Judul : SejarahRevolusi di Tingkat Lokal
Penulis : Nurdiyanto, dkk
Penerbit : BPNB, 2013, Yogyakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : xiii + 187
Melalui Pepolit inilah militer Indonesia ditanamkan konsepsi dan ideologi komunis. Akibatnya terjadi perpecahan di kalangan tentara, antara yang setuju dan yang menolak. Dalam perjalanan waktu gagasan Amir Syarifuddin ini akhirnya mengalami kegagalan.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 merupakan tonggak sejarah yang penting dan membawa konsekuensi tersendiri. Di mana-mana terjadi perlawanan terhadap Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia. Perlawanan itu terjadi baik melalui jalur diplomasi maupun senjata. Taktik perang gerilya ternyata terbukti ampuh sehingga membuat Belanda kewalahan.
Pada masa revolusi tersebut muncul banyak badan perjuangan. Badan-badan tersebut berfungsi bukan hanya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda, tetapi juga sebagai pusat identitas kelompok serta wahana untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Dalam situasi yang tidak menentu tersebut terdapat sekelompok orang memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Mereka melakukan perbuatan kriminal seperti menjarah, mencuri, merampas, merampok dan menggedor.
Dalam perkembangannya badan-badan perjuangan tersebut kemudian terlibat dalam konflik politik. Sehingga mereka mempunyai dua tujuan, di satu sisi berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan, di sisi yang lain membela dan menjaga kepentingan kekuatan politik yang mereka ikuti. Akibatnya tidak jarang terjadi konflik atau bentrokan karena perbedaan haluan politik.
Buku ini membahas tentang tiga sejarah revolusi di tingkat lokal. Yang pertama adalah markas gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman di Pacitan, JawaTimur. Di Pacitan inilah Jenderal Sudirman bermarkas paling lama dan melakukan perintah-perintah atau komando.
Yang kedua adalah kriminalitas di Sragen tahun 1948 – 1949. Krisis sosial adalah salah satu penyebab munculnya kriminalitas. Mereka melakukan tindak kejahatan dengan “membonceng” badan pergerakan kemerdekaan. Akibatnya sulit membedakan antara pejuang dan penjahat. Yang sangat terkenal adalah gerombolan Sastro Lawu dan Karto Jenggot.
Yang ketiga, realisasi program “Pepolit” (Pendidikan Politik Tentara) di Jawatahun 1946 – 1948. Pepolit adalah gagasan dari Amir Syarifuddin untuk kepentingan politiknya. Caranya dengan memberikan pendidikan politik di kalangan tentara dan badan-badan perjuangan. Pepolit ini kemudian ditanamkan ke berbagai macam kesatuan militer.
Melalui Pepolit inilah militer Indonesia ditanamkan konsepsi dan ideologi komunis. Akibatnya terjadi perpecahan di kalangan tentara, antara yang setuju dan yang menolak. Dalam perjalanan waktu gagasan Amir Syarifuddin ini akhirnya mengalami kegagalan.
Baca yuk ..!
M. Kusalamani
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Negara dan Usaha Bina-Negara di Jawa Masa Lampau. Studi tentang Masa Mataram II, Abad XVI sampai XIX(17/12)
- Kota Gresik 1896 - 1916. Sejarah Sosial Budaya dan Ekonomi(11/12)
- Judul Buku, 7 Desember 2013(07/12)
- Kota Yogyakarta Tempo Doeloe. Sejarah Sosial 1880-1930(05/12)
- Prajurit Perempuan Jawa. Kesaksian Ihwal Istana dan Politik Jawa Akhir Abad ke-18 (02/12)
- Penjelajah Bahari. Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika Bukti-bukti Mutakhir tentang Penjelajahan Pelaut Indonesia Abad ke -5 Jauh Sebelum Cheng Ho dan Columbus (27/11)
- Sejarah Keraton Yogyakarta(23/11)
- Menuju Puncak Kemegahan (Sejarah Kerajaan Majapahit)(20/11)
- Tembikar Upacara di Candi-candi di Jawa Tengah Abad ke 8 - 10(18/11)
- Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasution pada Masa Agresi Militer Belanda II (13/11)