Bandha Sampiran Nyawa Gadhuhan

Bandha Sampiran Nyawa Gadhuhan

Pepatah Jawa di atas secara harfiah berarti harta (hanya) sampiran nyawa (hanya) gadhuhan (pinjaman).

Pepatah ini sebenarnya ingin menyatakan bahwa semua harta milik orang (manusia) itu hanyalah sampiran atau pemberian dari Sang Khalik. Hanya di-“sampirkake” ‘disangkutkan/diselempangkan’. Dengan demikian harta benda milik kita itu sebenarnya hanya disangakutkan oleh Sang Khalik atau Tuhan. Sesungguhnya milik kita hakikinya bukanlah milik kita. Semua itu adalah milik Tuhan sendiri. Berasal dan pada akhirnya akan kembali ke Tuhan.

Nyawa kita pun hanya gadhuhan atau semacam pinjaman untuk dipelihara dan dikembangkan. Artinya kita diberi hidup agar kita bisa memiliki dan mengetahui serta menikmati hidup. Sang Pemilik Kehidupan itu sendiri akan mengambil sesuatu yang di-gadhuh-kannya kepada semua makhluk yang diberi hidup atau kehidupan. Semua nyawa akan diambil oleh Tuhan dengan pertanggungjawabannya.

Pada intinya pepatah ini ingin menyatakan bahwa semua orang seyogyanya tidak sombong dan merasa bahwa apa yang ada pada dirinya adalah miliknya secara mutlak. Semua orang hendaknya ingat bahwa mereka atau kita akan kembali ke Sang Khalik. Apa yang telah disampirkan dan digadhuhan atau dipinjamkan ke kita akan dimintai pertanggungjawabannya. Untuk itu hendaknya manusia selalu ingat akan hal itu agar hidupnya selalu berkenan kepada Tuhan, Sang Pemilik Segala. Intinya, manusia itu bukan siapa-siapa dan tidak akan berarti atau bernilai apa-apa jika tanpa kemurahan dan kelimpahan daripadaNya.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta