Para Dosen Membaca Puisi

Para Dosen Membaca Puisi

Krisbudiman, yang sehari-harinya mengajar di Kajian Media dan Budaya UGM, membuka Sastra Bulan Purnama edisi 9 dengan membacakan puisi karyanya yang berjudul ‘Sumberawan, Gemercik Air, dan Harus Cempaka’. Puisi prosaic tersebut dibacakankannya sambil mengajak salah seorang pembaca perempuan Endar Sr. Sehabis satu puisi, Krisbudiman membacakan puisi lainnya yang berjudul ‘Tanka Telaga Bunyan’.

Para dosen yang biasanya berdiri di depan mahasiswa, pada Selasa (5/6) malam lalu di Tembi Rumah Budaya, membacakan puisi karya mereka sendiri dalam Sastra Bulan Purnama edisi ke 9, yang mengambil tema ‘Membaca Puisi Melupa Teori’. Seorang dosen dan sekaligus guru besar dari UPN Yogyakarta, membacakan dua puisi karyanya masing-masing berjudul ‘Tahajud’ dan ‘Jentara’.

“Ketika masih mahasiswa, saya sering menulis puisi, namun sudah berhenti lama karena kesiubukan sebagai pengajar, sehingga ketika diminta kembali menulis puisi untuk acara sastra bulan purnama, saya hanya bisa menulis dua puisi” kata Sari Bahagiarti, guru besar dari UPN.

Para Dosen Membaca Puisi

Dua puisi dibacakan Sari Bahagiarti dengan kalem tanpa mengurangi penjiwaan. Terasa sekali, dalam membaca, Sari tidak asing terhadap puisi, malah seperti sudah akrab dengan puisi. Selain Sari, dua perempuan yang membaca puisi ialah Ririe Rengganis, seorang pengajar dari Universitas Negeri Surabaya dan telah menerbitkan buku kumpulan puisi. Ririe, demikian nama panggilannya, sudah beberapa bulan lalu ikut membaca puisi di Tembi Rumah Budaya, bersama penyair perempuan yang lain.

Seorang perempuan yang lain, dan sehari-harinya mengajar jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya UGM dan menjabat sebagai Prodi Bahasa Korea, diantaranya membacakan puisi karyanya yang berjudul ‘Hot Cappucino’. Kita petikan bait puisi dari judul tersebut:

“Cangkir kopi bertabur busa mewah
Jadi penghangat cengkrama kita
Meski tak pernah usai menyeruput teguk demi teguk
Secangkir kopi tak pernah habis hingga dini hari
Bagai bincang, canda, dan debat kita
Yang tak pernah berujung batas”

Para Dosen Membaca Puisi

Pengajar muda, Chrysogogus Siddha Malilang, namanya, sehari-harinya sebagai pengajar jurusan bahasa Inggris di Universitas Sanata Dharma, tidak ketinggalan membacakan puisi karyanyanya. Diawali dengan membaca puisi yang berjudul ‘Dari Kata’ dan ditutup dengan membaca puisi yang berjudul ‘Pulang’.

Seorang dokter jiwa, Inu Wicaksana, yang terbiasa dengan orang-orang yang jiwanya terganggu, ikut membacakan puisi karyanya yang berjudul ‘Reuni Setelah Empat Puluh Enam Tahun Berpisah’.

“Saya biasanya membacakan puisi karya saya di depan pasien-pasien saya yang jiwanya terganggu. Tapi malam ini, saya akan membaca puisi untuk acara Sastra Bulan Purnama’ kata Inu Wicaksana mengawali sebelum membacakan puisi karyanya.

Tentu saja, kelakar Ini Wicaksana disambut hadirin dengan tertawa lepas, dan seperti tidak ambil peduli, Inu Wicaksana membacakan satu puisinya dengan penuh ekspresif.

Beberapa pembaca puisi yang lain, dengan penampilan yang ekspresif dan penuh penjiwaan tetapi sekaligus membuat sindiran secara berkelakar, ialah yang dilakukan oleh Agus Leylor. Dengan gaya khas seorang yang suka ndagel, Leylor membacakan puisinya dan mengundang gelak tawa.

Para Dosen Membaca Puisi

Lain halnya dengan, I Dewa Putu Wijana, yang sungguh-sungguh serius membaca puisi dan enak didengarkan. Putu, membacakan puisi-puisinya dengan intensi yang pas dan suaranya mantap, sehingga mendengarkan kata demi kata dari puiisi yang diucapkan, merasakan kata-kata dalam puisinya hidup.

Selain pembacaan puisi, diselingi permainan gitar oleh Maria Ingrid, yang diantaranya menyanyikan satu lagu puisi karya Saprdi Djoko Damono. Suara Ingrid sangat enak untuk didengar, sehingga mendapat aplaus dari hadirin. Tampil pula, kelompok muusik Kinara membawakan 4 lagu puisi karya mereka..

Sastra Bulan Purnama edisi 9, yang menghadirkan tema ‘Membaca Puisi Melupa Teori’ seperti dihidupkan oleh para pengajar dan guru besar, yang tidak asing dengan puisi. Ada 14 penyair yang sekaligus dosen dan guru besar yang ikut membacakan, satu orang berhalangan hadir. Masing-masing membacakan puisi karyanya, ada yang membacakan satu puisi seperti Argo Twikromo dan Bambang Kusuma Prihandono, yang sehari-harinya sebagai pengajar di Fisip Universitas Atmajaya, Yogyakarta. Ada juga yang membacakan satu geguritan (puisi Jawa0, ialah Suwardi Endraswara, pemgajar di UNY. Namun ada juga yang membacakan tiga puisi karyanya, misalnya Agus Leylor. Selain itu, ada penyair dalam membaca mengajak pembaca lainnya ikut membacakan karyanya seperti Faruk Tripoli, yang mengajak, diantaranya Boen Mada dan Retno Dasri Iswandari.

Pembacaan puisi ditutup penampilan Sidik Jatmiko, pengajar jurusan HI di Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Sidik sangat ekspresif dan teatrikal dalam membacakan satu judul puisinya yang cukup panjang.

Ons Untoro

Foto-foto pinjam dari Budi Adi




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta