Diskusi Sketsa dan Launching Buku Puisi Di Tembi

Diskusi Sketsa dan Launching Buku Puisi Di Tembi

Pameran sketsa yang menghadirkan tajuk ‘Candikala’ masih berlangsung di Tembi Rumah Budaya, sampai 23 Mei. Untuk mengisi acacara pameran, yang diselenggarakan komunitas BolBrutu (Gerolombolan Pemburu Batu), Sabtu (19/5) lalu di ruang pamer Tembi diselenggarakan diskusi, atau lebih tepat bincang-bincang dengan narasumber Putu Sutawiajaya, seorang perupa dari Bali yang tinggal di Yogya,

Ada kata yang menarik, dan agaknya menjadi kata kunci dari proses kreatif dari para sketser yang melakukan pameran, ialah apa yang disebut sebagai ‘nyali’. Dalam kata yang lebih bisa dimengerty pada konteks kalimat ‘perlu mempunyai nyali dalam membuat skets’. Selain dikatakan Putu Sutawijaya, Maslihar, atau Panjul juga mengatakan hal yang sama. Tampaknya, nyali merupakan satu landasan dari proses membuat skest mengenai candi-candi.

“Apa beda nyali dalam proses kreatif membuat skest dengan uji nyali?”

Diskusi Sketsa dan Launching Buku Puisi Di Tembi

Panjul, menjelaskan bahwa keduanya berbeda. Karena pada uji nyali berkaitan dengan makhluk halus. Nyali pada proses kreatif sama sekali tidak berhubungan dengan hal itu Tetapi, setiap berkarya, bahkan perupa seperti Panjul maupun Putu Sutawijaya masih memerlukan nyali untuk membuat garis. Bukan sekedar garis, dan berbeda dengan proses kreatif dalam membuat seni lukis atau instalasi.

“Dalam berkarya selama ini saya telah dimanjakan, karena membuat karya instalasi misalnya, sudah ada yang membantu, terkadang saya hanya menyampaikan ide. Pada karya sketsa ini, sepenuhnya saya berkarya sendiri, apalagi di ruang terbuka dan dilihat serta dikomentari oleh orang yang melihat, kalau tidak memiliki nyali, bisa hancur’ kata Putu Sutawijaya.

Selain diskusi, dibarengi juga satu launching buku puisi yang berjudul ‘Relief Kekasih’ karya Krisbudiman. Launching tidak disertai diskusi, tetapi ada penjelasan dari penulisnya mengenai buku puisinya, yang sengaja dibarengkan, atau dalam istlah Krisbudiman dengan mengambil kosa kata orde baru, launching buku puisi ini ‘menunggangi’ diskusi sketsa.

“Buku puisi ini sengaja diselesaikan pada saat pameran berlangsung agar bisa diluncurkan bersama’ ujar Krisbudiman.

Diskusi Sketsa dan Launching Buku Puisi Di Tembi

Beberapa orang yang hadir, membacakan puisi-puisi karya Krisbudiman, seperti Endah Sr. Selain Krisbudiman sendiri. Ikun Sri Kuncoro, tidak ketinggalan ikut membacakan puisi karya Krisbudiman. Pembaca yang lain, tidak membacakan puisi karya Krisbudiman, melainkan puisi karya sendiri.

Selingan musik, dengan memetik gitar, Maria Ingrid melagukan puisi karya Sapardi Djoko Damono, dan membawakan lagu-lagu lain, seperti lagu Bob Dylan dan beberapa judul yang lain. Suara Maria Ingrid yang enak didengar, mengisi suasana diskusi yang santai, bersahabat dan penuh sendau gurau, sehingga lagu demi lagu yang dinyanyikan Ingrid menambah suasana akrab dalam diskusi.

Kita kutipkan satu puisi Krisbudiman, yang sebagian besar puisinya pendek-pendek dan penuh impresi.

TANKA DI BATU
- Candi Songgoriti
dinding separuh runtuh
renta dan senyap
pada pinus yang jauh
kita bercakap:
dingin di batu tubuh

2011

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta