Tembi

Berita-budaya»PAK DARMA BERTEMU KAWAN LAMA DUET PIANIKA DAN KOLABORASI BERBAGAI UNSUR SENI DI Tembi RUMAH BUDAYA

10 Jun 2011 07:59:00

"PAK DARMA BERTEMU KAWAN LAMA", DUET PIANIKA DAN KOLABORASI BERBAGAI UNSUR SENI DI Tembi RUMAH BUDAYAPerjumpaan antarmanusia dapat menumbuhkan gagasan apa saja. Demikian pun yang terjadi antara dua orang pemain pianika. Bunyi atau nada-nada yang dihasilkan dari setiap tuts pianika ternyata dapat diolah menjadi komposisi musik yang merdu dan indah. Kepiawaian mengolah tuts-tuts pianika dipadu dengan tiupan angin dari mulut sebagai tenaga penghasil bunyi di dalam pianika memanglah bukan pekerjaan yang mudah. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan Gardika Gigih Pradipta dan Makoto Nomura. Makoto Nomura adalah pemain pianika, pianis, sekaligus komponis. Sementara Gardika Gigih Pradipta adalah seorang pemain pianika dan komponis muda.

Latar belakang kultur Gigih maupun Nomura tidaklah sama. Keberbedaan kultur ini ternyata bisa ”dikawinkan” melalui alat musik yang bernama pianika. Di tangan keduanya alat ini bisa"PAK DARMA BERTEMU KAWAN LAMA", DUET PIANIKA DAN KOLABORASI BERBAGAI UNSUR SENI DI Tembi RUMAH BUDAYAmenghasilkan bunyi musik dalam komposisi yang padu, saling mengisi. Kemenyatuan ini terjadi karena sesungguhnya alat musik yang mereka gunakan yang bernama pianika itu memiliki ”bahasa” yang sama. Dua alat musik yang digunakan kedua pemusik yang berbeda itu sesungguhnya adalah alat yang sama bentuk, rupa, dan produk bunyi yang dihasilkannya. Kepaduan komposisi duet mereka pun dipandu oleh nada-nada yang sejenis dari alat yang sejenis.

Kisah perjumpaan itulah yang kemudian melahirkan apa yang dinamakan nomor-nomor komposisi kolaborasi. Komposisi kolaboratif itu disajikan di Ruang Museum Tembi pada Kamis malam, 2 Juni 2011 jam 19.30-22.30 WIB. Duet pianika Jepang-Indonesia ini pun diberi tema besar ”Pak Darma Bertemu Kawan Lama”. Tema ini masih diderivasikan menjadi tema-tema lain seperti ”Pak Darma Bermimpi” (solo pianika-Makoto Nomura), ”Pak Darma Berdarmawisata” (duet pianika-Makoto Nomura dan Gardika Gigih Pradipta), ”Kampung Halaman”"PAK DARMA BERTEMU KAWAN LAMA", DUET PIANIKA DAN KOLABORASI BERBAGAI UNSUR SENI DI Tembi RUMAH BUDAYA(solo piano-Makoto Nomura), ”Pergi Jauh dari rumah dengan Telur-telur” (solo piano-Makoto Nomura).

Satu bahasa universal yakni bahasa bunyi yang dilantunkan melalui duet pianika ini diharapkan mampu mengajak penonton bergembira sekaligus menikmati dan memaknai berbagai perjumpaan yang terjadi dalam kehidupannya, apa pun wujud perjumpaan itu. Perjumpaan selalu membawa sesuatu yang dalam banyak hal memberi arti tertentu.

Seperti pernyataan Makoto Nomura, selama ini pianika sering hanya dimengerti sebagai alat musik yang umum dimainkan oleh anak-anak. Padahal alat musik ini bisa diolah atau dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan komposisi musik yang tidak kalah menarik dengan alat musik lain. Untuk itu Makoto Nomura berharap akan semakin banyak pemain pianika yang profesional di Indonesia atau di dunia. Pemain pianika dapat menekuni seni musik pianikanya menjadi profesional. Demikian Makoto Nomura.

Makoto Nomura sendiri adalah seorang komponis kontemporer, pianis, dan pemain pianika. Makoto adalah pionir untuk musik kontemporer dengan instrumen pianika. Ia punya kelompok kwintet pianika yang dinamakan ”P-Blot”. Makoto banyak membuat komposisi untuk Orkes Simfoni Barat, Gamelan Jawa, Instrumen Tradisional Jepang, Musik Kamar, dan lain-lain.

