- Beranda
- Acara
- Berita Budaya
- Berita Tembi
- Jaringan Museum
- Karikatur
- Makan Yuk
- Temen
- Tentang Tembi
- Video Tembi
- Kontak Kami
Bale-dokumentasi-resensi-buku»Cakepung. Ansambel Vokal Bali
23 Dec 2009 01:54:00Perpustakaan
Judul : Cakêpung. Ansambel Vokal Bali
Penulis : I Komang Sudirga
Penerbit : Kalika, 2004, Yogyakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : XV + 292
Ringkasan isi :
Cakêpung adalah sebuah teater bertutur daerah Bali dan Lombok yang dilakukan oleh sejumlah pelaku pria yang bermain rebab, suling sambil bernyanyi dan mendendangkan ritme-ritme gamelan yang rumit. Cakêpung sebagai bentuk kesenian rakyat memiliki keunikan dengan bentuk penyajian yang khas. Bentuk kesenian ini lahir dari proses adaptasi dua budaya yaitu budaya Bali dan Sasak, melalui kontak budaya antara orang-orang Bali di bagian timur (Karangasem) dengan orang-orang Sasak dalam kurun waktu yang relatif lama. Bentuk penyajian kesenian ini lebih menekankan pada aspek-aspek budaya musik (Bali dan Sasak), melalui penyajian naskah Lontar Monyeh secara resitasi. Selanjutnya mereka bernyanyi sambil menari dan menirukan suara-suara instrumen gamelan. Gerak-gerak tarinya menggambarkan cerita Tutur Monyeh yang dibingkai oleh lirik-lirik tembang macapat, dan selanjutnya menggambarkan peristiwa masa lampau sebagai latar belakang tempat kesenian ini muncul.
Secara musikal Cakêpung dapat disebut sebagai ‘ansambel musik vokal’ atau ‘akapela tradisional’, karena para pemain melalui media mulut menirukan berbagai macam bunyi instrumen gamelan yang dalam penyajiannya membentuk lagu seperti permainan dalam satu ‘ansambel’ gamelan. Kehadiran instrumen rebab dan suling di dalamnya digunakan sebagi penuntun laras dan penuntun alur melodi secara unisono. Para pemain Cakêpung ini menyanyikan lagu-lagu tanpa iringan, mereka menirukan suara instrumen sambil menari.
Dilihat dari penyajiannya Cakêpung adalah seni pertunjukan lengkap, merupakan perpaduan antara seni sastra, teater, karawitan dan seni tari. Di tengah kehidupan masyarakat baik Lombok maupun Bali ada beberapa pendapat tentang Cakêpung. Ada yang menyebut seni pepaosan atau seni baca lontar, karena pembacaan naskah Lontar Monyeh selalu dilakukan setiap pergelarannya. Sistem penyajiannya tidak dapat dilepaskan dari unsur mabebasan (pepaosan). Disebut teater tutur karena semua peristiwa diungkapkan dengan cara bertutur, sehingga mempunyai lakon, tema, gerak laku, dialog, dan monolog. Disebut gamelan mulut atau gamelan vokal karena unsur-unsur musik seperti nada, melodi, dinamika, lagu dan lain-lain dilakukan dengan vokal, sehingga pengolahan suara menjadi hal yang vital. Unsur tembang, lelakak, senggakan menjadi hal yang pokok. Jalinan nada, ritme dan melodi dari lagu yang dimainkan menimbulkan suasana seperti tetabuhan (permainan) gamelan. Disebut seni tari karena sebagian pemain menari dengan gerak-gerak bebas (tidak ada aturan baku) mengikuti irama lagu.
Sebagai salah satu bentuk kesenian rakyat Cakêpung merefleksikan perwatakn yang tidak jauh dari realitas masyarakat pendukungnya. Secara eksternal Cakêpung bersifat komunal (berkaitan dengan kelompok orang yang hidup bersama-sama), sosial (mempunyai rasa sosial dan solidaritas yang tinggi), spontan (awalnya muncul tanpa direncanakan sebagai suatu hiburan di kala senggang), fleksibel (dilihat dari durasi pertunjukan, tata penyajian, setting panggung, jumlah pemain, tata rias, suasana). Secara internal Cakêpung bersifat emosional (menjiwai karakter yang dibawakan), fisikal (dapat ditangkap indra penonton baik secara visual maupun auditif), spiritual (memberi pencerahan jiwa), intelektual (dapat dipahami/dipelajari secara rasional). Adapun unsur-unsur dalam pertunjukan Cakêpung meliputi waktu, tempat pertunjukan (dapat dipentaskan pada panggung sementara atau permanen), lakon (diambil dari Lontar Monyeh yang merupakan cerita Panji versi lain), pelaku (pembaca tembang, penterjemah, peniru bunyi gamelan, pemimpin, penari, juru suling dan juru rebab), busana dan tata rias (sangat sederhana terdiri kamben, saput, umpal, udeng).
Cakêpung dalam konteks budaya masayarakat mempunyai fungsi primer dan sekunder. Fungsi primer Cakêpung yaitu untuk upacara ritual (misal melepas nadar, upacara perkawinan/kematian), sebagai hiburan (hiburan pribadi dan tontonan, seni wisata). Adapun fungsi sekundernya adalah sebagai media pendidikan informal, pengikat solidaritas masyarakat, media komunikasi estetis, ‘prasasti’ rekaman historis, media propaganda, cerminan identitas budaya lokal.
Pertunjukan Cakêpung sebagai sebuah seni tradisi Bali dan Lombok terus berkembang mengikuti perubahan masa. Dari pertunjukan yang merupakan bagian dari permainan rakyat di musim panen, tumbuh berkembang menjadi sebuah seni pertunjukan yang lebih bersifat formal, dan kini telah berkembang sebagai bentuk seni pertunjukan wisata, dan dapat diundang. Begitulah Cakêpung tumbuh dan berkembang sesuai aspirasi zaman dan memunculkan penemu-penemu tradisi Cakêpung baru.
Teks : M. Kusalamani
Artikel Lainnya :
- Dolanan Layangan(20/03)
- Pameran Fotografi Refleksi Kaca(07/07)
- Bandha Sampiran Nyawa Gadhuhan(10/07)
- TAMAN WISATA SUNGAI WINONGO, BAGIAN DARI REVITALISASI SUNGAI DI JOGJA(07/12)
- 21 April 2010, Kabar Anyar - TK PELANGI INDONESIA, MENGENAL BUDAYA JAWA DI Tembi(21/04)
- 11 Februari 2011, Kabar Anyar - KUNJUNGAN SMA PANGUDI LUHUR DI Tembi RUMAH BUDAYA TANGGAL 7 DAN 8 FEBRUARI 2011(11/02)
- AYAM GORENG BACEMAN MBOK SABAR(29/06)
- SRI PAKU ALAM VIII DALAM PAKAIAN MILITER BELANDA, 1941(26/07)
- Uang Kertas Baru Jadi Hiasan Cantik, Karya Orang Ketandan Wetan Yogyakarta(06/03)
- Rajakaya Dari Tiga Perupa(20/03)