Judul : Kota Gresik 1896 - 1916. SejarahSosial Budaya dan Ekonomi
Penulis : Oemar Zainuddin
Penerbit : Ruas, 2010, Jakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : vii + 158
Dengan membaca buku ini kita seperti melihat Gresik ketika masih jaya sebagai kota dagang dan kota pelabuhan. Termasuk kehidupan seorang kapitalis dan keturunannya yang pernah “menguasai” industri penyamakan kulit di Gresik.
Gresik terletak di pantai utara Jawa. Sebagian wilayahnya tandus, gersang dan berbatu-batu, tetapi letak geografisnya sangat strategis. Kota Gresik diapit dua muara sungai, yaitu Bengawan Solo di sebelah barat dan sungai Berantas di sebelah Timur.
Kedua sungai ini pada masa lalu adalah jalur lalu lintas keluar masuk pedalaman Jawa, antara lain untuk misi perdagangan. Kondisi ini melahirkan kota Gresik berkembang menjadi kota dagang dan kota pelabuhan sejak abad ke-14. Apalagi didukung oleh kondisi geologi dan struktur tanahnya yang sebagian besar berbatu-batu sehingga pendangkalan pantai sangat lambat.
Sebagai kota dagang antarpulau dan internasional komunitas masyarakat Gresik lambat laun berubah menjadi pluralis. Sebagian pendatang akhirnya hidup dan menetap di Gresik misalnya berasal dari Arab, Cina dan Bugis. Hal ini didukung oleh keramahtamahan dan sikap terbuka masyarakat Gresik terhadap pendatang.
Pada tahun 1825, pemerintah Kolonial Belanda menetapkan bahwa Gresik tidak termasuk pelabuhan umum (ekspor impor). Akibatnya kapal-kapal besar terutama asing dilarang bongkar muat. Tetapi Gresik sudah telanjur menjadi kota dagang sehingga tetap disinggahi kapal-kapal dari Nusantara seperti Bugis, Maluku dan Bangka.
Adanya stasiun kereta api yang menghubungkan Gresik dengan kota-kota lain di Pulau Jawa, ikut andil besar dalam lalulintas pengangkutan barang dagangan dari Gresik ke pedalaman dan sebaliknya.
Perkembangan perekonomian tersebut menyebabkan tumbuhnya kapitalis-kapitalis kecil (akhir abad ke-19) yang cukup tangguh. Andalannya adalah industri rumah tangga (terutama kulit) dan perdagangan yang tidak pernah tergantikan oleh profesi lain. Mereka mampu menembus kota-kota di Pulau Jawa, mulai Panarukan di ujung timur sampai Batavia di ujung barat. Penggunaan telegraf yang meluas setelah tahun 1856 semakin menambah kemudahan dalam komunikasi sosial ekonomi dan perdagangan termasuk di Gresik.
Perkembangan sosial budayadan ekonomi tersebut membawa pengaruh bagi penduduk. Misalnya dalam hal adat istiadat, tradisi, kesenian, arsitektur, bahasa, kuliner dan lain-lain. Walaupun begitu tradisi keislaman Gresik tetap terjaga dengan baik.
Dengan membaca buku ini kita seperti melihat Gresik ketika masih jaya sebagai kota dagang dan kota pelabuhan. Termasuk kehidupan seorang kapitalis dan keturunannya yang pernah “menguasai” industri penyamakan kulit di Gresik.
Baca yuk ..!
M. Kusalamani
Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya
Baca Juga Artikel Lainnya :
- Menuju Puncak Kemegahan (Sejarah Kerajaan Majapahit)(20/11)
- Tembikar Upacara di Candi-candi di Jawa Tengah Abad ke 8 - 10(18/11)
- Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasution pada Masa Agresi Militer Belanda II (13/11)
- Inventarisasi dan Kajian Komunitas Adat Sedulur Sikep Desa Sumber Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora (11/11)
- Pemandu di Dunia Sastra(08/11)
- Adat Istiadat Daerah Istimewa Yogyakarta(02/11)
- Sunan Kalijaga(30/10)
- Pemugaran Candi Tikus(26/10)
- Di Bawah Asap Pabrik Gula. Masyarakat Desa di Pesisir Jawa Sepanjang Abad ke- 20 (24/10)
- Pandangan Dunia KGPAA Hamengkunagoro I dalam Babad Tutur. Sebuah restrukturisasi Budaya (21/10)