KONFERENSI NASIONAL JARINGAN ANTARIMAN DI INDONESIA
"AGAMA-AGAMA UNTUK KEADILAN DAN PERDAMAIAN
DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA"
(SEBUAH CATATAN RINGKAS)

KONFERENSI NASIONAL JARINGAN ANTARIMAN DI INDONESIA "AGAMA-AGAMA UNTUK KEADILAN DAN PERDAMAIAN DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA" (SEBUAH CATATAN RINGKAS)Kemiskinan, ketidakadilan, ketimpangan antardaerah, praktek kekerasan struktural, kesenjangan sosial, pelanggaran HAM dan diskriminasi atas nama perbedaan etnis-agama-ras dan gender, dan sebagainya menjadi realitas sosial dalam masyarakat kita. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar bukan hanya pada peran atau fungsi negara, melainkan juga pada agama-agama, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama sebagai kekuatan masyarakat sipil. Di manakah fungsi-fungsi negara dan agama-agama itu.

Berdasarkan pertanyaan mendasar itu Jaringan Antar Iman di Indonesia yang dalam hal ini diprakarsai oleh Institut DIAN/Interfidei, Yogyakarta menyelenggarakan konferensi nasional dengan tema “Agama-agama untuk Keadilan dan Perdamaian di Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Acara ini diselenggarakan mulai tanggal 13-15 Oktober 2011 dengan menghadirkan nara sumber dan para pembahas dari berbagai unsur dan latar belakang. Acara diselenggarakan di UC UGM serta diikuti oleh pribadi-pribadi dan komunitas/lembagaKONFERENSI NASIONAL JARINGAN ANTARIMAN DI INDONESIA "AGAMA-AGAMA UNTUK KEADILAN DAN PERDAMAIAN DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA" (SEBUAH CATATAN RINGKAS)dari berbagai latar belakang agama, etnis, dan budaya dari seluruh tanah air. Penyelenggaraan konferensi nasional ini sekaligus sebagai peringatan atau perayaan ulang tahun Institut DIAN/Interfidei yang ke-20 yang jatuh pada tanggal 15 Oktober.

Konferensi dibagi per tahap atau sesi dalam tema-tema tertentu. Pada hari pertama, Sesi I tema yang diangkat adalah “ Agama-agama, Politik, Negara” dengan pertanyaan kunci: “Bagaimana Mendorong Negara Menjalankan Menjalankan Fungsi Keadilan dan Perdamaian.” Sesi ini menghadirkan pembicara Stanley Adi Prasetyo (KOMNAS HAM), Tamrin Amal Tomagola (Guru Besar Fisipol UGM), Eva Sundari (DPR RI) dengan penanggap Syafii Maarif (Mantan Ketua PP Muhammadiyah Yogyakarta), Teuku Kemal Pasha (Universitas Malikussaleh, Banda Aceh) dengan moderator Abdul Gafar Karim (Fisipol, UGM).

Tema untuk Sesi II adalah “Agama-agama, Problem Kebangsaan-Kemanusiaan” dengan pertanyaan kunci: “Bagaimana Mendorong Agama-agama Menjalankan Fungsi Keadilan dan Perdamaian” dengan pembicara: QasimKONFERENSI NASIONAL JARINGAN ANTARIMAN DI INDONESIA "AGAMA-AGAMA UNTUK KEADILAN DAN PERDAMAIAN DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA" (SEBUAH CATATAN RINGKAS)Mathar (Guru Besar UIN-Alaudin, Makassar), Josef Purnama Widyatmadja (Center for Development and Culture, Surakarta dan Goenawan Mohammad (Budayawan, Jakarta) yang batal hadir karena sakit. Ada pun penanggapnya adalah Faruk HT (Guru Besar Ilmu Budaya, UGM) dan St. Sunardi (Program Pasca Sarjana USD, Yogyakarta). Sesi II dimoderatori Abdul Rozaki.

Sesi III bertemakan “Dialog: Strategi Membangun Budaya Keadilan dan Perdamaian” dengan pertanyaan kunci “Bisakah Dialog Menjadi Jalan untuk Membangun Keadilan dan Perdamaian.” Sesi III menghadirkan pembicara Djohan Effendi (Pendiri Interfidei/ICRP, Jakarta/Yogyakarta), Farcha Ciciek (Peneliti Radikalisme Agama di kalangan pemuda Kediri), Neles Tebey (Koordinator Jaringan Damai Papua, Abepura). Penanggap untuk Sesi III adalah Mohtar Mas’oed (Guru Besar Fisipol UGM) dan Elga Joan Sarapung (Aktivis Gerakan Pluralisme, Interfidei, Yogyakarta). Sesi III dimoderatori Listia (Interfidei, Yogyakarta).

