Apresiasi Kehidupan dari Pendapa dan Amphitheatre Tembi

Apresiasi Kehidupan dari Pendapa dan Amphitheatre Tembi

Selasa malam, 26/6/12, pendapa yang terletak di halaman depan komplek Tembi Rumah Budaya, serta amphitheatre yang terletak di halaman belakang menjadi ajang kreasi dua acara yang berbeda. Di pendapa para siswa SMP Tumbuh berpentas ria merayakan akhir semester ke-2, mengusung tema keanekaragaman hayati, melalui karawitan, wayang wong, presentasi dan menyanyi. Dilengkapi pameran karya siswa yang terbuat dari bahan daur ulang di ruang Sagan. Ditambah drama lingkungan hidup para siswa kelas 1 SD Tumbuh menambah semarak suasana. Sedangkan di amphi para pengamen jalanan dari Teater Tantra mengusung tema anti narkoba melalui teater, musik dan puisi. Kedua acara ini masing-masing tampil dengan fokus dan bentuk yang berbeda tapi semuanya mengajak menghargai hidup.

Apresiasi Kehidupan dari Pendapa dan Amphitheatre Tembi

Acara SMP Tumbuh ini merupakan kali kedua di Tembi Rumah Budaya. Yang pertama merupakan acara akhir semester ke-1 pada Desember lalu dengan tema ‘Mangrove for Life’. Meski anak-anak yang tampil sama dan tetap mengangkat persoalan lingkungan hidup, pementasan kali ini terasa lebih semarak. Ada pentas wayang wong dengan lakon Aji Narantaka, yang menampilkan Gatotkaca, Antareja dan serta tokoh Pandawa dan Kurawa. Wayang wong ini menjadi lebih berkesan karena sebagian pemainnya adalah Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK). SMP Tumbuh adalah sekolah inklusi. Bernard yang memiliki kendala emosi dan berbicara tampil gagah sebagai Gatotkaca. Para siswa ABK ini tak hanya bermain sebagai wayang tapi juga bermain karawitan secara silih berganti. Tak kalah menarik, aksesoris kostum wayang yang dipakai para penampil adalah karya para siswa yang merupakan bahan daur ulang. Misal, mahkotanya dibuat dari separuh bola plastik yang lantas dihias dengan pernik-pernik daur ulang juga. Ada pula presentasi kehidupan ular melalui slide yang disampaikan dengan lancar oleh seorang siswa unggulan, Eldra, sambil mengalungkan ular peliharaannya di lehernya.

Apresiasi Kehidupan dari Pendapa dan Amphitheatre Tembi

Menurut Kepala Sekolah SMP Tumbuh Sari Oktafiana, apa yang dipentaskan dan dipamerkan tidaklah khusus disiapkan tapi bagian dari mata pelajaran mereka selama sekitar 6 bulan ini. Pentas wayang wong merupakan bagian dari pelajaran bahasa Jawa dan ekstra kurikuler. Karawitan bagian dari pelajaran seni musik yang memang menekankan seni tradisi. Secara umum tema pada semester ini adalah keanekaragaman hayati, yang dipelajari siswa melalui berbagai media, mata pelajaran maupun wujud ekspresi seni. Jadi merupakan kegiatan terpadu dan integratif.

Karya-karya yang dipamerkan selama tiga hari, 26-28/6, merupakan wujud pemahaman, pikiran dan perasaan para siswa tentang keanekaragaman hayati. Semua karya ini berasal dari barang bekas atau 3R (reduce, reuse, recycling). Ada telur raksasa yang merupakan susunan kain perca beisikan gumpalan koran. Ada bola dunia yang juga berasal dari gumpalan koran yang diwarnai dan ditempel berbagai figure flaura fauna 3 dimensi. Serta barang-barang bekas lainnya seperti peluit burung yang terbuat dari tanah liat yang ditemukan para gurunya di komplek sekolah di kawasan Jogja National Museum.

Apresiasi Kehidupan dari Pendapa dan Amphitheatre Tembi

Sebagaimana juga acara pada Desember lalu, acara kali juga sebelumnya dilengkapi menanam bibit bakau (mangrove) di Dusun Baros Desa Tirto Hargo Bantul pada 18 Juni lalu. Dengan demikian para siswa bisa memahami dan berperan dalam persoalan lingkungan hidup secara langsung. Pada akhirnya pemahaman, kesadaran dan ketrampilan ini menjadikan para siswa jauh lebih menghargai kehidupan, dan berperan positif di dalamnya.

Menjelang berakhirnya pementasan SMP Tumbuh di pendapa, pementasan Teater Tantra dimulai di amphitheatre. Para pengamen yang biasa beraksi di kawasan Benteng Vredeburg ini menyanyikan lagu-lagu yang sebagian besar ciptaan mereka. Liriknya tentu saja mengangkat sikap anti narkoba. Begitu pula puisi-puisi yang dibacakan Yosef Iwan Karuntu, sutradara pementasan ini. Teaternya sendiri berkisah tentang tingkah laku pengedar narkoba dan pemakai narkoba yang akhirnya ditangkap polisi maupun yang tewas overdosis. Seorang ayah yang putrinya ditangkap polisi karena kasus narkoba ini meninggal terkena serangan jantung. Pementasan ditutup dengan pantomim, musik dan himbauan verbal untuk menjauhi narkoba.

Dua pementasan ini intinya mengajarkan untuk lebih menghargai hidup. Bedanya, yang satu tampil ceria, yang lain tampil kelam.

barata



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta