Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Hidup Manusia dan Hubungannya dengan Tuhan

02 Nov 2008 11:33:00

Perpustakaan

Judul : Hidup Manusia dan Hubungannya dengan Tuhan
Penulis : Soedjono Hoemardani
Penerbit : tanpa penerbit, Jakarta
Tahun : 1991
Halaman : 20
Ringkasan isi :

Aksara Jawa yang berjumlah dua puluh huruf selama ini hanya dikenal sebagai paparan legenda mengenai Aji Saka. Namun dalam buku ini Soedjono Hoemardani memaparkannya berkaitan hubungan hidup manusia dengan Tuhan.

Awalnya Ha-Na. Huruf Ha diartikan sebagai hurip atau hidup, yakni sifat awal dan sifat dasar dari manusia. Sedangkan Hana dimaknai sebagai ada. Hidup (Ha) menjadi ada secara kongkrit pada saat hidup memperoleh perwujudan wadag yang kongkrit. Jadi Hana menunjuk pada keadaan awal hidup manusia. Dan hanya Tuhan yang memberi hidup, sehingga Tuhan disebut sebagai Gusti Kang Murbeng Gesang (yang mengawali dan menguasai kehidupan). Daya Tuhan tertanam di dalam kodrat manusia. Konsekuensinya, manusia harus eling, percaya dan mituhu kepada Tuhan yang telah memberi awal dari hidupnya. Manusia berada dalam keadaan “janji”, yakni keadaan komitmen yang terus-menerus kepada Tuhan.

Berikutnya adalah Ca-Ra-Ka. Huruf Ca menunjuk pada cipta (daya akal budi), Ra menunjuk pada rasa (adanya daya afektif manusia), dan Ka menunjuk pada karsa (kehendak, adanya daya volitif manusia). Jadi Ca-Ra-Ka adalah cipta, rasa dan karsa, yakni perbekalan yang diberikan Tuhan kepada manusia dalam hidup. Demikian paparan baris pertama, yakni Hana Caraka.

Baris kedua adalah Da-Ta-Sa-Wa-La, yang bermakna “dat kang tan sawala”. Maksudnya, sifat hakikat kodrat manusia dijadikan oleh Tuhan adanya. Pada dasarnya, manusia tinggal menerima kodrat tersebut. Di dalamnya terdapat dua daya yang membentuk dan mempengaruhinya, yakni daya Tuhan dan daya kewadagan. Hidup manusia di dunia selalu mengalami “tegangan eksistensi” yang terus-menerus, antara sifat/daya Tuhan dan sifat/daya sebaliknya, antara sifat/daya yang baik dan sifat/daya yang tidak baik.

Baris ketiga adalah Pa-Dha-Ja-Ya-Nya –berarti sama-sama berani dan sama-sama kuat— merupakan kelanjutan dari ketegangan tadi. Manusia --dibekali cipta, rasa dan karsa serta selalu eling, percaya, mituhu kepada Tuhan-- wajib menentukan pilihan di antara kedua kutub daya tersebut. Namun semata berbekal cipta, rasa, karsa dan sikap eling, percaya, mituhu, manusia masih dapat keliru. Harus ada bekal lain yang ditunjukkan dalam baris keempat.

Baris keempat adalah Ma-Ga-Ba-Tha-Nga. Ma menunjuk pada sukma, yaitu jiwa. Ga menjadi simbol dari angka satu, sehingga Ga menunjuk satu atau tunggal. Gabungan antara Ma dan Ga berarti: sukma kang manunggal (sukma yang telah menyatu dengan raga). Ba menunjuk pada badan, yaitu kewadagan hidup seorang manusia. Jadi Ma-Ga-Ba menunjuk pada kemanunggalan sukma dan badan. Kemudian Tha dan Nga dikaitkan dengan Ba akan menunjuk pada kata bathang, yang berarti jenazah, yakni manusia yang telah meninggal.

Jadi makna baris keempat ini menunjuk pada suatu keadaan paripurna di dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Dalam keadaan paripurna ini terjadilah kemanunggalan manusia dengan Tuhan dimana Tuhan bagaikan sukma di dalam diri manusia, dan sebaliknya, manusia bagaikan wadag dari Tuhan. Maka di luar kesadaran hidupnya, manusia diperkenankan mengalami daya Tuhan, atas perkenan dan pemberian-Nya. Situasi ini tidaklah menunggu kematian manusia tetapi bisa terjadi saat manusia hidup.

a. barata




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta