Musfiq Solo
Exhibition
Gelisah Masa Lalu
Mengenang masa kecil memang menyenangkan, berbagai pengalaman tak terlupakan kebanyakan terjadi pada masa kecil. Hal itu juga yang menginspirasi pelukis muda, Musfiq Amarullah dalam membuat konsep pameran tunggalnya yang bertajuk Chilhood Toys di Tembi Rumah Budaya, Gandaria, Jakarta yang berlangsung 8-27 April 2010. Kenangan masa kecil Musfiq justru datang lewat mainan-mainan tradisional yang dulu dulu tidak pernah lepas dari keseharian Musfiq, seperti, gangsing, kelereng, bola bekel,yoyo dan masih banyak lagi. Mainan-mainan tersebut lantas dituangkan Musfiq pada sebuah kanvas berlatar belakang hitam sambil mengingat masa lalunya.
Menurut Musfiq, pameran tunggalnya kali ini tak hanya rindu akan masa kecilnya, tetapi kegelisahannya akan keberadaan mainan-mainan tradisional tersebut yang mulai hilang dan tergantikan dengan mainan-mainan canggih yang kebanyakan berasal dari Cina. Hal ini bisa terlihat dari salah satu karya Musfiq yang berjudul Tergantikan sebuah sketsa mainan Yoyo dan playstation yang dibuat berdampingan. Belakangan memang gue jarang banget liat mainan-mainan itu, mungkin juga sudah benar-benar hilang, nah hal itu juga yang bikin semua karya gue latar belakangnya warna hitam, menandakan kegelisahan dan kesedihan gue, papar pria lulusan IKJ ini.
Selain berupa sketsa gambar-gambar mainan masa lalu, ada juga beberapa karya realis milik Musfiq yang berjudul, Yoyo gambar dirinya sedang memainkan Yoyo, Halo-haloan gambar dua anak kecil yang sedang bermain telpon-telponan menggunakan kaleng bekas dan tali, dan yang lainnya. Ditambahi Musfiq, gambar-gambar realis inilah yang cukup sulit dibuat, meski terlihat bagus, menurut dosen Tugas Akhirnya, beberapa gambar realis miliknya masih kurang proporsional dan kurang baik secara teknis. Sampai saat ini gue masih proses belajar dan terus mencari ciri khas gue. Karena semua memang butuh proses dan akan terlihat dengan sendirinya. Gue nggak mau meniru ciri khas orang lain, meskipun gue akui beberapa karya gue ini terinspirasi dari pelukis Belanda yang beberapa karyanya memanipulasi cahaya hanya ada warna terang dan gelap saja, tambahnya.
Meski tidak bisa berbuat banyak, Musfiq berharap apresiasinya terhadap mainan tradisional lewat gambar bisa bermanfaat, tentu saja dengan pesan jangan sampai melupakan apalagi mengganti mainan tradisi bangsa ini dengan mesin-mesin pintar bernama Nintendo, SEGA, dan Playstation buatan Negara lain. Semoga pameran Musfiq kali ini bisa menjadi sarana bernostalgia dan media untuk mengembalikan kelestarian wujud budaya lokal yang kini sudah semakin terpinggirkan.
Titin