Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Pendidikan Modern dan Relevansi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

13 May 2009 12:27:00

Perpustakaan

Judul : Pendidikan Modern dan Relevansi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Penulis : Ki Tyasno Sudarto
Penerbit : Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, 2008, Yogyakarta
Bahasa : Indonesia
Halaman : 106
Ringkasan isi :

Ki Hadjar Dewantara adalah seorang tokoh yang tidak dapat dipisahkan dengan Tamansiswa dan pendidikan nasional. Pendidikan adalah cara yang dipakai untuk meneruskan nilai-nilai kebudayaan dari satu generasi ke generasi lainnya, sedangkan kebudayaan itu sendiri merupakan semangat yang menjiwai pendidikan. Ada dua warisan Ki Hadjar Dewantara yang sangat berarti yaitu Tamansiswa tempat orang-orang “belajar” dan tulisan-tulisannya dalam berbagai media. Ki Hadjar Dewantara adalah seorang yang berprinsip satu kata dan perbuatan, sederhana, teratur hidupnya, rendah hati, demokratis, nasionalis dan pemberani. Selain itu beliau adalah seorang pejuang kemerdekaan dan politikus ulung. Tulisan-tulisannya cukup tajam dan membuat pemerintah kolonial Belanda cemas, sehingga Ki Hadjar Dewantara ditangkap dan dibuang ke negeri Belanda. Tetapi hal ini tidak membuat semangatnya untuk berjuang menurun, justru semakin berkobar. Tanggal 17 Agustus 1917 KI Hadjar Dewantara kembali ke Tanah Air sebagai orang bebas.

Akhirnya fokus perjuangan Ki Hadjar Dewantara pada bidang pendidikan, karena rakyat pada masa itu masih mengalami kekurangan pengajaran dan kepincangan pendidikan. Ki Hadjar Dewantara menganalisis bahwa rakyat perlu dipersiapkan untuk memiliki jiwa merdeka, pikiran dan intelektual maju, serta jiwa yang sehat. Maka lahirlah Tamansiswa, sebagai bentuk pendidikan nasional untuk melawan sistem pendidikan kolonial yang saat itu tidak sesuai dengan semangat bangsa Indonesia. Tamansiswa lahir 3 Juli 1922 dan selalu diperingati setiap tanggal 3 Juli. Tamansiswa adalah wadah dan wujud ajaran hidup Ki Hadjar Dewantara, berupa asas, sendi organisasi, sistem pendidikan dan perwujudan cita-cita kehidupan Tamansiswa. Melalui sistem among Tamansiswa meletakkan pendidikan sebagai alat dan syarat untuk anak-anak hidup sendiri, mandiri dan berguna bagi masyarakat. Pendidikan yang diajarkan adalah menegakkan jiwa anak-anak sebagai bangsa, membimbing anak-anak menjadi manusia yang bisa hidup dengan kecakapan dan kepandaiannya sendiri, menciptakan manusia yang berguna bagi diri sendiri dan masyarakat. Ki Hadjar Dewantara mengajarkan pentingnya sistem Tri Pusat Pendidikan yang satu sama lain saling berkaitan yaitu pendidikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga hal ini akan sangat berpengaruh pada watak dan kepribadian anak. Dalam mendidik anak diberi tuntunan dan dorongan agar tumbuh dan berkembang atas kodratnya sendiri. Pamong wajib mendorong anak didiknya dengan metode ing ngarsa sung tuladha, maksudnya bila berada di depan harus bisa menjadi contoh, ing madya mangun karsa, bila berada di tengah-tengah diharapkan mampu menuangkan gagasan atau ide-ide baru yang mendorong kemajuan, tut wuri handayani, bila berada di belakang diharapkan ikut memberi dukungan. Jadi siswa diberi kebebasan untuk bertindak, tetapi apabila kebebasan itu disalahgunakan, pamong wajib memberi peringatan atau hukuman.

Ajaran Ki Hadjar Dewantara bermacam-macam ada yang bersifat konseptual dan ada yang bersifat fatwa. Ajaran yang disebut fatwa akan sendi hidup merdeka yaitu lawan sastra ngesthi mulya (dengan pengetahuan menuju kemuliaan), suci tata ngesti tunggal (suci batinnya, tertib lahirnya menuju kesempurnaan), hak diri untuk menuntut kebahagiaan, kebahagiaan diri tak boleh menyalahi damainya masyarakat (misal kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain, jadi tidak bisa bebas sebebas-bebasnya), kodrat alam merupakan petunjuk untuk hidup sempurna, alam hidup manusia adalah saling berhubungan dan mempengaruhi, tetep, mantep, antep (mempunyai ketetapan hati, setia dan taat, teguh, tidak mudah dihambat), ngandel, kendel, bandel (percaya pada kekuasaan Tuhan dan pada diri sendiri, berani, tidak ketakutan dan tidak was-was, tahan dan tawakal berjuang mencapai cita-cita), neng, ning, nung, nang (meneng = tentram lahir batin, wening = bening, pikiran jernih, hanung = kuat sentosa, kokoh lahir dan batin, menang = berhak dan kuasa atas usaha sendiri).

Terhadap segala ajaran dan cita-cita hidup diperlukan pengertian, kesadaran dan kesungguhan pelaksanaannya. Siapa pun harus mengerti apa maksud dan mau ke mana tujuan hidupnya. Ia harus merasa dan sadar akan arti cita-cita dan merasa pula apa perlunya bagi dirinya, dan bagi masyarakat dan yang penting harus bisa mengamalkan perjuangan itu. Ibaratnya, ilmu tanpa amal seperti pohon yang tidak berbuah. Apabila direnungkan ajaran Ki Hadjar Dewantara tersebut kiranya masih relevan untuk saat ini.

Teks : Kusalamani




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta