Kampanye Anti Merokok
Kita sering melihat, kampanye anti merokok dalam rupa-rupa media menyebar dibanyak wilayah. Para perokok juga tahu, bahwa dibungkus rokok tertulis kalimat peringatan akan bahaya merokok. Namun kita juga tahu, berjuta orang terus merokok seolah tidak peduli terhadap kampanye rokok. Lebih dari itu, rasanya kita juga tahu, bahwa pemerintah mendapat keuntungan dari cukai rokok yang besarnya trilyunan.
Rokok dan tembakau dua hal yang berbeda. Meski kita tahu, bahan dasar rokok adalah tembakau. Karena itu, ada orang yang setuju pada kampanye antri rokok, tetapi menolak kampanye anti tembakau. Karena tembakau bisa untuk kepentingan lain, bukan hanya untuk rokok.
Yang barangkali penting untuk diketahui, kampanye anti rokok tidak memusuhi para perokok. Namun meminta perokok untuk mengerti pada orang lain yang tidak merokok, sehingga polusi asap tidak mengganggu orang yang tidak merokok. Di ruang publik, seringkali terlihat seorang merokok dengan enaknya tanpa melihat sekitarnya. Padahal disekitarnya ada orang-orang yang tidak merokok, termasuk ada anak kecil. Hal-hal seperti inilah, yang ikut diperingatkan oleh pelaku kampanye anti rokok.
Yang juga dipersoalkan oleh para penggiat kampanye anti rokok, negara tidak ambil peran secara penuh terhadap bahaya merokok. Tidak perlu melarang orang merokok, tetapi memberi harga cukai tinggi sudah termasuk pro anti rokok. Di Indonesia, harga sebungkus rokok berkisar antara Rp.10.000 sampai Rp. 15.000, untuk membandingkan dengan negara lain, di Singapura misalnya, harga sebungkus rokok berkisar antara Rp 80.000 sampai Rp. 90.000,- Dengan demikian buruh perlu berpikir untuk menjadi seorang perokok. Sedang di Indonesia, buruh2 sampai tukang becak bisa membeli rokok.
Dari konteks cukai kita bisa melihat, bahwa penguasa dan pengusaha pabrik rokok memiliki ‘komunikasi’, sehingga kita hanya bisa trenyuh mendengar ayat tembakau ada yang hilang pada undang-undang yang akan disyahkan. Ini kisah politik yang tragis, dan sekaligus menunjukkan betapa pembuat undang-undang tledor terhadap beban penderitaan rakyat. Mengorbankan ayat tembakau hanya untuk kepentingan jangka pendek.
Namun dari sisi semantik seringkali kita menemukan, istilah yang berbeda, tapi sebenarnya menunjuk masalah yang sama, ialah menolak (me)rokok. Istilah itu; Anti rokok, anti merokok. Pada istilah yang pertama menunjuk barangnya, yaitu rokok. Pada istilah yang kedua, sudah pada tindakan, yaitu menggunakan barang yang bernama rokok. Apapun istilahnya, yang pasti keduanya mempunyai arti yang sama, menolak rokok dan memperingatkan perokok untuk tidak merokok.
Hal yang perlu juga diketahui, aktivis anti rokok tidak memusuhi perusahaan rokok, karena perusahaan rokok menyerap banyak tenaga kerja. Menghentikan pabrik rokok untuk tidak berproduksi sama halnya membuka pengangguran baru, dan artinya pengangguran menjadi membengkak. Kiranya, para aktivis anti rokok lebih sekedar mengingatkan pada perokok dan juga perusahaan rokok, untuk peduli pada kesehatan orang lain, sehingga bagi perokok, jika hendak merokok perlu meliat sekitarnya. Seandainya disekitarnya ada banyak anak kecil, apalagi balita dan juga taka seorang ada yang merokok. Seorang perokok bisa mengendalikan tabiat merokoknya ditunda sejenak, atau kalau tak bisa menunda, dipersilahkan mengambil tempat yang netral dan bebas untuk merokok.
Kita tahu, bahwa perusahaan rokok tak henti-hentinya untuk terus berproduksi, apalagi perusahaan rokok yang hasil produksi rokoknya sudah menjadi pendemen rokok tertentu. Berhenti berproduksi, artinya cukai yang masuk pemerintah akan mengganggu penyusunan aggaran, karena penghasilan dari perusahaan rokok menjadi hilang. Selain itu, buruh rokok yang pabriknya berhenti kehilangan pekerjaan dan menambah angka penganggura.
Dari catatan yang pernah dipublikasikan, jumlah perokok di Indonesia tahun 2004 sebesar 57 juta oranng. Tentu saja, setelah tahun 2004 sampai sekarang, jumlah perokoknya bertambah lebih banyak, setidaknya kalau melihat total produksi rokok tahun 2008 berjumlah 249,7 miliat batang untuk beberpa jenis rokok: sigaret kretek mesin, sigaret kretek tangan dan sigaret putih mesin.
Meskipun kampanye anti rokok terus dilakukan, tetapi jumlah perokok masih dalam jumlah yang besar, atau mungkin malah terus bertambah. Yang penting untuk dimengerti bagi perokok, harap menghormati relasinya yang tidak merokok dan mengambil tenpat yang jauh bagi relasinya yang tidak merokok, apalagi untuk balita dan perempuan.
Ons Untoro
Artikel Lainnya :
- Mengenal Batik dan Cara Mudah Membuat Batik(19/05)
- 2 Februari 2010, Djogdja Tempo Doeloe - PAKAIAN WANITA JAWA DI MASA LALU (ABAD 18)(02/02)
- TIGA CANDI YANG SEPI(02/07)
- 26 Februari 2011, Adat Istiadat - UPACARA GREBEG MAULUD KERATON YOGYAKARTA 2011 (26/02)
- Hari Tidak Baik Jatuh di Awal Pekan(12/01)
- MCK DI YOGYAKARTA(01/01)
- Saunine, Tidak Asal Bunyi(16/07)
- Direktori Seni Pertunjukan TRADISIONAL(24/02)
- Hasil Seleksi Awal Festival Musik Tembi 2011(01/05)
- Orang Gila Di Yogya(13/08)