Tembi

Berita-budaya»PETRUK RATU, PENTAS 3 KELIR 4 DALANG DARI SUKRO KASIH GELIAT KREASI TIADA HENTI

20 May 2011 06:50:00

PETRUK RATU, PENTAS 3 KELIR 4 DALANG DARI SUKRO KASIH: GELIAT KREASI TIADA HENTI

Paguyuban dalang muda Yogyakarta SUKRO KASIH kembali menggelar pementasan wayang di Tembi Rumah Budaya hari Jumat malam tanggal 13 Mei 2011, jam 21.00-04.00 WIB. Pementasan yang direncanakan rutin dua bulanan ini untuk kali ini merupakan pementasan keduanya. Jika pada pementasan pertama tata panggung menggunakan dua kelir dengan dua dalang sebagai peraganya, kali ini tata panggung menggunakan tiga kelir dengan peraga empat dalang.

Penikmat wayang kulit yang terbiasa dengan gaya pakeliran konvensional mungkin akan terperangah dengan model tata panggung yang tidak biasa ini. Lebih tidak biasa lagi kelir bagian tengah dibuat sedemikian rupa sehingga wayang yang dimainkan hanya tampak dari sisi bayangannya saja. Untuk itulah sepak terjang dalang di kelir bagian tengah ini ”diamankan” denganPETRUK RATU, PENTAS 3 KELIR 4 DALANG DARI SUKRO KASIH: GELIAT KREASI TIADA HENTI pembatas atau sekat berbentuk persegi yang dibuat dari kain hitam. Dengan demikian, penonton tidak akan bisa melihat kiprah dalang pada kelir bagian tengah yang memang lebih dikhususkan untuk menampilkan efek bayang-bayang sebagai bagian inti dari pertunjukan wayang kulit.

Empat orang dalang yang bermain dalam tiga buah kelir serta mementaskan lakon Petruk Ratu masing-masing adalah Ki Eko Suwondo, Ki Geter Pamujiwidodo, Ki Taton Sulistyo, dan Ki Lingga Wisnu Indarto, S.Sn. Dua orang dalang bermain di depan kelir, yaklni Ki Geter Pamujiwidodo dan Ki Eko Suwondo. Sementara Ki Lingga Wisnu Indarto, S.Sn. dan Ki Taton Sulistyo bermain di kelir bagian belakang. Dengan konsep ini diharapkan pertunjukan 3 dimensi bisa dicapai. Sebab selama ini konsep yang disajikan dalam pementasan wayang kulit hampir selalu menggunakan konsep dua dimensi dengan konsentrasi menonton atau menikmati dariPETRUK RATU, PENTAS 3 KELIR 4 DALANG DARI SUKRO KASIH: GELIAT KREASI TIADA HENTIdepan kelir atau belakang kelir. Dengan konsep 3 kelir penonton tidak perlu berpindah-pindah tempat untuk menyaksikan kelir bagian depan maupun pengadeganan bayang-bayang di kelir bagian belakang. Semuanya bisa dicapai secara bersamaan.

Pengadeganan yang disuguhkan Sukro Kasih kali ini pun tidak mengikuti tata urutan pengadeganan yang selama sudah umum (konvensional) dalam pagelaran wayang kulit. Tidak ada ”kandha janturan”. Tidak ada ”jejer” atau ”pasewakan agung”. Tidak ada perang gagal/kembang. Gending atau iringan pun tidak mengikuti tata konvensi klasik yang selama ini dianut. Sindhen yang berjumlah lima orang pun dengan sengaja dipajang di tengah dan menghadap langsung ke penonton sehingga menjadi presentasi langsung keindahan lain kepada penonton. Pementasan justru diawali dengan semacam rerasan atauPETRUK RATU, PENTAS 3 KELIR 4 DALANG DARI SUKRO KASIH: GELIAT KREASI TIADA HENTIobrolan yang penuh kritik sosial. Keluh kesah masyarakat umum yang tidak pernah diperhatikan oleh pimpinan atau penguasa.

Wong cilik yang selalu jadi objek dan dalam hal ini diwakili oleh sosok Petruk menjadi marah, kecewa, dan mungkin juga jijik kepada para penguasa yang hanya memikirkan perutnya sendiri ingin berontak. Bosan dengan kondisi yang tidak berubah menjadi baik, Petruk pun gugat dan mulai menaklukkan banyak raja. Berawal dari pengangkatan dirinya menjadi raja dan bergelar Prabu Wel Gedhuwel Beh dengan kerajaan di Loji Tengara, Petruk mulai mencoba menaklukkan Amarta, Mandura, Astina, Lesanpura, Mandaraka, dan lain-lain.

Apa yang dilakukan Petruk sesungguhnya merupakan bentuk demontrasi, protes, kritik, dan perlawanan rakyat yang selalu hanPETRUK RATU, PENTAS 3 KELIR 4 DALANG DARI SUKRO KASIH: GELIAT KREASI TIADA HENTIya dijadikan objek penderita. Hal ini juga menjadi semacam peringatan akan konsepsi tentang bersatunya (manunggalnya) kawula-gusti. Tidak ada gusti jika tidak ada kawula. Tidak ada majikan jika tidak ada abdi atau pembantu. Apalah artinya majikan atau tuan jika tidak ada satu orang pun yang mau melayaninya. Dengan demikian, diharapkan orang yang merasa diri penguasa, pemimpin, tuan, majikan, ndara, diharapkan untuk bisa lebih memikirkan ”pasangan’-nya, yakni abdi, rakyat, kawula, pembantu, pengikut, dan seterusnya. Semuanya perlu keberimbangan.

Paguyuban Sukro Kasih yang diresmikan organisasinya tanggal 11 Maret 2011 ini beranggotakan 50-an dalan g muda yang ada di Yogyakarta. Paguyuban ini didirikan dengan suatu maksud agar dalang muda semakin terpacu untuk berekspresi dan berkreasi. Dengan demikian, iklim berkreasi dalang muda di Yogyakarta terus terpacu dan terasah.PETRUK RATU, PENTAS 3 KELIR 4 DALANG DARI SUKRO KASIH: GELIAT KREASI TIADA HENTI

Sukro Kasih tidak pernah bermaksud merusak pakem yang ada. Tidak bermaksud membenturkan diri pada lembaga-lembaga pedalangan yang lain. Sukro Kasih juga sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun. Demikian ditegaskan oleh Ketua Paguyuban Sukro Kasih, Ki Suharno, S.Sn. (33) kepada Tembi di sela-sela pergelarannya.

”Tentu saja ada yang pro dan kontra. Itu sudah biasa. Semuanya kita terima. Akan tetapi yang penting dicatat adalah bahwa ruh wayang itu sendiri tidak akan pernah berubah. Wayang itu digarap bagaimanapun juga ruhnya ya tetap wayang. Garapan bisa beraneka macam, namun ruh wayangnya ya tetap ruh wayang.” Demikian tutur Ki Suharno.

Pagelaran wayang 3 kelir 4 dalang kali ini didukung oleh Bank Bantul, Tembi Rumah Budaya, Radio MBS, Harian Radar Jogja, Jogja TV, Radio KR, Rarasati Catering, dan Bhumi Pariwara.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta