DOLANAN GENDIRAN-1
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-70)
Anak laki-laki begitu senang dengan sebuah dolanan yang penuh tantangan, salah satunya adalah dolanan gendiran. Artinya, dalam dolanan ini, anak-anak akan berkompetisi sekuat tenaga sehingga bisa mengalahkan lawan dan terhindar dari hukuman. Hukuman sendiri akan ditimpakan kepada seorang pemain yang dianggap paling kalah atau terapes. Hukuman berupa penjatuhan kelereng yang dikenakan pada jari kaki atau jari tangan. Jika pas mengenai persendian, akan terasa sakit sekali. Itulah sekilas dolanan gendiran.
Mungkin sekali anak-anak sekarang juga sudah sangat jarang melakukan permainan berkelompok seperti ini. Namun, bagi anak-anak zaman dulu, termasuk di kampung-kampung dan desa-desa di Jawa, anak-anak terbiasa bermain gendiran. Kira-kira masih sering dilakukan di sekitar tahun 1980-an atau sebelumnya. Alat yang digunakan dalam permainan ini yang utama adalah kelereng, gundu, atau istilah Jawa, neker. Alat ini mudahdiperoleh dengan cara membeli di warung-warung atau toko mainan. Setiap anak membawa sebutir kelereng sebagai gacuk. Pada umumnya kelereng yang dipakai untuk main gendiran adalah kelereng yang memiliki ukuran standar dengan diameter sekitar 1 cm, tidak kecil dan tidak besar. Sebab ada kelereng yang berdiameter di bawah 1 cm, sebaliknya ada juga kelereng yang berdiameter lebih dari 2 cm.
Ternyata, dolanan ini pun juga sudah terekam dalam kamus Jawa “Baoesastra Djawa” karangan WJS. Poerwadarminta terbitan tahun 1939. Pada halaman 142 kolom 2, disebutkan, gendiran adalah nama jenis dolanan anak menggunakan kelereng. Nama lain dolanan ini adalah dhir-dhiran. Dalam kamus itu juga dijelaskan istilah “nggendir” yaitu menghukum pemain kalah dengan menjatuhkan kelereng dari atas (setinggi leher) ditujukan ke jari kaki/tangan.
Dolanan ini tidak mengandung taruhan apapun kecuali bersifat kompetisi murni. Artinya pemain yang trampil memasukkan kelereng dalam lubang, dialah yang akan tampil menjadi pemenang. Dalam dolanan ini mengajarkan bermain bersama-sama, saling menghargai, menjaga emosi, tidak mudah cengeng (bandel), berani, dan trampil.
Karena dolanan gendiran dengan hukuman yang bisa membuat rasa sakit di jari kaki/tangan, maka dolanan ini lebih sering dimainkan oleh anak laki-laki. Sangat jarang anak perempuan mengikuti dolanan ini, karena jelas akan kalah trampil, dan tidak akan bisa menahan rasa sakit ketika dihukum. Biasanya anak-anak yang mengikuti dolanan iki sudah agak besar, berumur sekitar 10 tahun ke atas. Di bawah umur tersebut, biasanya akan sering kalah dan tidak kuat terus-menerus terkena hukuman.
bersambung
Suwandi
Sumber: Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Groningen, Batavia: JB. Wolters’ Uitgevers Maatscappij NV dan Pengalaman
Artikel Lainnya :
- 18 September 2010, Denmas Bekel(18/09)
- SENTRA BATIK DI YOGYAKARTA BATIK (16)(24/03)
- Sita. Sejarah dan Pengorbanan serta Nilainya dalam Ramayana(30/01)
- BATIK (2)(02/12)
- SENSASI KENIKMATAN IKAN LIAR DI PINGGIR TEMPURAN SUNGAI BEDOG DAN PROGO(18/07)
- Diskusi Kepemimpinan Di Tembi(02/08)
- 5 Oktober 2010, Kabar Anyar - RAMI AKHIRNYA ANGKAT SENJATA(05/10)
- Waroeng Desso di Dusun(05/03)
- KERANGKA GAJAH KRATON NYI BODRO MENAMBAH KOLEKSI MUSEUM BIOLOGI UGM YOGYAKARTA(21/05)
- 9 Juni 2010, Perpustakaan(09/06)