Pada hari kedua peserta dikelompokkan dalam 5 kelompok untuk workshop. Narasumber untuk workshop ini diKONFERENSI NASIONAL JARINGAN ANTARIMAN DI INDONESIA "AGAMA-AGAMA UNTUK KEADILAN DAN PERDAMAIAN DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA" (SEBUAH CATATAN RINGKAS)antaranya Zakaria Ngelow (OASE, Makassar), Waryono Abdul Gafur (UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta), Victor Rembeth (Humanitarian), AA. Dwipayana (Fisipol, UGM), Usman Hamid (Aktivis HAM), Zainal A. Baqir (CRCS-UGM), Francis Wahono (Yayasan Cindelaras, Yogyakarta), Ciciek Farcha (Peneliti Kelompok Radikal di Kalangan Pemuda) , Neles Tebey (Jaringan Damai Papua) dengan moderator Listia, Jacky Manuputty, Aan Anshori, Noorhalis Madjid, Abdul Karim, Indro Suprobo, Farid Wajidi, dan Lydia Tandirerung.

Konferensi yang diikuti oleh ratusan orang ini menghasilkan rumusan / sebanyak 7 (tujuh) butir rekomendasi untuk Menegaskan Tanggung Jawab Negara. Tujuh butir rekomendasi pada point ini didasarkan pada realitas yang menunjukkan bahwa banyak kebijakan publik tidak dilandasi dan berorientasi pada azas keadilan sebagaimana diamanatkan konstitusi. Kecuali itu juga tidak partisipatif, aspirasi masyarakat dikesampingkan serta diletakkan di bawah kepentingan-kepentingan sekunder, seperti keamanan, stabilitas, dan integrasi.

KONFERENSI NASIONAL JARINGAN ANTARIMAN DI INDONESIA "AGAMA-AGAMA UNTUK KEADILAN DAN PERDAMAIAN DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA" (SEBUAH CATATAN RINGKAS)Banyak usaha advokasi dilakukan kelompok-kelompok masyarakat sipil namun gagal karena menemui jalan buntu dan kalah. Sekalipun demikian, hal ini justru membuat masyarakat semakin mampu melihat bahwa ternyata ada begitu banyak masalah di negeri ini yang semakin kelihatan gamblang di mana pada dulu hal ini seolah-olah tidak ada, tertutup, dan tidak pernah diketahui, termasuk di dalamnya adalah stigmatisasi terhadap warga masyarakat dan komunitas tertentu sebagai cara untuk melegitimasi ketidakadilan dan peminggiran terhadap mereka.

Selain itu juga menghasilan 6 (enam) butir rekomendasi untuk Mendorong Tanggung Jawab Agama-agama. Enam butir rekomendasi pada topik ini didasarkan pada alasan bahwa dalam sejarah kelahirannya agama-agama membawa misi transformatif, yakni kehendak untuk mengubah tatanan masyarakat yang dilandasi oleh nilai keadilan dan perdamaian. Namun dalam perkembangannya misi tersebut mengalami pergeseran karena agama-agama sibuk degan dirinya sendiri. Bahkan menjadi instrumen dari kepentingan-kepentingan kekuasaan. Bersamaan dengan hal itu umat menghadapiKONFERENSI NASIONAL JARINGAN ANTARIMAN DI INDONESIA "AGAMA-AGAMA UNTUK KEADILAN DAN PERDAMAIAN DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA" (SEBUAH CATATAN RINGKAS)persoalan dehumanisasi, praktek ketidakadilan, korupsi, kesenjangan, kemiskinan, dan sebagainya. Berkait dengan hal itu diperlukan pula terobosan untuk mengatasi persoalan-persoalan teologis yang menghalangi hubungan, dialog, dan kerja sama antar agama-agama untuk keadilan dan perdamaian.

Dihasilkan pula 8 (delapan) rekomendasi untuk Memperkuat dan Memperluas Jalan Dialog. Jalan dialog yang jujur, tulus, saling menghormati, saling percaya, dan terbuka tetap menjadi pilihan atau cara terbaik untuk menyelasaikan berbagai persoalan, khususnya persoalan yang berkait dengan hubungan antar agama-agama. Dengan kata lain upaya membangun misi transformatif agama-agama tidak bisa tidak memerlukan dialog bersama secara terus-menerus. Kebaikan dialog antar agama hanya mungkin terjadi jika ada perjumpaan intensif dalam perbedaan dan keragaman, perjumpaan dalam bentuk persahabatan personal, kegairahan menalar perbedaan agama-agama secara empatik, dan sebagainya.

Konferensi juga menghasilkan petisi yang direkomendasikan untuk dapat berlangsungnya dialog Papua-Jakarta sehingga berbagai persoalan yang ada di Papua bisa segera diselesaikan dengan kejujuran, keterbukaan, keadilan, perdamaian, dan tidak ada lagi stigmatisasi, tidak ada lagi kekerasan, penangkapan-penangkapan selama dialog berlangsung.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta