DOLANAN BÉNGKAT-4
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-69)

DOLANAN BÉNGKAT-4Selanjutnya, apabila pada saat mengenai bendha gasangan hanya ada satu bendha gasangan yang terpisah, maka hal ini disebut dengan istilah “kirik”. Bendha pentasan yang baru saja mengenai ini ditujukan kembali, dan bila kemudian hanya menyentuh bendha gasangan, maka disebut “nusu”, sehingga berakibat tayar. Namun jika “gacuk” tidak menyentuh, maka ketiga gasangan disusun kembali dan umpuknya diselesaikan.

Apabila pada saat mengenai bendha gasangan tadi susunan bendha gasangannya tidak sampai terpisah, masih gancet, atau ketiganya masih bersingungan satu sama lain, maka yang menang harus mengucapkan “lek”, artinya untuk seterusnya bermain dengan mata tetap terbuka seperti sebelumnya. Karena apabila lupa mengatakan itu dan didahului oleh yang kalah dengan kata “rem jege” yang merupakan singkatan dari “merem sajege” atau artinya tutup mata selamanya, maka pemain menang ketika sedang mengarahkan ke susunan bendha gasangan harus dengan memejamkan mata terus sampai umpuk selesai. Jadi lebih susah dan sulit.

DOLANAN BÉNGKAT-4Istilah ucapan lain masih dalam kaitan ini adalah “rem jege jiwa thanthang”. Kata itu merupakan singkatan dari “merem sajege tangan siji kiwa methanthang” yang artinya tutup mata selamanya dengan tangan sebelah kiri merentang.

Selanjutnya, dalam permainan béngkat dikenal dua macam hukuman, yaitu: 1) Pacet. Istilah ini dipakai apabila jarak bendha pentasan dengan bendha gasangan kurang dari 1 telapak kaki. Bisa jadi jarak antara sebuah bendha pentasan dengan bendha pentasan lain juga kurang dari 1 tapak kaki. Dengan demikian, pemain menang dikatakan mati, apabila dalam posisi pacet. Dengan demikian semua umpuk menjadi hilang. Namun pacet dapat dihidupkan lagi apabila dapat disusul atau ditebus dengan posisi pacet lagi. Artinya, bendha pentasan lain yang diarahkan ke gasangan berhasil mendekati bendha gasangan yang berstatus pacet dengan jarak juga kurang dari 1 telapak kaki atau kurang. Selain itu juga dapat ditebus dengan umpuk, yaitu dengan cara merobohkan bendha gasangan atau bendha pentasan. Jika bisa berhasil, maka tidak jadi mati, walaupun semua umpuk tetap hilang.

DOLANAN BÉNGKAT-4Hukuman kedua disebut Pandhe. Hukuman pandhe bisa terjadi apabila saat bendha pentasan yang diarahkan ke bendha gasangan berjarak kurang dari 2 telapak kaki (disebut pandhe). Atau jarak antara bendha pentasan satu dengan pentasan lain kurang dari 2 telapak kaki (disebut pandhe dua). Bila kena pandhe dua maka hukumannya adalah bendha yang pandhe tadi, oleh yang kalah dibengkat dari tempat garis gasangan ke arah pentasan sejauh lebih dari 3 telapak kaki. Kemudian oleh yang menang dibengkat kembali sebanyak 2 kali untuk merobohkan gasangan. Mengembalikan bendha yang pandhe ini harus sama dengan waktu dibengkatkan. Biasanya yang dijalankan dulu adalah yang tidak pandhe, sehingga apabila ketiga gasangan telah dapat dirobohkan, maka yang pandhe tidak perlu dijalankan.

Terdapat berbagai macam cara melakukan pandhe, antara lain, yaitu: a) lawar tengen: ialah membengkat dengan kaki kanan seperti cara membengkat bendha pentasan; b) lawar kiwa: sama dengan lawar tengen, tetapi yang digunakan adalah kaki kiri; ....

bersambung

Suwandi

Sumber: Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Groningen, Batavia: JB. Wolters’ Uitgevers Maatscappij NV dan Permainan Tradisional Jawa, Sukriman Dharmamulya, dkk, 2004, Yogyakarta, Kepel Press




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta