Melihat Relief Ramayana
Di Bentara Budaya
Wiracerita Ramayana sesungguhnya adalah sebuah ajaran moral yang disampaikan dengan sangat menarik melalui tokoh Rama, Sinta dan Rahwana. Isi ajaran yang ingin disampaikan adalah bahwa manusia lahir dan hidup di dalam dunia yang tidak harmonis. Oleh karenanya setiap orang terpanggil untuk mengharmonisasikan dunia, dengan memayu hayuning bawana sehingga nyaman untuk disinggahi bersama.
Ketika situasi ketidak harmonisan kian merajalela, lima dewa menangis di hadapan Dewa Wisnu yang adalah dewa pemelihara dunia, untuk memohon sirnanya raja angkara yang bernama Rahwana yang telah mencabik-cabik keharmonisan dunia.
Oleh karenanya permohonan para dewa, Dewa Wisnu segera turun ke dunia, menitis dalam pribadi Rama, untuk melaksanakan tugasnya mengembalikan dunia pada tatanan semula yang harmonis. Satu persatu pengrusak keharmonisan yang disimbolkan dengan raksasa perempuan yang bernama Tataka di sirnakan oleh Rama. Demikian selanjutnya, dalam pengembaraannya Rama dimohon oleh para pertapa untuk menyirnakan para raksasa, yang telah mengganggu pertapaannya. Dengan panah angin, Rama menyingkirkan pemuka raksasa yang bernama Marici beserta seluruh pengikutnya hingga jatuh ditengah laut.
Dengan sirnanya raksasa Marici dan pengikutnya, perjuangan Rama belum selesai. Rahwana si raja raksasa yang sakti mandraguna beserta ratusan ribu pengikut menghadang dan menghalangi sepak terjang Rama dalam menyirnakan bala tentara raksasa.
Kisah petualangan Rama bersama Sinta istrinya dan Laksmana serta Barata adiknya dan juga tokoh-tokoh yang lain, telah dipahatkan di batu dalam bentuk relief pada sekitar abad 8 masehi di Candi Siwa dan Candi Brahma pada komplek Candi Lara Jonggrang Prambanan. Keberadaannya telah menghilhami karya-karya sastra selanjutnya dan juga karya-karya tari dan karya-karya seni lainnya.
Walaupun sudah banyak yang rusak, keberadaan wiracerita Ramayana masih dapat di baca, dilihat dan dinikmati hingga sat ini. Namun khusus untuk relief yang dipahat pada Candi Siwa, saat ini belum dapat dikunjungi oleh umum, dikarenakan badan candi retak dan membahayakan, akibat gempa dahsyat 27 Mei 2006.
Melihat kenyataan seperti ini kami merasa terpanggil utuk membuat sebuah pameran sekaligus mendokumentasikan wiracerita Ramayana yang terpahat pada dinding pagar langkan Candi Siwa dan Candi Brahma. Dengan pameran ini setidaknya masyarakat dapat melihat relief Ramayana tersebut. Demikian sambutan Hermanu pengelola Bentara Budaya Jogyakarta yang ditulis pada katalog pameran ”Relief Ramayana” yang berlangsung mulai 25 Juni sampai dengan 4 Juli 2012 di Bentara Budaya Jogyakarta.
Materi pameran ada dua jenis, yang pertama berupa dokumentasi foto tahun 1920-an karya Kassian Cephas, yang dicetak dalam sebuah buku bahasa Jawa, berjumlah 42 yang terdapat pada Candi Siwa, dan dokumentasi foto yang diambil pada 2012 pada Candi Brahma berjumlah 30.
Seiring dengan pameran yang digelar di Bentara Budaya Jogyakarta, Hermanu berharap agar pihak pengelola candi dalam hal ini BP3 DIY untuk dengan serius merawat dan mengusahakan agar relief-relief pada komplek Candi Lara Jonggrang Prambanan ini tetap lestari. Sedangkan untuk Candi Siwa yang sampai saat ini masih dalam observasi keretakannya, agar segera dapat diambil tindakan yang tepat dan benar sehingga tidak membahayakan pengunjung dan relief Ramayana dapat dinikmati kembali
Foto dan tulisan: herjaka
Artikel Lainnya :
- 24 Mei 2010, Klangenan - 5,9 SR 4 TAHUN YANG LALU(24/05)
- Diskusi Sketsa dan Launching Buku Puisi Di Tembi(22/05)
- Sastra di Tengah Dusun(27/04)
- WAJAH-WAJAH PASAR TRADISIONAL DI YOGYAKARTA(01/01)
- MAKAM BAH DE POK(29/03)
- 29 Desember 2010, Kabar Anyar - MEMBINCANG SOAL MULTIKULTURALISME(29/12)
- DOLANAN GENDIRAN(15/11)
- POTISASI DI TENGAH KOTA YOGYAKARTA(01/01)
- Penganten(09/02)
- Setyaki(21/10)