- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Jaringan-museum»KYAI TUMUT DAN TERJADINYA DUSUN TUMUT, MOYUDAN, SLEMAN
14 Apr 2011 07:07:00Keletakan
Makam Kyai dan Nyai Tumut terletak di Dusun Tumut, Kalurahan Sendangsari, Kecamatan, Moyudan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY. Makam ini kira-kira berada pada jarak 3 kilometer di sisi selatan Pasar Godean.
Kondisi Fisik
Makam Kyai dan Nyai Tumut telah diberi cungkup cukup bagus. Cungkup terbuat dari bangunan tembok berbentuk huruf U. Pada sisi selatan cungkup dengan sengaja tidak diberi dinding tembok atau pintu. Jadi, bagian pada sisi selatan cungkup dibiarkan terbuka. Makam keduanya terletak pada sisi utara-timur dari kompleks makam di dusun tersebut. Keletakan makam berada pada sisi atas bagian barat dari irigasi yang melintas di Dusun Tumut.
Ukuran cungkup makam sekitar 3 m x 3 m. Tinggi tembok cungkup sekitar 1,5 m. Nisan dari kedua tokoh tersebut diletakkan saling berdampingan. Nisan terbuat dari batu andesit dan berbentuk sama. Ukuran panjang batu nisan dari keduanya sekitar 1,6 m, lebar 60 Cm, dan tinggi hingga kepala jirat sekitar 70 Cm. Dinding bagian dalam dan lantai dari makam ini dilapisi keramik warna cokelat muda serta pelisir dinding bagian dalam berwarna cokelat tua.
Latar Belakang
Menurut sumber setempat Kyai dan Nyai Tumut adalah tokoh dari sebuah kerajaan. Hanya saja sumber setempat tidak bisa menjelaskan dari kerajaan manakah kedua tokoh ini. Sekalipun demikian, ada yang meyakini bahwa keduanya berasal dari Kerajaan Yogyakarta. Kecuali itu sumber setempat juga menyebutkan bahwa keduanya semula ingin menyeberang ke Sungai Progo untuk tinggal hingga meninggalnya di sisi barat Sungai Progo. Akan tetapi ketika mereka akan menyeberangi Sungai Progo kebetulan Sungai Progo sedang mengalami banjir besar. Usaha penyeberangan ini merka urungkan.
Akhirnya mereka tinggal di sebuah dusun yang kemudian dikenal sebagai Dusun Tumut ini. Penamaan dusun ini tidak lepas dari usaha dan kiprah mereka dalam membuka wilayah setempat yang semula merupakan hutan dan tanah yang tidak tergarap. Akhirnya mereka pun meninggal di dusun yang mereka buka dan kembangkan. Untuk mengenang jasa keduanya, maka dusun yang mereka buka itu dinamakan Dusun Tumut.
Disebutkan pula masa hidup Kyai dan Nyai Tumut sezaman dengan Kyai Wirojombo Donomurah yang tinggal di Gancahan, Godean. Entah apa sebabnya keduanya tidak sepaham. Ketidaksepahaman ini menimbulkan persoalan di kemudian hari hingga muncul semacam pantangan atau wewaler bahwa warga dari Dusun Tumut dan Gancahan tidak diperkenankan mengikat tali perkawinan. Jika hal ini dilanggar, maka salah satu atau kedua-duanya (baik pengantin maupun saudara-saudaranya) akan menemui kesialan di dalam hidupnya.
a.sartono
Artikel Lainnya :
- GADIS JOGJA MASUK FUJINKAI 1944(07/09)
- Lajang Neka Tjatoer Djawa(15/02)
- Gladhen Tembang Macapat (7)(16/11)
- Sarpakenaka(15/07)
- Kunti(22/06)
- KAYA BATHANG UCAP-UCAP(13/09)
- 24 Februari 2011, Kabar Anyar - FILSAFAT KATAK DARI KI JALU(24/02)
- Busana Adat Kraton Yogyakarta (1887 - 1937) Makna dan Fungsi dalam Berbagai Upacara(01/11)
- JUDUL BUKU(06/01)
- Yogyakarta: Versailles van Java(30/05)