Diskusi Kepemimpinan Di Tembi

Diskusi Kepemimpinan Di Tembi

Ada tiga titik yang bisa diambil dalam diskusi ‘Tentang Kepemimpinan Nasional Baru’ yang diselenggarakan Seven Stretegis Studies, Pusat Studi Nusantara, Lembaga Studi Demikrasi dan Budaya Politik, Prodi Sosiologi Atma Jaya Yogyakarta dan Tembi Rumah Budaya, Selasa (31/7) lalu di Tembi Rumah Budaya, Jl. Parangtritis Km 8,5, Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Tiga titik itu adalah kapitalisme, 9 tokoh capres dan partai politik.

Tiga titik persoalan itu mengemuka dengan bermacam variasi istilah, terutama pada konteks kapitalisme seperti misalnya niaga, uang, membeli suara dan sejenisnya. Pada konteks kepemimpinan, yang dibayangkan hanya menjadi RI 1, sama sekali tidak ada pemikiran menjadi pemimpin oposisi.

“Saya membayangkan, pemimpin bukan hanya menjadi RI 1, tetapi pemimpin oposisi yang perlu kita tumbuhkan dan bangun” kata Bambang Kusuma Prihandono, MA, pengamat sosial dan pengajar jurusan Sosiologi Fisip Atma Jaya.

Diskusi Kepemimpinan Di Tembi

Diskusi terbatas ini dihadiri sekitar 30 orang yang berasal dari beragam latar sosial, ada Kaprodi Sosiologi Atma Jaya, Dr. Andreas Susanto, Sekretaris Program S3 Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Dr. Sidik Jatmiko, K.H. Abdul Muhaimin, pengasuh Pondok Pesantren, aktivis LSM Imam Yudotomo, pengamat sosial budaya, Indra Tranggono, aktivis buruh, aktivis perempuan, aktivis petani, aktivis mahasiswa dan dari media.

“Bagi saya pemimpin untuk negeri kita adalah pemimpin yang bisa mengerti dan memahami kapitalisme. Karena negeri kita dikuasai oleh kapitalisme. Karena itu, pemimpin harus bisa mengeluarkan kita dari kungkungan kapitalisme” kata Imam Yudotomo

Tiga titik yang mengemuka dalam diskusi ini sebenarnya menjadi jalan buntu. Untuk jangka pendek, kita perlu melakukan sesuatu untuk mengatasi jalan butu. Karena tidak mungkin jalan buntu itu ditembus, atau mungkin malah didobrak, tetapi bagaimana membuat jalan buntu menjadi berguna bagi bangsa dan negara. Apalagi, kapitalisme yang disebut oleh Imam Yudotomo, dan ditunjuk oleh Toto Rahartja sebagai serba niaga, hanya diredusir sebagai uang. Sehingga, untuk menjadi pemimpin, atau mengurus partai politik tidak bisa dilepaskan dari uang. Untuk menjadi pemimpin kita tidak bisa tanpa uang.

Diskusi Kepemimpinan Di Tembi

“Uang telah mengatur kita untuk memilih pemimpin” kata Isti Nugroho terasa pesimis.

Bambang Iswantoro, seorang peneliti, agak ragu dengan apa yang dikatakan Isti Nugroho, karena bagi Bambang Iswantoro, uang bukan faktor dominan, ada faktor lain yang perlu dilihat, kisah Jokowi yang bisa mengalahkan Foke pada putaran pertama dalam pilkada Gubernur DKI merupakan fenomena munculnya pemimpin lokal.

“Para pemimpin partai seringkali tidak merasa rela, bahwa pemimpin yang muncul bukan dari kelompoknya” ujar Bambang Iswantoro.

Dari diskusi ini, salah satu cara untuk mengubah jalan buntu supaya bisa berguna bagi warga masyarakat, adalah memunculkan pemimpin lokal, yang memiliki integritas dan bersih. Dalam kata lain, kelompok sosial masyarakat di luar partai perlu memberi informasi pada partai politik untuk mengusung calonnya bukan dari yang sudah dikenal, yang oleh Kiai Haji Abdul Muhamimin disebutnya sebagai stock lama.

“Sehingga diskusi kita sekaligus tidak mensosialisasikan stock lama itu kepada publik” ujar Abdul Muhamin

Diskusi Kepemimpinan Di Tembi

Yang penting untuk diteruskan dari diskusi dengan mengambil tema ‘Tentang Kepemimpinan Nasional Baru’ adalah membuat program atau kegiatan jangka pendek, untuk memberi warna 2014, dengan fokus utama mengubah ‘jalan buntu kepemimpinan’ supaya berguna bagi bangsa dan negara, khususnya rakyat kecil. Kegiatan jangka panjang, menciptakan ruang politik agar muncul pemimpin yang bukan berasal dari generasi lama, atau anak muda yang sudah terkontaminasi pikiran dan mental dari generasi lama dan busuk. Rasanya, ini tantangan yang perlu kita teruskan.

Ons Untoro
Foto-foto Sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta