Cerita Tentang Kebaikan Soeharto, yang Untold

Titik mengakui, selama menjadi presiden, Pak Harto memang kurang perhatian terhadap keluarga, karena ia milik semua bangsa Indonesia. Maka yang diprioritaskan adalah rakyatnya. Namun, setelah Pak Harto lengser, perhatian dan kasih sayangnya kepada keluarga, terutama putra-putrinya sangat dominan.

Diskusi dan Bedah Buku “Menelisik Pak Harto The Untold Stories” Jumat 8 November 2013 di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, sumber foto: Suwandi/Tembi
Pembicara Diskusi dan Bedah Buku “Menelisik Pak Harto The Untold Stories”
dari kanan: Mayjen TNI Purn Issantosa, Titik Soeharto, dan Drs Slamet Sutrisno Msi

Mantan Presiden Soeharto adalah salah satu tokoh nasional yang dianggap kontroversial, ada yang pro maupun kontra terhadap dia. Kontroversi sudah lumrah dialami oleh tokoh sekaliber Soeharto, juga Presiden Soekarno.

Salah satu kontroversi yang melingkupi Soeharto adalah peristiwa Supersemar, yakni surat pelimpahan kekuasaan oleh Soekarno kepada Soeharto pada 11 Maret 1966. Soeharto adalah orang yang dianggap tepat oleh Soekarno untuk menerima estafet kepemimpinan Negara Indonesia.

“Jadi tidak ada unsur kudeta, seperti yang selama ini tergambarkan. Soeharto pantas menerima estafet kepemimpinan karena kepribadiannya,” ungkap Drs Slamet Sutrisno MSi, dosen Filsafat UGM dalam acara Diskusi dan Bedah Buku “Menelisik Pak Harto The Untold Stories” yang diselenggarakan oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Yogyakartapada Jumat, 8 November 2013 di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Slamet Sutrisno membuat penilaian itu berdasarkan studi kritis dan bukti-bukti kuat, bukan untuk membelanya.

Pembicara lain pada acara tersebut adalah Mayjen TNI Purn Issantosa, ajudan terakhir Soeharto. Menurut pengakuannya, Pak Harto (demikian ia menyapa), adalah sosok pribadi yang senang melakukan laku prihatin. Ia juga orang yang sangat sederhana dan bersahaja. Tidak jarang, di rumah hanya mengenakan sarung murah dan baju hadiah yang jauh dari glamour.

Issantosa terkesan pada nasihat Pak harto untuk jangan mengatakan orang lain jelek jika belum tahu detail orang tersebut. Mayjen TNI Purn Issantosa adalah salah satu saksi dan sumber kisah tentang Soeharto yang dituliskan dalam buku tersebut.

Diskusi dan Bedah Buku “Menelisik Pak Harto The Untold Stories” Jumat 8 November 2013 di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, sumber foto: Suwandi/Tembi
Peserta Diskusi dan Bedah Buku “Menelisik Pak Harto The Untold Stories”
memadati Ruang E Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta

Selain Mayjen TNI Purn Issantosa, masih ada 112 orang lain yang kesaksiannya ditulis dalam dalam buku tersebut. Orang-orang tersebut dari berbagai kalangan yang statusnya dan jabatannya berbeda-beda, mulai dari negarawan di kawasan ASEAN, sampai menteri dan mantan menteri, ajudan, artis, dan bahkan banyak orang di sekeliling kehidupan pribadi Soeharto. Buku tersebut benar-benar bercerita tentang hal-hal yang selama ini belum pernah diceritakan. Benar-benar “the untold stories”, Demikian pengantar Sulastomo dalam buku tersebut.

Menurut Bakarudin, moderator acara, buku ini termasuk buku best-seller, karena telah terjual lebih dari 30.000 eksemplar, yang hanya kalah dari buku “Tahta untuk Rakyat”.

Diskusi tersebut dihadiri oleh sekitar 620 peserta, terdiri dari para guru sejarah yang tergabung dalam wadah MSI di wilayah Bantul, Sleman, Kulon Progo, Gunung Kidul, Kota Yogyakarta, para dosen sejarah, pelajar, mahasiswa, sejarawan, pemerhati sejarah dan budaya, pengelola museum, wartawan, dan unsur lainnya.

Pembicara lainnya adalah Siti Hediati “Titik” Soeharto, salah satu putri Pak Harto. Menurut pengakuannya, Pak Harto banyak berkunjung ke putra-putrinya seusai lengser dari kursi presiden. Hal itu dilakukan untuk menebus kasih sayang yang hilang saat menjadi presiden.

Titik mengakui, selama menjadi presiden, Pak Harto memang kurang perhatian terhadap keluarga, karena ia milik semua bangsa Indonesia. Maka yang diprioritaskan adalah rakyatnya. Namun, setelah Pak Harto lengser, perhatian dan kasih sayangnya kepada keluarga, terutama putra-putrinya sangat dominan. Contohnya, ketika ia sakit, biaya rumah sakit ditanggung Pak Harto. Hal itu seolah-olah untuk membayar kesalahan terhadap keluarga saat menjadi presiden.

Naskah & foto:Suwandi



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta