- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Bale-dokumentasi-aneka-rupa»BATIK (2)
02 Dec 2008 09:29:00Ensiklopedi
BATIK
(2)
Bahan-bahan yang digunakan untuk membatik pada zaman dulu banyak menggunakan bahan alam. Jadi sifatnya alami. Bahan pewarna alami yang biasanya dipakai untuk membatik adalah kulit kayu, seperti kulit kayu soga, tingi, tegeran, dan lain-lain. Demikian pula dengan jenis kain yang digunakan juga bahan alami seperti kain mori. Masyarakat Jawa zaman dulu belum mengenal bahan-bahan kimia untuk membuat batik. Namun seiring dengan perkembangan zaman, pembuatan batik mengalami perubahan yang drastis, baik dari sisi keanekaragaman kain (seperti sintetis, katun), bahan pewarna, atau bahan-bahan lainnya.
Batik tulis yang dibuat secara manual oleh masyarakat Jawa sering kali disebut batik tradisional. Pembuatannya memakan waktu cukup lama antara satu hingga dua bulan untuk selembar kain batik. Proses yang sangat lama tersebut, karena segala tahap dilakukan secara manual tanpa bantuan mesin, mulai dari pembuatan pola, mbironi, nyoga, hingga jadi. Tahapan-tahapan membuat batik tradisional tidak kurang dari 11 proses. Berikut langkah-langkah membuat batik tradisional.
Proses pertama adalah Ngetel. Maksudnya adalah menghilangkan kotoran dan kanji pabrik yang terdapat pada kain mori yang baru. Kanji pabrik yang menempel pada kain mori memyebabkan kain menjadi kaku dan licin bila disetrika. Proses kedua adalah Nganji. Pada tahap ini setelah kain selesai dicuci, lalu kain dikanji tipis dengan tapioka hingga kering. Hal ini dimaksudkan untuk melicinkan dan memegang benang agar tidak bergoyang. Selain itu juga untuk mempermudah pelepasan lilin klowong dan tembokan.
Proses selanjutnya adalah proses Ngemplong. Proses ini untuk menghaluskan kain yang akan digambari dengen lilin (diklowong). Beberapa lembar kain yang telah dikanji digulung erat-erat lalu dipukul-pukul sampai licin dan halus dengan pemukul kayu berserat halus. Begitu pula dengan alasnya juga terbuat dari kayu berserat halus. Proses ketiga ini tidak bisa diganti dengan cara disetrika, karena pada proses disetrika, tidak bisa melekatkan benang-benang dengan lurus.
Pada proses keempat adalah Nglowong. Pada tahap ini kain digambari dengan lilin, baik dengan menggunakan canting tangan atau menggunakan cap atu stempel manual (yang sudah agak maju). Sifat dari lilin yang digunakan dalam proses ini harus cukup kuat dan renyah supaya lilin mudah dilepaskan dengan cara dikerok. Sebab bekas gambar lilin ini nantinya akan ditempati oleh warna coklat. Proses kelima adalah Nembok. Proses kelima ini hampir sama dengan proses keempat yakni Nglowong. Bedanya lilin yang digunakan harus lebih kuat karena lilin ini dimaksudkan untuk menahan zat warna biru (indigo) dan coklat (soga) agar tidak menembus lain.
Proses keenam adalah Wedelan/Celepan, yaitu memberi warna biru pada kain yang telah memasuki proses Nembok dengan menggunakan indigo yang disesuaikan dengan tingkat warna yang dikehendaki. Proses ketujuhadalah Ngerok, yakni menghilangkan lilin klowongan untuk tempat warna coklat dengan alat cawuk (terbuat dari lempengan seng yang ditajamkan ujungnya). Proses kedelapan adalah Mbironi. Pada tahapan ini kain yang telah selesai dikerok pada bagian-bagian yang diinginkan tetap berwarna biru dan putih (cecekan/titik-titik) perlu ditutup lilin dengan menggunakan canting tulis. Maksudnya agar bagian tersebut tidak kemasukan warna lain apabila disoga.
Proses kesembilan adalah Nyoga. Kain yang telah selesai dibironi lalu diberi warna coklat (disoga) dengan ekstrak pewarna yang terbuat dari kulit kayu soga, tingi, tegeran, atau lainnya. Kain tersebut dicelup dalam bak pewarna hingga basah seluruhnya. Setelah itu kain dikeringkan. Proses ini diulang-ulang sampai mendapatkan warna coklat yang diinginkan.
Dua proses terakhir adalah Ngareni dan Mbabar/Nglorot. Proses Ngareni, kain yang telah berwarna coklat kemudian difiksir/disareni dengan larutan air kapur. Kain dicelupkan dalam bak air kapur hingga seluruhnya basah. Setelah ditiris, kain dicelup lagi dalam air ekstrak kayu tegeran, kembangsari, dan lain-lain. Pada proses ini untuk membersihkan seluruh lilin yang masih ada di kain dengan cara dimasak dalam air mendidih, ditambah air tapioka encer agar lilin tidak melekat kembali ke kain.
bersambung
Sumber: Proses Pembuatan Batik Gaya Yogyakarta, Museum Batik Yogyakarta, anonim, tt, tp
Teks dan foto : Suwandi
Artikel Lainnya :
- Cara Mandi Wanita Jawa Tahun 1920(06/03)
- Cita-Cita Luhur Si Nur(02/10)
- Memilih Hari dan Tanggal untuk Berpergian(17/11)
- DOLANAN GENDIRAN(22/11)
- 12 Februari 2010, Pasinaon basa Jawa - MANGSA PACEKLIK(12/02)
- 17 Februari 2010, Kabar Anyar - MERDESA: HIDUP LAYAK DAN PATUT(17/02)
- 9 April 2011, Denmas Bekel(09/04)
- Konser Orkestra SaUnine, Hangat, Bersahaja, Dipadati Penonton(11/02)
- WARGA, TAK MENEMUI BUNG KARNO(26/04)
- NASI GORENG B2 DAN JERUK PANAS(05/09)