Gardika Gigih Pradipta yang pada kesempatan ini berkolaborasi dengan Makoto adalah seorang komponis muda dan pemain pianika sekaligus pianis. Ia mendalami seni"PAK DARMA BERTEMU KAWAN LAMA", DUET PIANIKA DAN KOLABORASI BERBAGAI UNSUR SENI DI Tembi RUMAH BUDAYA musik di ISI Yogyakarta tahun 2007 dengan mengambil studi utama komposisi musik dengan instrumen mayor piano. Kini ia sedang menyiapkan pertunjukan ”Musik Kereta”, yakni sebuah pertunjukan berbasis riset tentang kereta api yang akan diwujudkan ke dalam komposisi musik.

Kolaborasi musik di Tembi Rumah Budaya ini bukan hanya mengkolaborasikan Gigih dan Makoto, namun juga dengan Kumiko Yabu, Osamu Jareo, Eben Heser dan Eldo. Kumiko Yabu adalah seorang komponis dan pemain perkusi. Ia bekerja sebagai sound engineer untuk teater di Tokyo. Kumiko belajar komposisi di Universitas York, Inggris untuk program S2. Di sana ia aktif dalam kelompok gamelan dan membuat komposisi untuk gamelan. Beberapa kali ia terlibat dalam kolaborasi film dan tari. Keterlibatannya dalam film ”Hospitalite” membuahkan kemenangan dalam Tokyo International Film Festival.

Osamu Jareo adalah seorang penari. Di New York ia belajar teknik Limon dari Alan Danielson. Ia juga belajar teknik Aleksander pada Karu Yoshino. Tahun 1991 ia membentuk Dan"PAK DARMA BERTEMU KAWAN LAMA", DUET PIANIKA DAN KOLABORASI BERBAGAI UNSUR SENI DI Tembi RUMAH BUDAYAce Unit bersama Misako Terada. Maret 2002 ia menerima penghargaan grand prix untuk ”First Tori Award”. Juli 2002 ia menerima ”Toyota Choreography Award”. Tahun 2004 ia menerima penghargaan sebagai artis muda spesial dari Kota Tokyo.

Eben Heser adalah dalang cilik yang sejak usia 1,5 tahun telah menggemari wayang melalui siaran radio dan televisi. Belajar mendalang pada usia 3 tahun. Sering diundang mendalang dalam berbagai acara. Sementara Eldo adalah kakak Eben Heser yang sejak usia 4 tahun telah belajar kendang. Selain belajar kendang ia juga belajar tari dan vokal. Eldo sering memenangkan berbagai kompetisi kesenian untuk anak-anak.

Kolaborasi antara unsur bunyi pianika, piano, kendang, gender, jimbei serta suara orang mendalang plus tarian dalam satu panggung (ruang) yang ditampilkan di ruangan Museum Tembi Rumah Budaya pada banyak sisi terasa asing. Kelihatan betapa tidak mudahnya ”mengawin-padukan” unsur-unsur itu menjadi sebuah tontonan dan alunan bunyi yang memikat.

"PAK DARMA BERTEMU KAWAN LAMA", DUET PIANIKA DAN KOLABORASI BERBAGAI UNSUR SENI DI Tembi RUMAH BUDAYAUnsur bunyi yang dihadirkan masing-masing alat musik dan suara orang mendalang sepertinya menemukan sekian banyak halang rintang sehingga unsur-unsur bunyi itu terasa berdiri sendiri-sendiri dalam usaha tegur sapa yang tidak saling mengenal, apalagi akrab. Bahkan pada beberapa sisi justru terasa saling mengganggu. Hal demikian juga tampak pada presentasi visual berupa tarian yang mencoba menyatu dengan situasi pentas pedalangan. Keduanya juga terasa asing. Bahkan pengrawit dan dalang pun kelihatan kesulitan meleburkan dirinya dalam sebuah pementasan yang dirancang sebagai sebuah kolaborasi yang mendasarkan diri pada apa yang disebut improvisasi bersama serta diwadahi dalam tema ”Pak Darma Bertemu Kawan Lama”. Sekalipun demikian, jika hal ini dipandang sebagai sebuah uji coba, maka uji coba ini telah memberikan banyak catatan yang ke depan bisa dijadikan bahan renungan, bekal untuk membuat ”formula” yang lebih bisa memberikan kenikmatan indera penglihatan dan pendengaran atau sebaliknya, mengganggu-menghentak-dan mengagetkannya.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta