiri diproduksi oleh Uitgegeven Door Volkslectuur, Weltevreden, Batavia, 1925.

Serimpi 25 di Mata Penulis Belanda dan Ilustrator Swedia

Ada 20 karya ilustrasi dari Tyra de Kleen dalam buku yang diberi judul ”Het Srimpi Boek” itu. Karya Tyra de Kleen ini pada masanya demikian populer sehingga Balai Poestaka sebagi penerbit menerbitkan buku tersebut dalam tiga edisi. Edisi pertama berbahasa Belanda. Edisi kedua berbahasa Indonesia dan edisi ketiga berupa bendel ilustrasi Serimpi yang tidak dijilid dan tidak ada teks tulisan Van Helsdingen. Jadi hanya berupa lembaran gambar dan foto saja.

Peranan Tyra de Kleen dalam buku Het Serimpi Boek ini demikian besar. Gambar ilustrasinya demikian mendominasi. Karya Tyra de Kleen dalam buku ini banyak dipuji. Ia menggarap karyanya dengan detail yang bagus. Ia bisa menangkap momen-momen gerak dari para penari dan kemudian menuangkannya dalam karya ilsutrasi nyaris seperti foto. Ia mampu menangkap gerak lemah gemulai penari dalam garis dan warna dalam karya ilustrasinya. Hanya saja postur penari yang digambarkannya mungkin kurang proporsional. Hampir semua karyanya menggambarkan sosok penari dengan kaki yang kepanjangan (tidak sebanding dengan porsi tubuhnya). Demikian juga bentuk tubuh penari yang digambarkannya semuanya ramping yang mungkin tidak sesuai dengan postur tubuh wanita Jawa pada umumnya. Lepas dari semuanya karya Tyra de Kleen dan Van Helsdingen ini sebenarnya dapat dipandang sebagai dokumen penting tentang seni tari di Indonesia (Jawa). Mungkin kita bisa belajar banyak dari sana bahwa pada intinya justru banyak orang asing yang demikian besar perhatiannya terhadap ”kekayaan” kita sementara kita abai terhdapnya dan bari teriak-teriak ketika kekayaan kita itu ”diapresiasi” bangsa lain.

Serimpi 25 di Mata Penulis Belanda dan Ilustrator Swedia

Demikian catatan singkat mengenai Pameran Ilustrasi Serimpi yang diselenggarakan Bentara Budaya Yogyakarta yang diselenggarakan tanggal 8-16 Agustus 2012.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta