Mengenalkan Batik Di Taman
Kita tahu, Yogya dikenal memiliki tradisi batik tulis yang masih terus dijalankan.Kita juga tahu, bahwa kalangan muda dan remaja tidak terlalu mengenali batik tulis. Meski mereka mengenal batik cap yang dipakai sebagai baju, tetapi batik tulis tempo doeloe, yang dipakai sebagai jarik kaum perempuan atau ibu-ibu, rasanya tidak lenyap, walau anak-anak remaja kini tidak mengenalinya. Kita juga tahu seni batik telah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh Unesco. Karena itu upaya ‘mengenalkan’ batik kepada khalayak yang lebih luas perlu dilakukan.
Kawasan Malioboro, sampai di titik nol kilometer, yang sekarang seringkali dipakai untuk aktivitas kesenian publik, tidak pernah sepi dari kehadiran orang. Di lokasi ini ada taman yang bisa dipakai untuk nongkrong atau bercengkerama. Orang-orang yang datang di lokasi ini tidak hanya orang Yogya, tetapi orang dari derah luar Yogya terbuka untuk nongkrong. Apalagi pada liburan sekolah, titik nol kilometer khususnya dan kawasan Malioboro umumnya, tidak lupa dikunjungi anak-anak sekolah yang sedang liburan di Yogya.
Di lokasi ini, persisnya di taman titik nol kilometer, rupanya ada monumen batik. Bermacam batik tradisional berbagai motif ditempelkan pada dinding pot di taman, Seni batik dalam pigura dan dibungkus kaca sehingga tidak basah terkena hujan. Orang bisa melihat bermacam motif batik tulis Yogya berikut keterangannya. Misalnya, ada motif batik kawung, udan tiris, semen rama, nitik dsb. Masing-masing motif batik ini ada keterangannya sehingga orang yang melihat motif batik bisa membaca keterangannya.
Mengenalkan batik di tengah kota kepada khalayak yang lebih luas, kiranya merupakan usaha yang baik untuk tidak melupakan seni batik. Setidaknya, orang menjadi tahu bahwa batik merupakan karya seni khas Indonesia yang bisa ditemukan disejumlah kota di Indonesia. Karena selain di Yogya, di kota-kota lain juga ada seni batik, misalnya Pekalongan, Solo, Madura dan kota-kota lainnya. Tentu saja, masing-masing kota memiliki motif yang berbeda.
Bagi yang kebetulan sedang bermain di titik nol kilometer Yogyakarta, mungkin dengan anak-anaknya, bisa mengenalkan motif-motif batik Yogyakarta. Anak-anak bisa menjadi tahu, bahwa batik Yogya memiliki motif-motif tertentu, dan sekaligus bisa memberi pengetahuan pada mereka, bahwa motif batik di Yogya berbeda dengan motif batik di kota-kota lainnya.
Titik nol kilometer Yogyakarta memang telah berfungsi menjadi ruang publik. Berbagai macam aktivitas publik seringkali diselenggarakan dikawasan ini. Bahkan demonstrasipun mengambil ruang publik ini untuk mengekspresikan gagasannya.
Lalu lintas yang tidak pernah sepi di ruang titik nol kilometer, memberikan atmosfir tambahan untuk melakukan aktivitas publik, setidaknya di atas kendaraan orang bisa menikmakmati performance dalam beragam bentuk.
Khusus untuk seni batik yang dipajang di Taman, atau monumen batik, bisa dinikmati di atas kendaraan dari arah utara, yakni jalan dari Malioboro. Karena, monumen batik ini berada tepat di tepi lampu merah, sehingga sambil menunggu lampu hijau, pengendara kendaraan bisa melihat motif-motif batik yang ditempelkan pada pot tanaman yang terbuat dari beton.
Begitulah, seperti halnya menu gudeg yang tidak hilang, meski dikepung oleh menu makanan dari daerah lain, batik Yogya masih tetap ‘eksis’ walaupun ragam pakaian ‘membanjiri’ Yogya.
Ons Untoro
Artikel Lainnya :
- Burisrawa(14/10)
- Mereka Masih Selamat(15/04)
- 26 Oktober 2010, Djogdja Tempo Doeloe - ROMUSHA DI JOGJA TAHUN 1943-AN(26/10)
- 19 Maret 2011, Denmas Bekel(19/03)
- SPANDUK-SPANDUK DI YOGYAKARTA(01/01)
- Paham Jawa. Menguak Falsafah Manusia Jawa Lewat Karya Fiksi Mutakhir Indonesia(24/06)
- JAGAL KUDA HANYA ADA DI JOGJA(02/09)
- 8 Februari 2010, Suguhan - TONGSENG DAN RICA-RICA MENTHOK(08/02)
- DOLANAN SEKITAN-1 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-59)(03/05)
- Selva Marissa, Lebih Suka Gaul Sama Lelaki(17/04)